Napoleon kembali (commons.wikimedia.org/Charles de Steuben [1788-1856])
Akibat kembalinya Napoleon menguasai Prancis setelah terbebas dari pengasingannya, menimbulkan kekhawatiran di seluruh Eropa. Napoleon dianggap mengganggu keseimbangan kekuatan di Eropa, sehingga negara-negara besar di Eropa tidak mau menerima kehadiran Napoleon.
Negara-negara besar yang terdiri dari Kerajaan inggris, Prusia, Belanda, Rusia, Austria dan beberapa negara Germanic berkoalisi untuk melawan Prancis dan menyebut kekuasaan Napoleon Bonaparte atas Perancis sebagai tidak sah. Koalisi tersebut merencanakan untuk memobilisasi 5 kekuatan militer yang terdiri dari 105,000 orang tentara di bawah pimpinan jendral Inggris Arthur Wellesley atau sering disebut sebagai Duke of Wellington, 120,000 tentara kerajaan Prusia dibawah pimpinan Marsekal Gebhard Leberecht Von Blucher, 200,000 orang tentara Kerajaan Austria, 120,000 orang tentara Rusia dan 75,000 orang Austro-Italia.
Tetapi untuk memobilisasi 5 kekuatan militer itu tentu memerlukan waktu yang panjang. Situasi ini dimanfaatkan Napoleon dengan baik dengan menyerang satu persatu kekuatan militer tersebut sebelum mereka dapat dimobilisasi dan menempatkan kekuatannya pada posisi masing-masing untuk mengepung dan menyerang Perancis. Kebetulan waktu itu yang sudah siap berada di posisinya adalah pasukan dari Duke of Wellington yang memimpin pasukan multinasional yang terdiri dari pasukan Inggris yang didukung oleh beberapa negara dan Gebhard Leberecht Von Blucher yang memimpin pasukan Prusia.
Kedua pasukan itu berada di tempat yang berdekatan yaitu di Netherlands bagian Selatan yang sekarang termasuk wilayah negara Belgia. Pasukan Blucher berada di Ligny sedangkan pasukan Wellington ada di Quarter Brass.
Kedua pasukan itulah yang akan menjadi target pertama serangan dari Napoleon Bonaparte di bulan April 1815 dengan harapan Napoleon sudah dapat menaklukkan kedua pasukan itu sebelum pasukan Rusia dan Austria tiba.