TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Olimpiade Tokyo 2020 Dalam Bayang-bayang Demonstrasi Perawat

Serikat perawat demo Olimpiade Tokyo sepanjang May Day

Maskot Olimpiade Tokyo 2020, Miraitowa, berpose di depan Japan National Stadium. (Facebook.com/Tokyo 2020)

Jakarta, IDN Times - Perayaan hari buruh alias May Day pada Sabtu (1/5/2021) ini, diwarnai aksi unjuk rasa para pekerja medis di Jepang. Mereka menuntut agar pemerintah Jepang bisa bersikap rasional terhadap penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020.

Para perawat merasa mereka menjadi pion yang dikorbankan atas gengsi Jepang menggelar event tersebut. Serikat Perawat Jepang melancarkan sejumlah protes dengan menolak Olimpiade Tokyo digelar.

Baca Juga: Pandemik di Jepang Semakin Parah, Olimpiade Mungkin Dibatalkan Lagi

1. Bukan pion yang dikorbankan

Dalam beberapa hari terakhir, mereka dengan gencarnya melakukan protes dengan membentangkan spanduk bertuliskan 'Bukan Pion yang Bisa Dikorbankan' dan dilengkapi dengan frasa 'Olimpiade Bukan Event Penting'.

Lewat serikat perawat, Aichi Medical Workers Federation (AMWF), protes dilancarkan. Organisasi ini terus menyuarakan penolakan terhadap Olimpiade Tokyo sejak awal pandemik COVID-19 digelar.

Mereka merasa, Olimpiade Tokyo hanya membuat beban kerja para perawat bertambah. Sebab, saat ini, menurut AMWF, jumlah perawat yang tersedia di Jepang begitu minim. Begitu laporan South China Morning Post.

"Tak cukup perawat di setiap rumah sakit. Pusat kesehatan sudah memangkas setengah dari jumlah perawat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Jadi, sudah seharusnya setiap orang merawat diri sendiri," begitu cuitan AMWF dalam akun twitter resminya, @irouren.

2. Perawat harus fokus lawan pandemik COVID-19

Seorang wanita menggunakan masker pelindung wajah, setelah mewabahnya COVID-19 berjalan melewati spanduk menyambut Olimpade Tokyo 2020 di depan gedung Pemerintah Kota Tokyo di Tokyo, Jepang, pada 6 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha

Tagar #TheOlympicsdispatchofnursetroubled menggema terus selama May Day. Para perawat berharap mendapat pengertian dari pemerintah dan panitia Olimpiade Tokyo.

Mereka merasa harus memiliki waktu istirahat yang cukup agar bisa selalu siap dalam menghadapi pandemik COVID-19.

"Setiap orang yang aktif dalam serikat pekerja bidang medis, perawatan, dan kesejahteraan, bisa bergabung dalam gerakan ini," tegas AMWF.

3. Perawat di Jepang stres sampai trauma

Twitter.com/SkySport

Demi menggelar Olimpiade Tokyo, pemerintah dan panitia mengaku setidaknya butuh 500 perawat sebagai staf medis. Jumlah ini dirasa begitu besar untuk wilayah Jepang.

Asosiasi dokter di Jepang juga menolak ide tersebut. Mereka mengaku sudah kelelahan dan tak punya banyak tenaga untuk bekerja lagi.

Terlebih, banyak perawat yang diperas tenaganya, dibayar dalam upah rendah, stres berlebihan, hingga trauma saat melihat pasien COVID-19 sekarat hingga meninggal dunia.

Baca Juga: Lalu Muhammad Zohri Diundang ke Tes Olimpiade Tokyo 2020

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya