Sensasi panas dan terbakar saat makan makanan pedas sebenarnya bukan rasa, melainkan reaksi tubuh terhadap zat kimia bernama capsaicin. Capsaicin bekerja dengan menempel pada reseptor panas di saraf sensorik, tepatnya reseptor TRPV1 atau Transient Receptor Potential Vanilloid 1. Reseptor ini biasanya aktif ketika tubuh merasakan suhu tinggi, seperti saat menyentuh benda panas.
Saat capsaicin menempel pada reseptor tersebut, otak mengira kamu sedang mengalami panas ekstrem, padahal sebenarnya tidak. Akibatnya, tubuh bereaksi seperti sedang “kepanasan”, muncul sensasi terbakar di mulut, keringat mengucur, air mata keluar, dan hidung berair.
Jadi, faktor genetik dan kebiasaan jadi kunci utama mengapa kemampuan pedas tiap orang berbeda. Nah, setelah tahu rahasianya, siap menantang diri dengan cabai yang lebih ekstrem?
Kenapa ada orang yang tahan pedas dan ada yang tidak? | Karena jumlah dan sensitivitas reseptor TRPV1 di lidah tiap orang berbeda. Semakin banyak reseptornya, semakin kuat rasa pedas yang dirasakan. |
Apakah kemampuan makan pedas bisa dilatih? | Bisa. Dengan sering mengonsumsi makanan pedas secara bertahap, tubuh akan terbiasa dan toleransi terhadap capsaicin meningkat. |
Apakah faktor genetik berpengaruh pada toleransi pedas? | Ya, genetik menentukan seberapa sensitif reseptor TRPV1 seseorang terhadap capsaicin, sehingga memengaruhi kemampuan menahan pedas. |
Kenapa rasa pedas bisa bikin berkeringat dan menangis? | Karena otak mengira kamu sedang kepanasan, lalu memicu respons tubuh seperti mengeluarkan keringat, air mata, dan hidung berair. |
Referensi
"Why Some People Tolerate Spicy Foods Better Than Others". McGill University. Diakses Oktober 2025.
"Why Can Some People Handle Spicy Food Better Than Others?". Heat Supply. Diakses Oktober 2025.
"Is Spice Tolerance Genetic?". Kean Health. Diakses Oktober 2025.
"How To Increase Your Spice Tolerance". BBC. Diakses Oktober 2025.