The Last Dance: Fragmen Chicago Bulls, Sang Dinasti Juara

Chicago Bulls menyapu 6 gelar juara NBA dari 1991-1998!

Jakarta, IDN Times - Ada perbedaan signifikan yang membuat tim juara jauh berbeda dengan dinasti juara. Dinasti juara tak hanya berbekal skuat bintang, tapi juga mentalitas kelas satu. Dan mental itu bukan sesuatu yang mudah diajarkan, sebab jauh lebih rumit dari sekadar mengumpulkan 3-5 pemain bintang dalam satu tim.

Mini-dokumenter berjudul The Last Dance yang digawangi NBA dan ESPN serta tayang per minggu di Netflix, menceritakan secara detail bagaimana Chicago Bulls begitu digdaya di periode 1990-an. Sepanjang era itu, dimulai dari 1991, Bulls secara gemilang menjuarai NBA tiga kali beruntun sejak 1991, 1992, dan 1993.

Sempat "hiatus" dari gelar juara pada periode 1993-1995 karena pensiun periode pertama Michael Jordan, Bulls kembali menggila di periode 1996-1998, di mana tiga tahun beruntun mereka kembali merajai NBA.

1. Resep dominasi Bulls di NBA

The Last Dance: Fragmen Chicago Bulls, Sang Dinasti JuaraMichael Jordan di The Last Dance (Website/vulture.com)

6 gelar NBA dalam 8 tahun yang diperoleh Bulls kala itu, tak bisa dipisahkan dari satu nama: Michael Jordan. Dan menurut sang bintang sendiri, seperti kami kutip dari The Last Dance, sang megabintang menyebutkan resep rahasia bagaimana Bulls menjadi sebuah dinasti juara.

"Ketika Anda mencoba mempertahankan dominasi kepada lawan, Anda tidak akan membiarkan mereka mendapat angin segar untuk mengumpulkan kepercayaan diri lagi," ujar sang bintang.

Hal itu diucapkan Jordan ketika ia ditanya turbulensi di awal musim 1997/1998. Kala itu, ada drama di dalam internal tim yang membuat situasi tak kondusif. Phil Jackson dipastikan akan melatih tim untuk terakhir kali di musim tersebut, sementara Scottie Pippen menunda jadwal operasi di kakinya demi mendapatkan kenaikan nilai kontrak dan gajinya.

Praktis, awal musim Bulls kala itu berlangsung pelik. Jordan dan kolega dipaksa bertarung sengit di awal-awal laga ketika mereka sempat catatkan rekor menang-kalah 0-4 di 4 laga awal. Namun, like they said, the rest is history. Jordan lagi-lagi menjadi MVP, top skor, dan mengantar Bulls menundukkan Utah Jazz di final dengan skor 4-2 dalam 6 laga sengit NBA Finals 1998.

Baca Juga: [EKSKLUSIF] NBA: Kami Siap Kepakkan Sayap Bisnis di Indonesia!

2. Fragmen The Last Dance dari Phil Jackson

The Last Dance: Fragmen Chicago Bulls, Sang Dinasti JuaraMichael Jordan, Scottie Pippen, dan skuat Chicago Bulls di The Last Dance (Website/vulture.com)

Salah satu penyebab, walau bisa juga disebut satu-satunya sebab dinasti juara Bulls runtuh usai 1998, adalah sang sosok General Manager kala itu, Jerome "Jerry Krause". Oleh beberapa jurnalis, kehebatan Jerry meracik strategi rekrutmen pemain patut diberi dua jempol. Namun, Jerry, dianggap biang keladi runtuhnya dinasti salah satu tim terbaik di sejarah NBA.

Setelah serentetan gelar juara dan berbagai rekor dipecahkan, Chicago Bulls dianggap Jerry perlu melakukan rebuilding. Para bintang-bintang andalan memang sudah menua seiring waktu. Memasuki musim 1997/1998 saja, Jordan akan berusia 35 tahun. Sementara sang tandem, Scottie Pippen, akan berusia 33 tahun. Belum lagi ditambah fakta bahwa Dennis Rodman, yang paling tua di antara ketiganya, sudah berusia 37 tahun saat itu.

Praktis, isu peremajaan skuat digaungkan Jerry di awal musim 1997/1998.

"Melihat pekerjaannya, Jerry melakukan hal yang luar biasa. Tapi, ia memiliki masalah khas''little man'. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia ingin seseorang memberinya kredit atas prestasi luar biasa Bulls," ujar Mark Vancil, CEO Rare Air Publishing, sekaligus penulis buku-buku terkait NBA.

Fragmen "The Last Dance" sendiri akhirnya terkuak ketika friksi di awal musim 1997/1998 berujung pada gelar juara keenam Bulls dalam 8 tahun terakhir. "The Last Dance" adalah topik yang dipilih Phil Jackson, sebab ia tahu jauh hari sebelum musim reguler dimulai, bahwa 1997/1998, seperti ultimatum Jerry padanya, akan jadi musim terakhir Phil bersama Jordan dkk.

3. "Yang membuat dinasti berbeda dengan tim juara lain adalah prioritas mereka terhadap kemenangan."

The Last Dance: Fragmen Chicago Bulls, Sang Dinasti JuaraMichael Jordan dan skuat Chicago Bulls di The Last Dance (Website/vulture.com)

Pendapat menarik dikemukakan salat satu pengamat top NBA, Rob Perez. Pria yang punya latar belakang mirip Jordan, sebab lulus kuliah dari North Carolina, mengemukakan opini menarik tentang apa yang membuat Bulls berbeda dengan tim juara di masa kini.

"Selalu tertarik dengan sekuel tentang kisah tim juara dan bagaimana kerap kali para juara ini menemukan fakta bahwa musuh terbesar mereka adalah diri sendiri. Seperti The Last Dance, isu kontrak, ego pemain, dan masalah kepercayaan bisa jadi penghalang sebuah tim hebat, namun yang membedakan dinasti juara dengan tim juara adalah sebuah dinasti tahu bahwa prioritas mereka adalah kemenangan," ungkap Rob di akun Twitter-nya.

Rob tidak salah, mengingat ia menukil polemik dari kontrak Kevin Durant di Golden State Warriors, yang jadi salah satu penyebab kenapa kemudian Warriors takluk 4-2 dari Toronto Raptors di NBA Finals 2019.

Kala itu, Kevin Durant bermasalah dalam kontrak dan ini disebutkan oleh Draymond Green, menimbulkan keraguan di skuat Warriors. Stephen Curry dan Klay Thompson kemudian tak kuasa mengadang laju Kawhi Leonard dan kolega untuk mengantarkan gelar juara pertama bagi Raptors sepanjang sejarah mereka di musim 2018/2019 lalu.

Seperti kita tahu kemudian, Warriors pun mulai runtuh. Durant hengkang ke Brooklyn Nets, Curry, Green, dan Thompson kewalahan menutupi pincangnya skuat Warriors yang kehilangan Durant dan diterpa badai cedera. Sampai NBA 2019/2020 resmi dihentikan karena pandemik COVID-19 saja, Warriors jadi tim paling buncit di Western Conference dan sudah dipastikan gagal menembus play-off.

Baca Juga: NBA Manfaatkan HomeCourt untuk Cari Bakat Pemain Basket Terbaik

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya