Staples Center, Saksi Bisu Kebangkitan Lakers pada Milenium Baru 

Penuh kenangan bersama mendiang Kobe Bryant

Los Angeles Lakers tercatat sebagai klub NBA dengan gelar juara terbanyak sepanjang sejarah. Rekor itu hanya bisa disamai Boston Celtics, seteru abadi mereka, yang sama-sama mengoleksi 17 gelar juara liga.

Meski imbang perihal gelar juara, Lakers ternyata lebih berprestasi pada abad 21 ini. Memasuki milenium baru, mereka setidaknya telah mengantongi enam gelar juara NBA sepanjang 2000—2020. Celtics, di sisi lain, meraih gelar juara sekali saja pada periode yang sama.

Staples Center, gedung serbaguna di pusat Los Angeles, Amerika Serikat menjadi saksi bisu kejayaan Lakers pada abad 21. Ia telah menyaksikan berbagai kisah menarik yang melibatkan klub dengan ciri khas warna ungu/emas itu. Staples Center dianggap sebagai tempat sakral yang menampung sebagian sejarah Lakers yang kadung masyhur.

1. Staples Center, rumah klub-klub besar Los Angeles 

Staples Center, Saksi Bisu Kebangkitan Lakers pada Milenium Baru Staples Center (nba.com)

Staples Center berdiri megah di 1111 South Figueroa Street, Los Angeles, California, Amerika Serikat. Gedung serbaguna itu tidak hanya menjadi rumah bagi Los Angeles Lakers, tetapi juga tiga klub lainnya: Los Angeles Clippers (NBA), Los Angeles Sparks (WNBA), dan Los Angeles Kings (NHL).

Klub-klub olahraga Los Angeles bergantian menggunakan Staples Center setiap pekan. Ia merupakan salah satu gedung tersibuk di dunia. Bahkan, beberapa acara di luar gelaran olahraga pernah berlangsung di sana. Grammy Awards, misalnya, berkali-kali diadakan di Staples Center, termasuk pada 2020.

Meski menaungi banyak klub dan acara, Staples Center lebih erat kaitannya dengan Lakers. Pada halaman depannya, tepatnya di Star Plaza, terdapat patung tokoh-tokoh legendaris Lakers, seperti Earvin "Magic" Johnson, Jerry West, Kareem Abdul-Jabbar, Shaquille O'Neal, dan Elgin Baylor. Patung telah menjadi semacam simbol penghormatan bagi mereka yang berjasa mengangkat nama Lakers.

Patung Chick Hearn, penyiar Lakers yang bertugas pada 1961—2002, juga berdiri di tempat yang sama. Sementara, patung Lisa Leslie, pemain legendaris Los Angeles Sparks, menjadi patung terbaru yang berdiri di Star Plaza. Sisanya diisinya patung tokoh-tokoh hoki legendaris Los Angeles.

2. Kedatangan Phil Jackson 

Staples Center, Saksi Bisu Kebangkitan Lakers pada Milenium Baru Phil Jackson saat menangani Los Angeles Lakers dalam dua periode pada 1999—2004 dan 2005—2011 di NBA. (nba.com)

Setelah pensiunnya Magic Johnson dan berakhirnya Showtime Era pada 1990-an, Lakers belum sempat menjadi juara lagi. Mereka mengalami paceklik lantaran liga dikuasai oleh Michael Jordan dan Chicago Bulls. Pemain terbaik sepanjang masa itu mengantarkan klubnya menjadi juara enam kali, masing-masing tiga kali beruntun pada dua periode (1991—1993 dan 1996—1998).

Selain karena Michael Jordan, masa jaya Chicago Bulls bisa terjadi berkat Kepala Pelatih Phil Jackson. Sang Master Zen menjadi arsitek di balik megahnya skuad Bulls pada 1990-an. Bersama Asisten Pelatih Tex Winter, dia membimbing Jordan dkk. untuk menjalankan strategi legendaris bernama triangle offense, yang membuat Bulls mampu membangun dinasti selama hampir satu dekade.

