Kisah Hisashi Ouchi, Orang Paling Radioaktif Sepanjang Sejarah

- Hisashi Ouchi terpapar radiasi saat memurnikan uranium oksida
- Paparan lebih dari 7 sievert dianggap fatal, sementara Hisashi Ouchi terpapar 17 sievert
- Hisashi Ouchi meninggal pada 21 Desember 1999 karena kegagalan beberapa organ
Di Tokai, Prefektur Ibaraki, Jepang, berdiri sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). PLTN itu mengubah uranium heksafluorida menjadi uranium yang diperkaya untuk kebutuhan energi nuklir. Proses itu biasanya melalui beberapa langkah cermat dengan mencampurkan beberapa elemen.
Pada 1999, dimulai eksperimen untuk mempercepat perubahan uranium heksafluorida. Oleh karena itu, Hisashi Ouchi, Masato Shinohara, dan Yutaka Yokokawa diutus pada 30 September 1999. Akan tetapi, kisah mereka berakhir mengenaskan.
1. Bersama 2 kolega, Hisashi Ouchi terpapar radiasi saat memurnikan uranium oksida

Pada 30 September 1999, Hisashi Ouchi dan dua kolega sedang memurnikan uranium oksida untuk membuat bahan bakar bagi reaktor riset. Pagi itu, Hisashi berdiri di depan sebuah tangki dan memegang corong. Sementara, Masato Shinohara menuangkan campuran uranium oksida yang diperkaya dari sebuah ember.
Tiba-tiba, muncul kilatan cahaya biru. Hisashi Ouchi dan kolega tidak sengaja memasukkan terlalu banyak uranium ke dalam tangki. Mereka memicu kecelakaan kritis dalam industri nuklir, yaitu pelepasan radiasi dari reaksi berantai nuklir yang tidak terkendali.
Hisashi Ouchi dan kolega bergegas meninggalkan ruangan. Akan tetapi, kerusakan telah terjadi. Berada paling dekat dengan reaksi nuklir, Hisashi diduga menerima salah satu paparan radiasi terbesar sepanjang sejarah kecelakaan nuklir.
"Jika perlindungan tidak diajarkan dan diikuti dengan cermat, maka akan ada potensi kecelakaan yang menghancurkan," jelas tim yang dinaungi Edwin Lyman, fisikawan dan direktur keselamatan tenaga nuklir, dilansir HowStuffWorks.
Radiasi dosis tinggi merusak tubuh sehingga tidak bisa membuat sel baru. Sumsum tulang, misalnya, berhenti membuat sel darah dan sel darah putih. Padahal, kedua sel itu berguna membawa oksigen dan melawan infeksi.
2. Paparan lebih dari 7 sievert dianggap fatal, sementara Hisashi Ouchi terpapar 17 sievert

Hisashi Ouchi dilahirkan di Jepang pada 1965. Dirinya mulai bekerja dalam sektor energi nuklir pada momen yang penting bagi negaranya. 4 tahun sebelum kelahirannya, negara itu beralih ke produksi tenaga nuklir dan membangun PLTN komersial pertama.
Setelah kecelakaan, PLTN dievakuasi dan Hisashi Ouchi beserta kolega dibawa ke Institut Nasional Ilmu Radiologi di Chiba, Jepang. Mereka terpapar radiasi langsung, tetapi dirawat dalam tingkat yang berbeda. Alasannya, posisi mereka berbeda saat kecelakaan terjadi.
Yutaka Yokoawa terpapar 3 sievert dan Masato Shinohara terpapar 10 sievert. Sementara, Hisashi Ouchi menjadi yang terparah dengan terpapar 17 sievert. Padahal, paparan lebih dari 7 sievert dianggap fatal.
Paparan Hisashi Ouchi adalah radiasi tertinggi yang pernah dialami manusia. Dia langsung kesakitan dan hampir tidak bisa bernapas. Bahkan, ia muntah hebat dan pingsan saat sampai di rumah sakit.
Hisashi Ouchi kekurangan sel darah putih dan tidak memiliki respons kekebalan tubuh. 3 hari setelah kecelakaan, Hisashi dibawa ke Rumah Sakit Universitas Tokyo. Di sana, dirinya menerima prosedur sel punca yang revolusioner.
3. Hisashi Ouchi meninggal pada 21 Desember 1999 karena kegagalan beberapa organ

Meski menerima prosedur revolusioner, kondisi Hisashi Ouchi terus memburuk. Dia mengeluh haus dan kulitnya mulai terkelupas. Bahkan, ia tidak bisa makan 2 minggu setelah kecelakaan.
Pada 21 Desember 1999, Hisashi Ouchi meninggal karena kegagalan beberapa organ. Sementara, Masato Shinohara meninggal pada April 2000. Sama seperti Hisashi, Masato juga meninggal karena kegagalan beberapa organ.
Penyelidikan pemerintah Jepang menyimpulkan bahwa ada beberapa penyebab utama kecelakaan PLTN Tokai, salah satunya pengawasan peraturan yang tidak memadai. Selain itu, budaya keselamatannya juga kurang sesuai. Oleh karena itu, enam pejabat operasional PLTN ini didakwa atas kelalaian profesional dan melanggar undang-undang keselamatan nuklir.
Selama lebih dari 1 dekade, PLTN Tokai terus beroperasi di bawah perusahaan berbeda. Pada 2011, PLTN itu ditutup karena gempa bumi dan tsunami Tohoku. Semenjak saat itu, PLTN ini berhenti beroperasi.