ilustrasi astronaut NASA (commons.wikimedia.org/NASA)
Sejak 1960-an, kita sudah berulang kali mengirimkan manusia ke ruang angkasa. Ada yang melintasinya dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari dan ada pula yang tinggal di atas sana selama berbulan-bulan di dalam stasiun ruang angkasa atau International Space Station (ISS). Di sana, astronaut-astronaut terpilih harus mengenakan pakaian pelindung khusus atau selalu berada di dalam ruangan ISS. Meski sudah mengenakan itu semua, para astronaut tetap merasakan beberapa efek pada tubuhnya ketika ada di ruang angkasa.
Menurut Japan Aerospace Exploration Agency, awak yang ada di ISS akan merasakan sesuatu yang diberi nama space sickness. Hal ini terjadi ketika para astronaut merasakan kekuatan gravitasi yang lemah di ruang angkasa pertama kali. Umumnya, space sickness yang dirasakan oleh astronaut dapat menimbulkan rasa sakit kepala, pusing, sampai muntah-muntah.
Kondisi ini terjadi karena salah satu organ kecil di telinga kita yang bernama vestibular tidak berfungsi secara maksimal. Di Bumi dengan kekuatan gravitasi yang normal, vestibular dapat menjaga keseimbangan tubuh dan secara konstan mengirim sinyal yang berkaitan dengan informasi gravitasi dan kecepatan ke otak. Hal ini tidak bisa dilakukan vestibular ketika tubuh manusia berada di ruang angkasa sehingga otak kita akan merasa bingung dengan kondisi di sekitar yang kemudian menimbulkan space sickness. Beruntungnya, kondisi ini hanya berlangsung selama beberapa saat saja, setidaknya sampai tubuh si astronaut mulai beradaptasi dengan kondisi ruang angkasa.
Selain space sickness, wajah para astronaut yang ada di ruang angkasa akan tampak lebih membengkak. Kondisi ini bukan penyakit, melainkan disebabkan oleh keadaan minim gravitasi di ruang angkasa yang menyebabkan cairan di tubuh astronaut, khususnya bagian wajah, tidak dapat turun ke bawah seperti di Bumi. Selain itu, selaput lendir di hidung para astronaut juga akan membengkak sehingga akan menyebabkan hidung mereka tersumbat. Sama seperti space sickness, kondisi ini bisa diatasi sendiri oleh astronaut setelah tubuhnya terbiasa berada di ruang angkasa.
Kemudian, kalau astronaut yang sudah berada lama di ruang angkasa, mereka biasanya akan merasakan pelemahan pada otot dan tulangnya, khususnya pada bagian kaki dan punggung bawah. Hal ini juga terjadi akibat kekuatan gravitasi yang lemah di ruang angkasa. Jika biasanya otot secara konstan bekerja untuk menjaga postur tubuh di Bumi dengan gravitasi yang cukup, di ruang angkasa otot-otot tersebut tidak dapat bekerja karena postur tubuh astronaut akan berada dalam kondisi yang tetap. Akibatnya, otot itu lama-lama akan melemah dan massa pada tulang juga akan berkurang.
Terakhir, paparan radiasi yang tinggi di ruang angkasa dapat meningkatkan risiko penyakit bagi para astronaut. Kalau tubuh mereka terekspos radiasi dalam waktu yang lama, bisa saja astronaut terjangkit kanker. Paparan radiasi tinggi ini terjadi karena di ruang angkasa tidak memiliki atmosfer yang berfungsi sebagai pelindung tubuh makhluk hidup dari paparan radiasi.