Sayangnya, kebersamaan Phil Jackson dengan Chicago Bulls tidak berlangsung sampai ke milenium baru. Mereka berpisah pada 1998 karena masalah internal. Apalagi manajemen Bulls ingin meremajakan skuad mereka.

Beberapa pemain penting tidak diberi kontrak baru. Beberapa lainnya ditukar ke klub lain. Sementara itu, Michael Jordan memutuskan pensiun untuk kedua kalinya. Momen itu menjadi momen keruntuhan Bulls di NBA. Mereka belum pernah juara lagi hingga dewasa ini, bahkan cenderung menjadi klub semenjana.

Los Angeles Lakers, di sisi lain, memanfaatkan jeda untuk mendekati Phil Jackson. Manajemen menyodorkannya tawaran untuk pindah ke Los Angeles. Jackson pun menerima tawaran itu pada 1999. Dia membawa serta Tex Winter, rekan pentingnya sejak di Chicago Bulls, yang menjadi pengembang utama triangle offense. Winter juga berperan sebagai guru bagi Kobe Bryant muda.

Kedatangan Master Zen ke Los Angeles saat itu bertepatan dengan kepindahan Lakers ke Staples Center. Sebelumnya, mereka bermarkas di The Forum, gedung serbaguna yang terletak di Inglewood.

Segala yang terjadi pada akhir 1990-an itu lantas menjadi petanda bergantinya abad. Lakers menyambut milenium baru dengan cerita seru.

3. Era Shaq/Kobe yang melambungkan kembali nama Lakers 

Staples Center, Saksi Bisu Kebangkitan Lakers pada Milenium Baru Kobe Bryant dan Shaquille O'Neal saat menjadi juara NBA pertama kali pada 2000. (nba.com)

Sebelum Phil Jackson pindah ke Los Angeles, Lakers sudah lebih dahulu memiliki Shaquille O'Neal dan Kobe Bryant. Dua pemain bintang itu menjadi tumpuan mereka untuk mengarungi milenium baru.

Jika pada masa lampau Lakers sempat mengalami Showtime Era, awal 2000-an biasa disebut sebagai Shaq/Kobe Era. Sebab, meski bertabur bintang, konsentrasi permainan Lakers ada di tangan kedua pemain itu. Bersama Phil Jackson, keduanya menjadi semacam angin segar.

Hal itu kemudian terbukti menjelang akhir musim 1999/2000. Lakers mendominasi Wilayah Barat dan berhasil menjadi juara wilayah dengan mengalahkan Portland Trail Blazers. Mereka pun berhak melaju ke Final NBA untuk pertama kali sejak 1991, menantang juara Wilayah Timur, Indiana Pacers.

Pacers saat itu diperkuat Reggie Miller, salah satu penembak jitu tertajam dalam sejarah. Namun, Lakers yang tengah bersinar kembali, ditambah jajaran pelatih yang cerdas, mampu mengatasi perlawanan Pacers. Tidak tanggung-tanggung, mereka memenangi empat pertandingan beruntun pada babak final. Kemenangan itu membuat mereka sukses naik ke podium tertinggi.

Gelar juara pada 2000 membuka keran juara Lakers yang sempat tersendat. Sejak saat itu, mereka hampir tidak terhentikan. Shaquille O'Neal dan Kobe Bryant mengantarkan klubnya menjadi juara tiga kali beruntun pada 2000—2002. Staples Center menjadi saksi bisu kebangkitan Lakers di NBA.

4. Membangun ulang Lakers karena dirundung masalah besar

https://www.youtube.com/embed/qzcayb9KEis

Keretakan hubungan Shaquille O'Neal dan Kobe Bryant sempat membuat Lakers putus prestasi. O'Neal sendiri memilih hengkang ke Miami Heat pada 2004. Kepindahan itu sekaligus mengakhiri Shaq/Kobe Era.

Sementara itu, Bryant bertahan di Staples Center. Dia bahkan bertahan selama 20 tahun bersama Lakers. Klub Los Angeles itu merupakan satu-satunya klub yang pernah ia bela selama kariernya.

Hanya saja, sepeninggalan O'Neal, Bryant tidak lagi merasakan gelar juara NBA sampai 2009. Apalagi dia juga sempat bermasalah dengan urusan di luar lapangan. Bryant tersandung kasus kekerasan seksual yang menyeretnya ke pengadilan.

