harimau di antara tumbuhan hijau (pixabay.com/r_winkelmann-6830448)
Dalam penelitian yang diterbitkan Journal of the Royal Society Interface pada 2019 lalu, para peneliti mencoba mencari tahu warna dan pola bulu ideal untuk bersembunyi di suatu lingkungan. Mereka menggunakan kecerdasan buatan untuk menyimulasikan seperti apa rasanya melihat dengan penglihatan warna dikromatik. Simulasi menunjukkan kalau warna sangat memengaruhi waktu deteksi bagi pengamat dikromatik. Sementara itu, pengamat trikromatik lebih efektif dalam menemukan kamuflase.
Warna terbaik untuk kamuflase hewan sangat bergantung pada sistem visual mangsa dan/atau predatornya. Pada harimau, ia punya bulu yang terlihat oranye bagi pengamat trikromatik meskipun warna hijau harusnya lebih cocok untuk kamuflase bagi predator yang berburu dengan cara menyergap. Namun, bagi pengamat dikromatik, warna harimau sangat efektif.
Berhubung mangsa favoritnya sudah gak bisa membedakan warna oranye dan hijau dengan baik, harimau gak begitu dapat manfaat kalau bulunya berubah jadi hijau. Ini gak sebanding dengan perubahan signifikan pada biokimia mamalia untuk memproduksi bulu berwarna hijau. Harimau juga gak mengalami tekanan evolusi yang mengharuskannya berubah warna jadi hijau.
Hijau juga warna yang amat sangat jarang, bahkan gak dimiliki mamalia. Satu-satunya mamalia yang diketahui berwarna hijau adalah kukang. Bahkan, warna hijaunya ini datang dari alga hijau yang tumbuh di bulunya.
Nah, sudah tahu alasan kenapa harimau berwarna oranye, bukan? Sekarang, pertanyaannya, kenapa evolusi belum mendorong hewan mangsa, seperti rusa, untuk punya penglihatan dikromatik supaya bisa mendeteksi predatornya? Bagaimana menurutmu?