Sejarah Keluarga Rockefeller, Berasal dari Mana Kekayaannya?

Pernah dengar nama Rockefeller? Yap, keluarga Rockefeller terkenal sangat kaya. Pasalnya, keluarga Rockefeller adalah keluarga terkaya ke-42 di Amerika pada 2024, seperti yang dilansir Forbes. Meskipun demikian, keluarga Rockefeller tidak begitu berpengaruh seperti di masa lalu.
Sepanjang tahun 1900-an, keluarga Rockefeller berada di puncak daftar keluarga terkaya di Amerika. Keluarga Rockefeller berkecimpung dibidang politisi dan pengusaha terkemuka. Itu sebabnya, keluarga Rockefeller bisa dengan mudah ditemukan di berbagi meja dengan para pemimpin asing saat itu.
Namun, bukan berarti kejayaan keluarga Rockefeller sudah runtuh saat ini. Keluarga ini masih cukup berpengaruh, kok. Hanya saja dengan cara yang berbeda. Pertanyaannya, bagaimana, sih, keluarga Rockefeller bisa sampai dititik kesuksesannya? Rupanya, hal ini dimulai pada Era Industri 1800-an, ketika John D Rockefeller membangun bisnis.
1. John D Rockefeller sukses berkecimpung di industri minyak bumi
Jika kita membahas tentang minyak mentah di abad ke-21, topik ini jelas merupakan topik yang sensitif. Bagaimana tidak, polusi dan perubahan iklim sangat erat kaitannya dengan bahan bakar fosil. Jadi, pandangan tentang industri minyak terkesan sangat negatif. Namun, pada pertengahan abad ke-19, pandangan publik saat itu sangat berbeda.
Endapan minyak bumi menjadi hal yang sudah diketahui sebagian besar orang pada saat itu, dan dianggap sebagai bisnis kecil-kecilan. Namun, penelitian ilmiah tentang minyak, khususnya tentang pemurniannya, rupanya mengubah banyak hal. Pengolahan atau pemurnian minyak mentah ternyata dapat menghasilkan minyak tanah, bahan bakar untuk lampu atau lentera.
Nah, minyak tanah jauh lebih baik dari pada minyak ikan paus yang umumnya digunakann pada saat itu. Praktik ini ditampilkan dalam film In the Heart of the Sea (2015). Akhirnya, minyak tanah pun menjadi komoditas yang digandrungi banyak orang, terutama di Pennsylvania, AS, tempat industri minyak berkembang pesat.
Di situlah John D Rockefeller muncul. Tinggal di Cleveland, Ohio pada saat itu, John cukup aktif untuk ikut serta dan memperluas industri minyak yang sedang berkembang. Di samping itu, ia adalah seorang pengusaha yang jeli terhadap profit. Ia mengubah industri minyak dan mengalahkan pebisnis-pebisnis minyak lainnya.
2. John D Rockefeller mendirikan Standard Oil Company hingga bisa membeli perusahaan lain dan jadi pelopor
Begini, pada pertengahan tahun 1800-an, era Wild West sangat menguntungkan bagi pebisnis besar. Kebijakan antimonopoli belum berlaku. Nah, perusahaan Standard Oil yang dipelopori John D Rockefeller benar-benar mengeksploitasi kekayaan alam pada saat itu.
Dikutip Biography, dalam waktu dua tahun sejak bisnisnya dibuka, John D Rockefeller menjalankan kilang minyak terbesar di daerah tempat tinggalnya, Ohio. Pada 1870, ia mendirikan Standard Oil Company. Perusahaan ini hanya butuh beberapa tahun untuk membeli hampir semua bisnis pesaing lokalnya. Dalam satu dekade sejak mendirikan kilang, John menjadi pemimpin monopoli pertama di Amerika Serikat. Ia menjalankan bisnis kilang minyak ini dari satu pantai ke pantai lainnya.
John D Rockefeller melangkah lebih jauh dengan strategi integrasi vertikal (memiliki setiap bagian dari proses pemurnian minyak, alih-alih hanya memiliki banyak kilang). Ia mulai membeli kayu, dan Standard Oil membuat barelnya sendiri untuk pengiriman minyak, alih-alih membeli barel. Hal yang sama berlaku untuk pipa pengangkut minyak, yang juga dimiliki John D Rockefeller. Ia bahkan memiliki ahli kimianya sendiri untuk mencari cara yang lebih baik untuk memurnikan minyak dan mengurangi limbah.