Masalah itu belum ditambah kepergian Phil Jackson. Pada 2004, dia meninggalkan klub Los Angeles. Jackson sempat bingung dengan masalah yang ada di klubnya, terutama masalah Kobe Bryant.

Meski begitu, Master Zen kembali pada 2005 setelah Rudy Tomjanovich, pelatih yang sempat menggantikannya, mengalami masalah kesehatan. Jackson bahkan memperpanjang kontraknya hingga dua tahun pada 2007.

"Menurut pendapat kebanyakan orang di bola basket, dan tentu saja menurut kami, Phil adalah pelatih terhebat dalam sejarah NBA, dan kami senang dia memutuskan untuk tinggal bersama Lakers untuk waktu yang lama," kata pemilik Lakers, Dr. Jerry Buss, seperti dikutip situs resmi NBA.

"Sederhananya, dia adalah pelatih terbaik dalam bisnis ini dan dia akan menjadi bagian berharga dari pengembangan tim kami saat kami terus berkembang."

Bryant, yang sempat tersandung masalah, pun berhasil memulihkan kariernya. Dia mengintrospeksi diri sehingga tidak terjerumus lebih dalam lagi. Bryant mengganti nomor punggungnya dari 8 ke 24 pada 2006/2007. Perlahan-lahan Lakers kembali ke bentuk semula bersama jati diri Kobe Bryant yang baru.

Pada 2008, Lakers sebenarnya punya kans untuk menjadi juara lagi. Mereka kedatangan Pau Gasol dari Memphis Grizzlies yang menjadi tambahan amunisi penting di Los Angeles. Bryant dan Gasol bahu-membahu mengantarkan Lakers ke Final Wilayah Barat untuk menekuk San Antonio Spurs, juara NBA 2007.

Sayangnya, perjalanan mereka harus terhenti setelah Boston Celtics mengubur asa Lakers di Final NBA. Celtics mengalahkan Lakers dengan kedudukan 4-2. Publik Los Angeles ditampar keras-keras.

Kekalahan atas seteru abadi itu kemudian membakar semangat Kobe Bryant. Dia segera bangkit dan mendorong rekan-rekan setimnya untuk melakukan hal yang sama. Semusim setelah kegagalan mereka di Final NBA 2008, Bryant dkk. keluar sebagai juara. Mereka mengalahkan Orlando Magic dengan kedudukan 4-1 pada 2009.

Baca Juga: Resmi Berganti Nama, Ini Kenangan Kobe Bryant di Staples Center

5. Misi balas dendam di Staples Center 

https://www.youtube.com/embed/AQQobw_JrJU

Kesempatan membalas dendam kepada Boston Celtics tiba pada 2010. Lakers berhadapan dengan seteru abadinya sekali lagi, setelah masing-masing klub melewati playoff di Wilayah Barat dan Timur.

Final NBA 2010 antara Lakers dan Celtics berlangsung sampai ke partai penentuan pada pertandingan ketujuh. Saat itu, kedudukan sama kuat 3-3. Siapa yang memenangi pertandingan ketujuh akan menjadi juara NBA.

Lakers bertumpu pada Kobe Bryant sepanjang musim. Pemain satu ini masih menyisakan semangat yang membara, terutama setelah kalah dua tahun sebelumnya. Sementara itu, Celtics berisi pemain-pemain bintang berpengalaman. Skuad mereka tidak jauh berbeda dari saat juara pada 2008.

Pertandingan ketujuh berlangsung di Staples Center. Publik Los Angeles gegap gempita, memenuhi sudut-sudut gedung dengan warna kebesaran Lakers. Masyarakat Boston juga bertandang ke sana dengan warna khas mereka, hijau. Staples Center dan segala isinya menjadi saksi penentuan juara.

Pada akhirnya, secara dramatis, Lakers keluar sebagai pemenang. Mereka juara sekali lagi. Tembakan tripoin Ron Artest, salah satu penggawa Lakers, menyegel kemenangan mereka.

