3 Warisan Paus Fransiskus pada Isu Lingkungan yang Sangat Berpengaruh

- Paus Fransiskus adalah pemimpin Gereja Katolik Roma dan Vatikan, dikenal progresif dan rendah hati serta sangat peduli terhadap isu lingkungan.
- Ensiklik Laudato Si' yang dirilis pada 2015 memengaruhi kesepakatan Perjanjian Paris 2015, membawa dampak global, dan menggerakkan gereja Katolik menuju tindakan iklim.
- Paus Fransiskus merilis buku "Querida Amazonia" pada 2020 yang berdampak besar secara global, serta merilis sekuelnya "Laudate Deum" pada Oktober 2023 untuk menekankan pentingnya tindakan terhadap perubahan iklim.
Paus Fransiskus adalah paus ke-266 Gereja Katolik Roma sekaligus pemimpin negara Vatikan (2013—2025). Ia dikenal sebagai pemimpin yang rendah hati, progresif, serta memiliki nasihat dan tulisan-tulisan yang sangat berpengaruh pada tata kehidupan dan keagamaan secara global. Salah satu pemikirannya yang banyak memengaruhi dunia adalah tentang kepeduliannya terhadap alam, lingkungan, serta perubahan iklim.
Paus Fransiskus dikenal sebagai pemimpin yang sangat kritis dan peduli terhadap isu-isu lingkungan. Bahkan, dalam pemilihan nama sebagai seorang paus, ia menggunakan nama dari Santo Fransiskus dari Assisi, seorang biarawan abad ke-13 yang dikenal sebagai santo pelindung ekologi. Paus Fransiskus telah banyak berkiprah dalam mendukung penyelamatan alam dari perubahan iklim dunia.
Apa saja warisan-warisan Paus Fransiskus pada isu lingkungan? Berikut deretannya yang dihimpun dari berbagai sumber.
1. Menerbitkan ensiklik Laudato Si' pada masa-masa awal pemerintahannya

Paus Fransiskus ditasbihskan sebagai paus pada tahun 2013. Selang 2 tahun kepemimpinannya, yaitu pada tahun 2015, ia menerbitkan ensiklik pertamanya berjudul “Laudato Si’, On Care For Our Common Home”. Fyi, ensiklik merupakan salah satu bentuk tertinggi dari dokumen kepausan.
Ensiklik Laudato Si’ berisi tentang risalah peran manusia dalam penciptaan di saat ancaman lingkungan meningkat. Dalam ensiklik tersebut, Paus Fransiskus menyusun ringkasan pemikiran dan ajaran Katolik tentang masalah-masalah sosial-ekologi dan memberikan gereja dan dunia sudut pandang moral dan etika untuk perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, polusi, dan tantangan lingkungan lainnya yang dihadapi planet dan penduduknya. Ia juga mengkritik “budaya konsumerisme” dan negara-negara kaya atas “utang ekologis” akibat mengeksploitasi sumber daya alam secara brutal.
Tulisan-tulisannya dalam ensiklik tersebut berhasil memancing respons global. Ensiklik Laudato Si’, yang dirilis tepat sebelum Perjanjian Paris (COP21), telah banyak memengaruhi hasil kesepakatan dalam Perjanjian Paris 2015. Selain itu, pemikiran ini juga tercermin dalam pembukaan Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Kunming-Montreal 2022.
Tidak hanya itu, pemikiran Paus Fransiskus dalam Laudato Si’ juga banyak menggerakkan gereja-gereja Katolik menuju refleksi dan tindakan yang mendalam pada bidang iklim, keanekaragaman hayati, polusi, hak-hak masyarakat adat, dan isu lingkungan lainnya. Bahkan, ini memunculkan sebuah gerakan dari aktivisme iklim yang disebut Gerakan Laudato Si’. Gerakan ini memiliki 900 organisasi Katolik serta 10.000 orang yang dikenal sebagai “animator” Laudato Si’, pemimpin di komunitas masing-masing.
2. Merilis "Querida Amazonia" sebagai bentuk kecintaannya pada alam dan masyarakat adat

