Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret mobil F1 Ferrari (pexels.com/@jonathanborba)

Intinya sih...

  • Keberadaan Liberty Media mengubah eksklusivitas Eropa Formula 1

  • Pasar AS memicu lonjakan pendapatan dan tumbuhnya fans F1 secara global

  • Pendekatan Amerikasentris membelah antara penggemar muda dan senior

Popularitas Formula 1 di Amerika Serikat mengalami lonjakan luar biasa dalam 5 tahun terakhir. Selain menggambarkan keberhasilan ekspansi pasar, perubahan ini juga mengguncang akar tradisional olahraga ini. Sorotan lampu Las Vegas dan tayangan dokumenter Netflix menyoroti perubahan arah identitas Formula 1 yang kini tengah bergeser dari akar tradisionalnya.

Sejak Liberty Media mengambil alih kepemilikan Formula 1 pada 2017, wajah kompetisi ini perlahan berubah. Pendekatan yang lebih agresif terhadap media, keterlibatan selebritas, dan ekspansi sirkuit di AS menjadi sinyal transformasi. Namun, peralihan ini juga memicu debat kusir antara para penggemar lama yang tumbuh dengan nilai-nilai Eropa dan penonton baru yang lebih kasual.

1. Banyak yang menganggap kehadiran Liberty Media di Formula 1 mengikis ekslusivitas khas Eropa

Formula 1 lahir dari warisan balap jalan raya Eropa yang mengutamakan keahlian teknis, prestise, dan sejarah. Sejak Grand Prix pertama di Silverstone pada 1950, olahraga ini identik dengan eksklusivitas dan atmosfer elite yang menjadikan Eropa sebagai poros utama dunia F1. Sirkuit legendaris seperti Monza, Spa-Francorchamps, dan Silverstone menjadi saksi berkembangnya tradisi tersebut.

Di bawah kendali Bernie Ecclestone selama beberapa dekade, Formula 1 mempertahankan citra konservatif dan Eurosentrisnya. Ecclestone menjaga atmosfer eksklusif yang dianggap menumbuhkan nilai prestise olahraga ini, meskipun membuatnya sulit diakses khalayak umum. Bahkan, hingga awal 2010-an, F1 tetap menjadi tontonan dominan bagi penonton tua dan pria kulit putih dari kalangan tertentu.

Namun, semuanya berubah pada 2017 ketika Liberty Media mengambil alih kepemilikan Formula 1. Perusahaan asal Amerika Serikat ini membawa pendekatan komersial yang jauh berbeda dengan menekankan hiburan, narasi personal, dan pendekatan digital. Sejumlah penggemar konvensional mengeluhkan perubahan ini dengan menyebutnya sebagai bentuk komersialisasi yang mengaburkan esensi olahraga dan menggantinya dengan pertunjukan.

2. Pasar Amerika Serikat memicu lonjakan pendapatan dan tumbuhnya fans Formula 1 secara global

Setelah 2017, strategi Liberty Media secara eksplisit diarahkan untuk menaklukkan pasar Amerika Serikat. Dengan cepat, GP di Miami (2022) dan Las Vegas (2023) bergabung dengan Circuit of the Americas (COTA) di Austin yang telah ada sejak 2012, yang menjadikan AS sebagai satu-satunya negara dengan 3 balapan dalam 1 musim. Hal ini menyiratkan, pasar AS kini menjadi fokus utama dalam kalender F1.

Netflix melalui seri dokumenter Drive to Survive menjadi alat promosi paling efektif dalam menarik audiens baru. Tayangan ini memanusiakan pembalap dan menyajikan narasi dramatis yang mudah dicerna penonton awam, terutama generasi muda. F1 yang sebelumnya sulit dijangkau kini disulap menjadi serial dokumenter yang menggugah emosi dan memperluas jangkauan audiens, bahkan di luar pencinta otomotif.

Statistik mendukung perubahan ini. Menurut data yang dihimpun Motorsport pada 2025, jumlah fans F1 di AS telah mencapai 52 juta, naik lebih dari 10 persen dari tahun sebelumnya. Survei global USA Today yang dirilis pada Juli 2025 juga menunjukkan peningkatan signifikan demografi penggemar muda dan perempuan, dengan 70 persen generasi Z mengakses konten F1 tiap hari, dan 73 persen fans AS menyatakan ingin hadir langsung ke sirkuit. 

Namun, keberhasilan ini tidak lepas dari kritik. GP Las Vegas menjadi perhatian publik karena pelaksanaannya yang dikendalikan langsung F1. Banyak yang menilai harga tiket yang mencapai ribuan dolar AS dan akses terbatas membuat ajang ini kurang ramah bagi kalangan menengah.

Selain penonton, merek-merek AS turut menggiring arah kebijakan F1. Pada 2024, jumlah mitra asal AS yang terlibat di F1 mencapai angka tertinggi sepanjang masa, yakni 115 sponsor, jumlah yang stabil pada 2025. Hadirnya Cadillac di grid mulai 2026 dan rilis film Hollywood bertema F1 turut menandai bagaimana narasi F1 kini berputar di orbit budaya populer Amerika.

3. Pertumbuhan F1 turut membelah antara penggemar muda dan penggemar senior

Tidak dapat disangkal, pendekatan Amerikasentris ini membawa sejumlah keuntungan nyata bagi Formula 1. Popularitas global meningkat, fanbase menjadi lebih muda dan beragam, serta pendapatan dari sponsor naik signifikan. F1 kini dianggap sebagai satu-satunya super league global yang berhasil menjangkau penonton dari berbagai penjuru dunia tanpa menggusur eksistensi olahraga lokal.

Namun, pendekatan ini juga memunculkan konsekuensi. Beberapa elemen baru seperti sprint race, meskipun untuk meningkatkan aksi di lintasan, dianggap mengurangi otentisitas kompetisi bagi sebagian fans lama. Kritik terhadap Drive to Survive juga muncul, terutama karena dramatisasi berlebihan yang membuat olahraga tampak seperti acara realitas. Fans tradisional dari Eropa merasa nilai-nilai historis F1 seperti prestise, strategi, dan aspek-aspek teknis mulai dikaburkan narasi hiburan massa.

Penelitian yang dilakukan Aleks Panzone dari University of Luxembourg pada 2022 mengungkapkan adanya kesenjangan persepsi yang cukup signifikan. Fans muda asal Amerika Serikat, terutama yang mulai menonton setelah 2017, cenderung menyukai pendekatan F1 saat ini yang lebih terbuka dan dramatis. Sebaliknya, penggemar senior dari Eropa merasa kehilangan keterhubungan emosional karena F1 kini lebih terkesan sebagai produk hiburan dibanding olahraga.

F1 kini berada di persimpangan. Di satu sisi, mereka berhasil menaklukkan pasar baru dan menjangkau penonton lintas generasi serta gender. Namun di sisi lain, mereka menghadapi risiko mengasingkan penggemar lama dan kehilangan identitas yang selama ini menjadi pilar kejayaan mereka. Pertanyaannya kini bukan hanya tentang seberapa besar F1 bisa tumbuh, melainkan juga apakah pertumbuhan itu bisa terjadi tanpa mengorbankan warisannya.

Perubahan besar yang dialami Formula 1 karena pengaruh Amerikasentrisme membawa banyak peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi, F1 tumbuh dan menjangkau penonton yang lebih luas dari sebelumnya. Namun di sisi lain, masa depannya kini ditentukan seberapa bijak olahraga ini menjaga keseimbangan antara meraih pasar baru dan setia kepada akar tradisinya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team