Kobe Bryant lantas merayakannya dengan penuh suka cita. Dia berlari di lapangan sambil mengepalkan tangannya ke atas. Artest, yang bertemu Bryant di tengah lapangan, langsung memeluknya. Selain misi balas dendam mereka yang berakhir indah, kemenangan itu juga mengubah pandangan banyak orang tentang Ron Artest. 

"Artest juga mengubah narasi kariernya sendiri, membangkitkan citranya, di mata banyak orang, setelah menjadi tokoh sentral dalam perkelahian antara penggemar Detroit Pistons dan Indiana Pacers di Palace of Auburn Hills pada 2004," tulis staf NBA.com di situs mereka.

Dari langit-langit Staples Center, konfeti kemudian jatuh perlahan-lahan. Bryant merentangkan lengannya sambil mengenakan topi juara dan memegang bola.

Dia menghadap kepada penggemar Lakers yang setia menyaksikan pertandingan sejak awal. Mereka merayakannya gelar juara kelima sekaligus terakhir Bryant bersama Lakers. Malam jatuh di Staples Center dengan kebahagiaan publik Los Angeles yang tak terkira.

6. Ganti nama tanpa meninggalkan sejarah 

Staples Center, Saksi Bisu Kebangkitan Lakers pada Milenium Baru Kobe Bryant (nba.com)

Setelah menjadi juara pada 2010, Lakers sempat menurun. Mereka bahkan harus absen pada babak playoff dan membangun ulang skuad berkali-kali. Wajah-wajah baru muncul sementara Kobe Bryant akhirnya memutuskan pensiun pada 2016. Usianya saat itu memang tidak muda lagi.

Meski mengalami penurunan, Lakers sukses bangkit pada 2020. Kedatangan megabintang NBA, LeBron James, pada 2018 menjadi pemantik api yang sempat redup di Los Angeles.

Lakers makin membara karena mereka punya misi khusus tahun itu: Merebut gelar juara NBA demi Kobe Bryant. Sebab, pada awal tahun yang sama, Bryant berserta putrinya dan beberapa orang mengembuskan napas terakhirnya usai mengalami kecelakaan udara tak jauh dari Los Angeles.

Dunia benar-benar berduka. Beberapa pemain NBA bahkan urung tampil karena merasa terluka dengan kepergian sang legenda.

Pada acara Grammy Awards di Staples Center, nama Kobe Bryant dikenang secara khusus. Acara penghargaan musik itu memberi penghormatan terakhir dengan membuka tirai yang menutup jersei Bryant yang dipensiunkan di langit-langit Staples Center. Nomor 8 dan 24, yang pernah dipakai Bryant selama 20 tahun di Los Angeles, pun menjadi sorotan.

"Dan kami benar-benar berdiri di sini, patah hati, di rumah yang dibangun Kobe Bryant," kata Alicia Keys, yang menjadi pemandu acara Grammy Awards malam itu, seperti dikutip BBC.

Selain jersei Kobe Bryant, ada sembilan jersei lain yang menggantung di langit-langit Staples Center. Jersei-jersei itu hadir untuk menghormati jasa para legenda yang membesarkan nama Lakers. Di samping mereka, ada pula spanduk-spanduk yang membentang sebagai bukti sejarah kesuksesan Lakers, termasuk enam gelar juara pada abad 21.

Staples Center sendiri akan menjadi kenangan. Manajemen memutuskan untuk menanggalkan nama Staples Center dan mengganti nama gedung dengan Crypto.com Arena. Sebab, Crypto.com sukses membeli hak untuk mengganti nama arena bersejarah itu. Palang nama Staples Center bahkan sudah diturunkan.

Pada 25 Desember 2021, Staples Center resmi menjadi Crypto.com Arena. Meski Staples Center tiada, sejarahnya tidak akan hilang. Ia abadi bersama cerita-cerita sukses Lakers pada milenium baru. Staples Center adalah saksi bisu.

Baca Juga: Mengenang Pertandingan Terakhir Kobe Bryant di NBA 

G.N. Putra Photo Verified Writer G.N. Putra

Senang dengan olahraga dan budaya populer. Pernah menulis untuk beberapa media.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya