7 Aksi Demonstrasi Ini Berhasil Ubah Dunia, Termasuk #BlackLivesMatter

“I can’t breathe… Please, please save me…”

Itulah kalimat terakhir dari George FLoyd, laki-laki kulit hitam yang tewas di tangan polisi Minneapolis, Amerika Serikat. Laki-laki itu terbaring tak berdaya di bawah mobil dengan leher tercekik karena polisi bernama Derek Chauvin menekan titik nadinya dengan lutut.

Pada 25 Mei 2020, empat orang polisi termasuk Derek Chauvin menangkap GeorgeFloyd dengan tuduhan pemalsuan cek. Dalam video yang beredar secara masif di media sosial, George Floyd tidak menolak penangkapan sehingga polisi seharusnya membawanya secara baik-baik.

Setelah pengusutan, ternyata ini semua berkaitan dengan isu rasialisme yang telah mendarah daging di Amerika Serikat. Masyarakat pun geram melihat tindakan brutal tersebut dan mengadakan sejumlah protes sejak 26 Mei 2020. Terdapat lebih dari 50 negara bagian yang terlibat. Bahkan aksi pun dilakukan di negara lain seperti Jerman, Prancis, dan lain sebagainya. 

Derek Chauvin dan tiga polisi lain awalnya hanya dijatuhi hukuman third-degree murders (pembunuhan yang tidak disengaja). Namun karena desakan dari masyarakat, hukuman diubah menjadi second-degree murders (pembunuhan disengaja namun tak direncanakan).

Selama aksi berlangsung, terungkap puluhan atau bahkan ratusan nama orang kulit hitam yang mati karena tindakan kekerasan dan rasisme orang kulit putih selain George Floyd. Di antaranya adalah Breonna Taylor, Eric Garner, Natasha McKenna, dan lain-lain. Itulah kenapa #SayTheirNames ikut bertengger di worldwide trend Twitter. 

Aksi ini bisa dibilang mengubah dunia karena mendapatkan sorotan dari masyarakat global. Tujuan tuntutan ini bukan semata-mata untuk menghukum polisi tersebut, namun untuk menyingkirkan sistem sosial yang mendiskriminasi orang kulit hitam dan people of color lainnya. #BlackLivesMatter tidak hanya berarti sekarang saja, tapi juga di masa lalu dan masa depan. 

Masih ingat aksi mahasiswa yang terjadi di tahun 2019 lalu? Berlangsung dari tanggal 19 September 2019, mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia turun ke jalan untuk menyampaikan tuntutan seperti berikut ini:

• Penundaan RKUHP;
• Revisi terhadap UU KPK yang dinilai melemahkan badan antikorupsi tersebut;
• Penolakan pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan;
• Penolakan pasal bermasalah dalam RUU Pertahanan;
• Mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual;
• Penghentian penangkapan aktivis. 

Kenapa aksi ini bisa dibilang sangat besar dampaknya? Pertama, mahasiswa berhasil membuat pemerintah termasuk anggota legislatif untuk mendengarkan aspirasi mereka. Aksi ini juga bisa dibilang menyatukan mahasiswa di seluruh Indonesia. Dukungan masyarakat pun sangat kuat untuk para demonstran. 

Banyak pihak yang menyebut bahwa demonstrasi ini mengingatkan mereka dengan aksi Malari 1974 dan aksi mahasiswa 1998. Bedanya, kali ini aksi lebih bergaung karena diikuti dengan berbagai aktivisme di media sosial yang menjadi ciri dari Millennials dan Gen Z.

Sehari setelah Trump dilantik menjadi presiden Amerika Serikat, yakni 21 Januari 2017, lebih dari 470 ribu orang berkumpul di Washington DC. Mereka menuntut Trump yang dituduh telah melakukan berbagai pelecehan seksual terhadap 25 perempuan. Aksi penentangan terhadap perilaku misoginistik ini disebut sebagai Women’s March.

Aksi pembelaan terhadap hak asasi perempuan ini kemudian diikuti oleh lebih dari tiga juta orang di seluruh dunia. Dilansir dari History.com, 600 aksi pun dijalankan di berbagai negara bagian AS dan 81 negara dalam hari yang sama.

Women’s March 2017 pun mengawali aksi untuk membela hak perempuan, transgender, dan komunitas LGBTQ+. Akhirnya, Women’s March pun menjadi aksi tahunan yang dilaksanakan di hampir semua negara di dunia.

Berikutnya ada gerakan Arab Spring. Dimulai di Tunisia, Afrika Utara pada Desember 2010, sebenarnya ini merupakan serentetan gerakan anti pemerintah yang terjadi di negara Timur Tengah, seperti Libya, Mesir, Yaman, Siria, Bahrain, dan lain-lain. 

Tuntutan yang disuarakan para demonstran meliputi tindakan diktator dari pemerintah, rezim yang brutal, masalah pengangguran yang tak terselesaikan, hingga harga-harga yang terus dinaikkan. 

Pemerintah setempat pun tampaknya tidak senang dengan gerakan ini. Sebagai balasan, mereka terus melakukan kekerasan, menutup situs-situs yang dinilai memberontak, hingga mematikan internet. 

Arab Spring menjadi aksi yang powerful karena dilaksanakan di berbagai negara dan berlangsung hingga sekitar tahun 2013. Tak hanya itu,  aksi ini juga menjadi salah satu pelopor aksi demonstrasi yang terorganisasi berkat bantuan dari media sosial. 

Walaupun begitu, keberhasilan dari Arab Spring sulit untuk ditentukan. Dilansir dari History Collection, ini karena stabilitas dan progresnya berbeda-beda di setiap negara. Bahkan ada pula negara yang tidak mencapai hasil apa pun dan hanya mendapatkan kekerasan serta kehancuran.

9 November 1989 adalah hari yang bersejarah bagi warga Jerman. Sebelum hari itu, negara tersebut terbagi menjadi Jerman Timur dan Jerman Barat dengan Tembok Berlin sebagai pemisahnya. 

Hari itu menjadi puncak dari protes yang dilakukan sekitar 500 ribu warga Jerman Timur. Mereka memprotes sistem komunisme yang dianut pemerintah dan meminta agar Tembok Berlin diruntuhkan sehingga Jerman Timur dan Jerman Barat bisa bersatu kembali.

Perlu diketahui bahwa pada awalnya Jerman tidak terbagi seperti itu. Setelah Perang Dunia Kedua, Jerman dikuasai oleh dua pihak yang berbeda. Jerman Timur oleh Soviet sedangkan Jerman Barat oleh Sekutu. 

Orang-orang yang tidak tahan dengan pemerintahan komunis pun pindah ke Jerman Barat. Hal ini memantik amarah pemerintah Jerman Timur hingga akhirnya mereka membangun Tembok Berlin pada 1961.

Namun akhirnya, setelah deretan protes dilakukan, pada 9 November 1989, para demonstran Jerman Timur diperbolehkan masuk ke wilayah Jerman Barat. Tentu hal ini tidak berlangsung dengan lancar, banyak cekcok mulut dan aksi yang terjadi antara warga dan aparat. 

Pada saat itu, Tembok Berlin tidak langsung diruntuhkan. Namun inilah pertama kalinya batasan antara dua negara yang sebenarnya “bersaudara” itu lenyap. Pada 13 Januari 1990, tembok tersebut secara resmi dihancurkan oleh militer Jerman Timur. 

Berikutnya ada Tiananmen Square, aksi demonstrasi mahasiswa Tiongkok pada pertengahan 1989. Mereka memprotes sistem komunisme yang berlaku di negara tersebut karena dinilai terlalu mengekang hak-hak rakyat. Pemerintah melakukan berbagai monopoli, sensor pada media, dan tindakan-tindakan opresi lainnya.

Para mahasiswa menuntut agar hak asasi manusia dan kebebasan lebih dijunjung. Namun pemerintah justru memperketat pertumbuhan ideologi liberalisme di kalangan masyarakat. Mereka bahkan memecat Hu Yaobang, sekretaris jenderal Partai Komunis Tiongkok yang mendukung gerakan demokrasi di negara tersebut. Hu pun meninggal tak lama setelah itu, dan hal ini semakin menyulut kemarahan rakyat.

Hingga akhirnya pada 4 Juni 1989, sekitar satu juta orang berkumpul di Tiananmen Square untuk memprotes. Peristiwa ini disiarkan ke seluruh dunia. Perlu diketahui bahwa Tiananmen Square adalah lapangan yang berada di pusat kota Beijing, Tiongkok. Tindakan demonstran yang memadatinya tentu membuat pejabat sulit untuk bergerak. 

Pemerintah yang semakin geram pun mengirimkan sejumlah tank untuk menembakkan api ke arah demonstran yang berusaha menghalanginya membuka jalur Tiananmen Square. Salah satu momen paling emosional ditangkap melalui gambar di atas. Terlihat seorang laki-laki berdiri di hadapan tank untuk menghalangi jalan mereka. Bagaimana nasib lelaki itu pun tak diketahui hingga saat ini. 

Aksi Tiananmen Square ini juga tak bisa diukur keberhasilannya. Sebab, hingga sekarang pemerintah Tiongkok masih memberlakukan berbagai hukum seperti sensor media, internet, dan kebebasan kepemilikan. Tak hanya itu, jika kamu mencari kata “Tiananmen Square” di Baidu (mesin pencari Tiongkok), semua artikel yang berkaitan dengan peristiwa protes itu tidak akan ditemukan.

The Storming of the Bastille bisa dibilang merupakan salah satu aksi demonstrasi paling legendaris. Di tahun 1789, Paris, Prancis sedang menghadapi krisis yang besar. Rakyat kekurangan makanan dan kelaparan sedangkan mereka harus membayar pajak yang sangat tinggi untuk menebus hutang dari King Louis XVI yang saat itu berkuasa.

Hidup yang tak menentu dan politik yang tidak stabil terus menyulut amarah rakyat Paris kepada pemerintah. Hingga akhirnya pada Juli 1789, mereka menerobos masuk ke Bastille.

Bastille sebenarnya merupakan penjara. Namun bangunan tersebut juga menjadi simbol kekuasaan, kekayaan, dan tirani dari pemerintah Paris. Rakyat merusak penjara tersebut, membebaskan sejumlah napi, dan bahkan memenggal kepala pemimpin Bastille.

Semua ini terjadi pada 14 Juli 1789 yang kemudian mengawali gerakan Revolusi Prancis. Lalu bagaimana dengan sang raja? Tak lama setelah Bastille dikuasai, Louis XVI dan istrinya digulingkan dari tahta dan dibunuh. Sistem monarki yang telah lama dianut oleh Prancis pun terkubur bersamanya digantikan dengan sistem republik. 

Itulah sejumlah aksi demonstrasi paling powerful dan berdampak besar yang pernah terjadi di dunia. Selain yang telah disebutkan di atas, sebenarnya masih banyak aksi protes lainnya, lho. Seperti The March On Washington yang dipimpin Martin Luther King Jr, Salt March Mahatma Gandhi, Orange Revolution, Iraq War Protest, dan lain-lain.