Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menguak Penemuan Fosil Bayi Enantiornithes yang Jadi Titik Terang Evolusi Burung

dailymail.co.uk

Peneliti telah berhasil menemukan sebuah fosil paling langka diantara fosil lainnya yaitu sebuah fosil bayi burung yang diperkirakan sudah berumur 127 juta tahun dan hidup di masa ketika dinosaurus masih menguasai dunia. Burung yang dinyatakan sudah punah antara 250 sampai 66 juta tahun lalu, termasuk burung purba berjenis Enantiornithes.

Fosil Enantiornithes yang ditemukan ini menjadi salah satu spesimen bertubuh lengkap dan terkecil diantara fosil unggas mesozoikum yang pernah ditemukan sebelumnya, seperti yang dilansir oleh BBC dan Phys.org. Yuk, cari tahu lebih lanjut tentang penemuan ini.

1. Fosil bayi burung berjenis Enantiornithes paling sulit untuk ditemukan

PHYS

Ilmuwan dunia mengakui bahwa fosil hewan yang paling sulit dan sangat jarang untuk ditemukan adalah fosil bayi burung Enantiornithes. Peneliti dari berbagai negara di dunia seperti AS, Inggris, Swedia, dan Spanyol sekarang mulai meneliti lebih jauh mengenai tulang-tulang bayi burung Enantiornithes yang telah menjadi fosil. Ketika paleontolog berhasil menemukan fosil ini di Las Hoyas, Spanyol, beberapa tahun lalu, belum ada minat dari para ilmuwan untuk meneliti lebih lanjut mengenai hewan ini. Barulah sekarang mereka mulai mendalami lebih lanjut mengenai unggas purba tersebut.

Fosil Enantiornithes yang masih bayi ini ukurannya kurang dari 5 cm, lebih kecil dari ukuran rata-rata jari kelingking manusia dewasa, dan beratnya hanya 10 gram ketika masih hidup. Ia juga memiliki gigi dan jari bercakar yang terletak di setiap sayap, tidak jauh berbeda dari burung atau unggas di zaman modern seperti sekarang. 

2. Hal terunik dari penemuan fosil ini adalah bayi burung itu mati tidak lama setelah menetas

BBC

Setelah penelitian lebih lanjut, para ilmuwan menyimpulkan bahwa bayi burung Enantiornithes ini mati tidak lama setelah menetas dari telurnya. Penyebab ataupun alasan utama bagaimana dirinya dapat terbunuh masih belum dapat ditentukan oleh peneliti yang berkumpul di lab forensik University of Manchester, Inggris. Tapi menurut mereka, kematian bayi burung ini dan penemuan fosilnya menjadi berkah tersendiri, karena mereka akhirnya dapat meneliti lebih lanjut mengenai perkembangan struktur tulang unggas dari masa itu.

Mereka juga menyatakan bahwa kematian burung ini bisa jadi disebabkan belum berkembangnya tulang keras yang ada di sayap, sehingga ia tidak dapat terbang untuk lari dari ancaman predator di darat. Meskipun begitu, peniliti tidak menemukan adanya unsur penyerangan dari predator pada tulang fosil tersebut, dan masih diperlukan penilitian lebih lanjut mengenai bagaimana cara mereka bertahan hidup ketika masih bayi, apakah dapat terbang, berlindung bersama induknya, atau bertahan hidup sendiri setelah penetasan.

3. Fosil ini membantu peneliti untuk mempelajari lebih lanjut mengenai perkembangan evolusi unggas yang pernah terjadi

Pinterest

Penemuan fosil bayi Enantiornithes sangat membantu peniliti dan ilmuwan dunia dalam mempelajari perkembangan sistem tulang unggas purba pada masa mesozoikum. Karena fosil ini berada dalam keadaan utuh dan tidak ada tulang yang terpisah-pisah, maka dengan menggunakan metode analisis pengerasan fosil, peneliti dapat mempelajari pembentukan tulang dari burung berjenis Enantiornithes ini.

Setiap jurnal yang mencatat penelitian bayi Enantiornithes tentunya akan sangat membantu penambahan data dari evolusi unggas purba hingga modern yang telah mengalami perubahan cukup siginifikan. Baik dalam postur tulang, bulu, hilangnya gigi, ukuran, dan lamanya penetasan. Hal ini terus berubah mengikuti perkembangan evolusi unggas. Maka dari itu, ilmuwan lebih mengutamakan penemuan fosil bayi hewan yang utuh, karena dari situ mereka dapat mempelajari pertumbuhan sistem tulang dan tubuh mereka secara detil.

Nah, dengan ditemukannya fosil bayi burung Enantiornithes ini, mudah-mudahan semakin membuka tabir ilmu pengetahuan tentang evolusi.

Share
Topics
Editorial Team
Karl Gading S.
EditorKarl Gading S.
Follow Us