Paus Fransiskus adalah paus pertama yang berasal dari Amerika Selatan. Ia lahir dan besar di Argentina, serta merupakan putra seorang imigran Italia. Sebagai seorang imigran, ia sangat vokal menyuarakan hak-hak masyarakat pribumi dan orang-orang terpinggirkan atau mengalami ketidakadilan. Ia juga tidak pernah redup mengkritisi kerusakan lingkungan, terutama yang terjadi di wilayah kelahirannya, Amerika Selatan.
Sebagai wujud upayanya memperjuangkan keselamatan alam dan masyarakat pribumi, Paus Fransiskus merilis buku berjudul “Querida Amazonia” (Yang Terhormat Amazon), pada tahun 2020. Buku ini berisi tentang permohonan luar biasa pada dunia untuk bersatu menyelamatkan hutan Amazon, yang merupakan salah satu hutan tropis yang masih tersisa saat ini. Selain itu, juga bertujuan untuk menyelamatkan suku-suku asli di wilayah hutan tersebut agar mendapatkan hak hidupnya dengan baik.
Tulisan ini juga membawa dampak yang besar secara global. Sebagai tanggapan atas advokasinya, Program lingkungan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) bermitra dengan berbagai kelompok ekologi berbasis agama untuk membentuk organisasi perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat. Hingga saat ini, organisasi ini telah beroperasi di berbagai wilayah di seluruh dunia, seperti Brasil, Peru, Kolombia, Republik Demokratik Kongo, dan Indonesia.
3. Merilis sekuel Laudato Si', yaitu Laudate Deum

Setelah delapan tahun perilisan Laudatu Si’, Paus Fransiskus merilis sekuelnya, yaitu Laudate Deum, pada Oktober 2023, tepat sebelum diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB di Dubai (COP28). Tulisan ini berisi tentang desakan serius Paus Fransiskus kepada para pemimpin dunia untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap masalah perubahan iklim yang terjadi saat ini. Di dalam ensiklik ini, Paus Fransiskus menyampaikan kritiknya dengan sangat keras terhadap para pembuat kebijakan global yang telah melenceng dari Perjanjian Paris tahun 2015.
Di dalamnya, Paus Fransiskus menunjukkan dorongan dan juga rasa frustrasi tentang pencapaian-pencapaian perjanjian internasional sejauh ini. Ia juga mengecam kelemahan politik internasional yang menilai gagal melaksanakan Perjanjian Paris yang menyerukan pembatasan kenaikan suhu global hingga di bawah 2 derajat Celsius. Selain itu, Ia juga menyoroti penggunaan bahan bakar fosil yang tidak berkelanjutan yang berperan sebagai pendorong utama perubahan iklim.
Pada penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP29) tahun 2024 di Azerbaijan, Paus Fransiskus juga mengirimkan tulisan-tulisan kritisnya untuk keselamatan alam dan lingkungan kepada PBB di tengah kondisinya yang sedang tidak sehat. Ia menuliskan pesan terkait tantangan lingkungan yang ada saat ini dan mengimbau negara-negara penyumbang gas rumah kaca terbanyak mengakui “utang ekologisnya” kepada negara lain. Ia juga menyerukan untuk pembentukan sistem (arsitektur) keuangan internasional baru yang berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, keadilan, dan solidaritas.
Selain pemikiran-pemikirannya yang sangat berpengaruh untuk isu lingkungan, Paus Fransiskus juga secara kritis menyerukan tindakan atas nama Ciptaan. Pada 1 September kalender liturgi, Ia menetapkan Hari Doa Sedunia untuk Pemeliharaan Ciptaan. Di mana pada hari peringatan ini, ia mengundang umat Katolik untuk memperingati Musim Penciptaan selama sebulan bersama umat Kristen.
Pada tahun 2019, Paus Fransiskus juga mendukung seruan untuk menjadikan “kejahatan ekologi” sebagai kejahatan kelima terhadap kedamaian pada konferensi iklim di Gereja Katolik. Kejahatan ini setara dengan genosida dan pembersihan etnis. Di mana ia juga menyatakan bahwa kejahatan tersebut adalah dosa.
Paus Fransiskus adalah paus yang dikenal sebagai sosok pejuang lingkungan yang sangat gigih. Selama 12 tahun masa kepemimpinannya, ia berhasil melahirkan pemikiran-pemikiran yang luar biasa terkait penyelamatan alam, lingkungan, dan perubahan iklim. Bahkan, esensi-esensi dari pemikirannya tersebut memengaruhi banyak pengambilan keputusan internasional, seperti dalam forum Perjanjian Paris 2015.