Potret teleskop (pexels.com/Lucas Pezeta)
Banyak teknologi kita sekarang, seperti teleskop, kamera, dan sensor bergantung pada cahaya untuk membaca data. Tapi kalau cahaya lebih lambat dari suara, pengamatan berbasis visual jadi kurang bisa diandalkan. Para ilmuwan mungkin lebih fokus mengembangkan alat yang membaca gelombang suara atau gelombang lain yang lebih cepat. Dunia penelitian berubah arah, dari melihat ke mendengar.
Misalnya, astronomi bisa jadi lebih menekankan gelombang radio dan suara bintang (seperti gelombang gravitasi) daripada cahaya bintang itu sendiri. Dalam bidang medis, CT scan dan MRI mungkin kalah penting dari alat pemantau suara tubuh. Teknologi komunikasi pun akan berkembang lebih ke arah audio ketimbang visual. Dunia akan disusun ulang dengan logika baru—logika yang mendahulukan suara dibanding cahaya.
Membayangkan cahaya lebih lambat dari suara memang seperti melanggar aturan dasar fisika. Nah justru dari pertanyaan-pertanyaan aneh seperti ini, kita bisa melihat bagaimana realitas yang kita anggap “normal” sangat bergantung pada kecepatan cahaya. Jika konstan itu diubah, hampir semua aspek kehidupan ikut berubah.
Dari cara kita melihat, bergerak, berkomunikasi, sampai membangun teknologi, semuanya akan bergeser drastis. Itulah keindahan dari sains dan imajinasi: mereka mengajak kita untuk berpikir di luar kebiasaan.