3. John D Rockefeller pintar memangkas anggaran dan mencari peluang
John D Rockefeller selalu mencari cara untuk menghemat uang, demi mendapat keuntungan. Seperti yang dijelaskan Foundation for Economic Education, pada saat itu, produk utama dari proses pemurnian yang diminati orang adalah minyak tanah, tetapi itu hanya sekitar 60 persen dari produk yang dihasilkan lewat pemurnian. Sebab, minyak bumi juga bisa menghasilkan bensin, bahan kimia lain, dan tar yang biasanya dibuang begitu saja.
Rupanya, John D Rockefeller melihat peluang yang berbeda. Ia mempekerjakan ahli kimia untuk mencari kegunaan produk sampingan minyak mentah lainnya. Nah, akhirnya bensin bisa digunakan untuk bahan bakar lain, tar dapat digunakan untuk pengaspalan, dan bahan kimia lainnya dijual untuk digunakan dalam berbagai produk, seperti minyak dan parafin.
Intinya, John D Rockefeller ini rela melakukan penelitian untuk menciptakan sesuatu. John juga membeli ladang minyak dan endapan bijih yang menurut para pemimpin industri lainnya hanya membuang-buang waktu. Lalu apa yang terjadi? Yap, John akhirnya membuktikan bahwa semua pebisnis itu salah. Sebab, ladang minyak ini menghasilkan keuntungan besar baginya, terutama untuk jangka panjang.
4. Standard Oil menjual minyaknya dengan harga di bawah pasaran, yang membuatnya diminati dan untung besar
Pada dasarnya, John D Rockefeller menawarkan produk terbaik dengan harga termurah. Pasalnya, sebelum John memasuki dunia perminyakan dan mengoptimalkan proses penyulingan minyak, harga minyak berkisar 58 sen per galon. Harganya bahkan pernah mencapai 13,75 dolar AS atau setara dengan Rp226 ribu selama Perang Saudara AS, sebagaimana yang dijelaskan Foundation for Economic Education.
Namun, hanya beberapa tahun setelah John D Rockefeller membangun Standard Oil dan mulai membeli pesaingnya, harga minyak tersebut turun menjadi 30 sen per galon. Lalu, dalam waktu sekitar 15 tahun, harganya turun lagi menjadi 8 sen per galon. Sangat diluar dugaan siapa pun.
Namun, hal ini membuat jengkel pesaingnya. Meski begitu, harga yang murah justru diminati banyak warga AS. Para pekerja bisa menyalakan lampu rumah mereka dengan biaya yang rendah, atau satu sen per jam. Jadi, tidak mengherankan jika orang-orang beralih ke Standard Oil.
Namun, ide yang sama ini tidak hanya ditujukan kepada pelanggannya, John D Rockefeller semakin menekan pesaingnya karena bekerja sama dengan perusahaan kereta api. John menawarkan perusahaan kereta api untuk menjual minyaknya dengan harga murah, dan kesepakatan yang mereka buat sama-sama menguntungkan.
5. John D Rockefeller sangat memanusiakan karyawannya
Zaman Keemasan di Amerika Serikat atau yang disebut Gilded Age, terjadi pada pertengahan abad ke-19. Zaman ini terkenal dengan bos-bos yang tamak, suka mempekerjakan pekerjanya secara berlebihan, dan menggaji pekerjanya dengan upah yang sangat rendah, hingga bisa dibilang tidak manusiawi.
Namun, John D Rockefeller adalah bos yang berbeda. Sebab, John menggaji pekerja di pabriknya dengan upah yang jauh lebih tinggi dari pada yang diberikan oleh pesaingnya. Ia dikenal sebagai orang yang liberal, suka memuji, bersikap lembut dengan pekerjanya, dan bekerja bersama karyawannya. Ia bahkan pernah menyingsingkan lengan bajunya, karena memuat barel minyak ke dalam kereta api pada pagi-pagi buta. Itulah yang membuat John D Rockefeller sangat dihormati.
Tak hanya karyawannya, para manajernya juga menyukai sikap baik John D Rockefeller. Yap, para manajernya diberikan liburan panjang dan tetap dibayar penuh. Intinya, John sangat peduli dengan kesejahteraan para karyawannya dan menghargai semua gagasan mereka. Menurutnya, jika karyawannya cukup istirahat dan bahagia, mereka dapat berkontribusi lebih banyak. Itulah yang terjadi, para karyawannya pun antusias memberikan yang terbaik bagi perusahaan, dan bagi pemimpin mereka yang dianggap baik itu.
6. Standard Oil masuk pasar internasional
Standard Oil memang dikaitkan dengan Amerika Serikat, mengingat banyak bisnisnya yang dikelola di AS. Namun, tidak semuanya, lho. John D Rockefeller juga membuat gebrakan di tingkat internasional, dan ia mati-matian agar rencananya berhasil.
John D Rockefeller memperluas jangkauan Standard Oil ke negara-negara lain di Eropa dan Asia. Adapun, Standard Oil menawarkan kualitas yang sama dengan yang ditawarkan ke pasar Amerika. Meski begitu, bukan berarti ia tidak menghadapi persaingan.
Rupanya, Rusia juga telah memasuki pasar internasional, dan berhasil memperoleh keuntungan besar. Rusia memiliki akses yang lebih mudah untuk menjangkau pasar Eropa dan Asia ketimbang perusahaan Amerika. Yap, Rusia hanya membutuhkan perjalanan darat. Di sisi lain, ladang minyak Rusia dapat menghasilkan lebih banyak minyak dari pada ladang minyak Amerika di Pennsylvania atau Ohio (rata-rata sekitar 60 kali lebih banyak).
Namun, John D Rockefeller bertekad untuk menjadi yang lebih unggul. Ia pun punya cara baru untuk membuat barel, dengan lebih sedikit anggaran, tetapi mempertahankan kualitas. John mempekerjakan teknisi untuk memperbaiki kapal tanker uap yang sudah tidak terpakai untuk mengangkut minyak. Cara ini pun terbukti ampuh memangkas biaya pengiriman.
Kemudian, John D Rockefeller mengirim karyawannya ke luar negeri untuk mempelajari pasar luar negeri. Nah, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan produknya dengan pasar tersebut. Ia bahkan menurunkan harga minyaknya hingga hampir 5 sen per galon, atau tidak menghasilkan untung sama sekali. Namun, semua itu dilakukannya demi mempertahankan pasar luar negerinya. Pada akhirnya, ia cukup berhasil.
7. Standard Oil terbukti melanggar hukum dan John D Rockefeller mencari cara untuk menghindari hal tersebut
Umumnya, pemerintah Amerika tidak menyetujui monopoli. Namun, saat Standard Oil menjadi monopoli besar pertama di Amerika, John D Rockefeller pun menjadi sasaran empuk pemerintah AS. Di mata banyak orang, termasuk Kongres AS, kesuksesan Standard Oil tumbuh terlalu pesat dan dianggap mengganggu. Hal yang sama pun dikeluhkan perusahaan lain pada saat itu.
Di situlah Undang-Undang Antimonopoli Sherman mulai berlaku. Dikutip History, undang-undang tersebut disahkan pada 1890 untuk melarang apa pun yang menghambat perdagangan AS. Nah, monopoli termasuk dalam hal itu. Jadi, Standard Oil dianggap melanggar hukum oleh Mahkamah Agung Ohio.
Mengejutkannya, Standard Oil sempat dibubarkan. Meskipun begitu, perusahaan itu dipecah dan dioperasikan oleh manajemen baru, dan semuanya masih terafiliasi dengan Standard Oil. Hirarki dari para petinggi Standard Oil tidak berubah sama sekali. Selain itu, John D Rockefeller dan dewan direksinya masih menjalankan semuanya.
Kendati demikian, tidak semuanya berjalan mulus. Sebagian besar cabang tersebut akhirnya masuk ke dalam satu perusahaan induk besar, yang juga terbukti melanggar Undang-Undang Antimonopoli Sherman, dan bangkrut lagi. Pada 1911, Standard Oil secara efektif ditutup dan digantikan oleh sejumlah perusahaan yang lebih kecil, seperti ExxonMobil, yang kemudian sahamnya dimiliki oleh keluarga Rockefeller.
8. David Rockefeller dan bank yang dikelolanya
Banyak yang mengaitkan kalau hampir seluruh kekayaan keluarga Rockefeller diperoleh dari keberhasilan John D Rockefeller di industri minyak. Namun, John D Rockefeller bukan satu-satunya keluarga Rockefeller yang menambang kesuksesan, lho. Rupanya, cucu John D Rockefeller yang bernama David Rockefeller, menjadi tokoh yang cukup terkenal di dunia perbankan.
Seperti yang dijelaskan World Finance, David Rockefeller bekerja di Chase Manhattan Bank tak lama setelah berakhirnya Perang Dunia II. Di sisi lain, keluarganya memang memiliki saham di perusahaan tersebut. Namun, tak hanya berbekal privilege dari keluarganya, David juga membuktikan bahwa dia punya kemampuan yang tidak biasanya. Hingga akhirnya, ia menjadi CEO di perusahaan tersebut pada 1969.
Setelah itu, David Rockefeller mencoba memperluas jangkauan Chase Manhattan Bank. Ia pun memperluas perusahaan tersebut dengan keliling dunia dan bertemu dengan banyak kepala negara di seluruh dunia. Beberapa orang menganggap hal tersebut tidak penting dan hanya menghabiskan anggaran saja.
Namun, David Rockefeller membela diri. Ia mengatakan bahwa perjalanan keliling dunia itu membuat Chase Manhattan Bank semakin terkenal di luar negeri. Nah, rupanya, pernyataan dari dua sisi ini ada benarnya juga. Sebab, di satu sisi, bisnis internasional Chase Manhattan melambung pesat. Namun, di sisi lain, kinerja domestiknya justru terpuruk, dan tertinggal dari pesaingnya.
Pada 1980, David Rockefeller dan Willard Butcher berhasil memperbaiki masalah tersebut, dan menggandakan pendapatan Chase Manhattan Bank. Chase Manhattan Bank bahkan membangun kantor pusatnya di dekat Wall Street. Investasi tersebut akhirnya mengarah pada pengerjaan proyek World Trade Center.
9. Laurance Rockefeller dan kesuksesannya di Wall Street
Nama Rockefeller akhirnya menyentuh beberapa bidang yang berbeda, dan bukan hanya industri minyak. Hal ini dilanjutkan oleh cucu-cucu John D Rockefeller, salah satunya Laurance Rockefeller. Cucu laki-laki John D Rockefeller ini berhasil mengukuhkan kekuatannya di Wall Street, sekaligus menjadi pelopor kapitalisme ventura. Intinya, ia berkecimpung dalam bidang saham, investasi, dan semacamnya.
Langka besar pertamanya dimulai dengan pendirian Eastern Airlines, yang saham terbesar dipegang oleh Laurance Rockefeller hanya dalam beberapa tahun saja. Namun Perang Dunia II menunda bisnisnya. Setelah itu, ia mengambil berbagai investasi yang cukup luas, sebagian besarnya di bidang ilmiah dan teknologi.
Serius, deh, bidang-bidang yang Laurance Rockefeller investasikan bisa dibilang cukup keren, seperti material komposit, termionik, tenaga nuklir, dan banyak lagi, yang tergabung dalam Rockefeller Archive Center. Yap, investasinya di bidang sains. Tak hanya itu, Laurance juga berinvestasi di Apple dan Intel. Intinya, beberapa nama terbesar di dunia elektronik saat ini.
10. Cucu-cucu John D Rockefeller berkecimpung dalam dunia politik
Cucu-cucu John D Rockefeller rupanya aktif dalam lingkup masyarakat Amerika. Jadi tidak heran, sih, jika beberapa dari mereka terjun ke dunia politik. Nah, Nelson dan Winthrop Rockefeller adalah dua bersaudara yang terlibat dalam dunia politik.
Biography melansir kabar bahwa Nelson Rockefeller adalah sosok yang sangat ambisius. Saat masih muda, atau pada 1940, Nelson bahkan mengenal Presiden Franklin D Roosevelt. Dari sana, ia beberapa kali mencalonkan diri sebagai presiden AS, tapi gagal. Adapun, ia berhasil menjabat sebagai gubernur New York selama empat periode.
Setelah pensiun dari dunia politik, Nelson Rockefeller beralih ke bidang konstruksi. Ia juga berfokus pada pendidikan, kesejahteraan, dan seni. Sesaat sebelum kematiannya, Nelson menjabat sebagai wakil presiden di bawah kepemimpinan Gerald Ford.
Winthrop Rockefeller juga memberikan kontribusi dalam bidang politik di Arkansas. Ia awalnya berkecimpung dalam dunia bisnis, tetapi terlibat dalam politik di daerah tersebut. Ia menghidupkan kembali sistem dua partai dan kemudian menjadi gubernur Arkansas selama dua periode dari 1967—1971, sebagaimana yang dijelaskan Rockefeller Archive Center.
Di bawah kepemimpinan Winthrop Rockefeller, Arkansas mengalami reformasi pada sistem pidana dan reorganisasi struktur pemerintahannya. Tak sekadar itu, ia menciptakan upah minimum pertama negara bagian.
11. Bagaimana keluarga Rockefeller mempertahankan kekayaan mereka secara turun-temurun?
Semua orang bisa menghasilkan uang, tetapi hanya segelintir orang yang bisa menyimpan dan memanfaatkan uang tersebut dengan baik. Nah, keluarga Rockefeller adalah contohnya. Bagaimanapun, keluarga Rockefeller bukanlah satu-satunya keluarga dari keturunan Industrialis Era Emas (Gilded Age). Hebatnya, keluarga Rockefeller menjadi sedikit keluarga yang berhasil mempertahankan kekayaan mereka secara turun-temurun. Yap, contohnya saja keluarga Vanderbilt, yang mengalami kebangkrutan karena tidak bisa mengelola kekayaan keluarganya dengan baik.
Jadi, bagaimana keluarga Rockefeller bisa mempertahankan kekayaannya, yang tercatat sebesar 10,3 miliar dolar AS atau setara dengan Rp169,9 triliun pada 2024? David Rockefeller, Jr menjelaskan rahasia keluarga tersebut dalam sebuah wawancara di CNBC. Ia bilang kalau keluarga besar mereka sangat kompak.
Keluarga Rockefeller mengadakan pertemuan rutin beberapa kali dalam setahun. Dalam pertemuan inilah mereka saling membicarakan masa depan dan rencana mereka. Tak hanya itu, pertemuan tersebut juga merupakan silaturahmi agar mereka tetap dekat. Mereka juga berbagi keyakinan inti keluarga, yang membuat semua orang tetap bersatu.
Namun, alasan utama mengapa kekayaan keluarga Rockefeller tetap bertahan adalah, karena Standard Oil sudah bubar sejak tahun 1911. Itu berarti, keluarga Rockefeller sudah keluar dari bisnis minyak selama lebih dari satu abad, dan mereka tidak memiliki perusahaan pusat. Hal inilah yang menghindari pertikaian antar keluarga, seperti berdebat tentang siapa yang mengelola bisnis dan siapa yang tidak. Hal ini tentu saja menghindari pertikaian dalam keluarga Rockefeller, yang menurut David Rockefeller sering terjadi pada keluarga lain yang berada dalam posisi yang sama. Di sisi lain, kekayaan mereka telah diwariskan melalui perwalian dan saham, yang tentunya sudah terikat hukum.
Sumber
https://www.forbes.com/profile/rockefeller/
12. Keluarga Rockefeller suka beramal
Oke, seperti yang mungkin kamu tahu, filantropi adalah kebaikan antar sesama, dan sifatnya dermawan. Adapun, filantropi merupakan bagian yang sangat besar dari warisan keluarga Rockefeller. Keluarga kaya ini suka beramal sejak seabad terakhir.
Filantropi menjadi tradisi keluarga Rockefeller sejak zaman John D Rockefeller berkuasa. John menyumbangkan sebagian rezekinya ke gereja-gereja. Lalu setelah pensiun, ia menyumbangkan lebih dari setengah miliar dolar untuk berbagai tujuan. Hal itu termasuk mendanai Universitas Chicago, Institut Penelitian Medis Rockefeller (sekarang Universitas Rockefeller), dan mendirikan General Education Board untuk mempromosikan pendidikan tinggi bagi semua orang.
Nah, keturunannya pun melanjutkan tradisi tersebut. Rockefeller Family Fund didirikan beberapa generasi Rockefeller kemudian untuk terus mempromosikan filantropi keluarga. Sejak saat itu, badan amal tersebut memberikan sumbangan untuk tujuan sosial dan lingkungan.
Tunggu, tujuan lingkungan? Yap, sebagian keluarga Rockefeller menentang perusahaan ExxonMobil, salah satu keturunan terbesar Standard Oil. Mereka bahkan menuntut ExxonMobil, karena dianggap berkontribusi dalam perubahan iklim. Di sisi lain, beberapa keluarga Rockefeller ini justru berinvestasi untuk energi terbarukan dan penelitian dalam mengatasi perubahan iklim.
Nama Rockefeller memang tak setenar dulu, tetapi nama Rockefeller juga tidak dilupakan betul oleh masyarakat. Peran keluarga Rockefeller masih kental terasa hingga saat ini. Keluarga ini pun sering dikaitkan dengan salah satu elit global yang memengaruhi jalannya sejarah dunia.