Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kontroversi Penalti 10 Detik Oscar Piastri di Formula 1 Inggris 2025

potret mobil F1 McLaren (unsplash.com/@just_anotha_photographer)
Intinya sih...
  • Penalti Oscar Piastri dianggap hukuman yang sangat ekstrem
  • Meski FIA memiliki dasar yang jelas, tetapi data telemetri pembalap patut dipertimbangkan
  • Steward dan FIA perlu mengubah pendekatan dalam menjatuhkan sanksi kepada pembalap

Oscar Piastri menutup Formula 1 GP Inggris 2025 di Sirkuit Silverstone dengan frustrasi yang sulit disembunyikan. Pada balapan yang berlangsung dalam kondisi cuaca yang berubah-ubah, sang pemimpin klasemen harus rela kehilangan kemenangan setelah dijatuhi penalti 10 detik oleh Federation Internationale de l'Automobile (FIA). Keputusan tersebut mengundang kontroversi luas di paddock dan membuka kembali perdebatan lama mengenai konsistensi steward dalam menegakkan regulasi.

Penalti yang diterima Piastri berakar dari insiden menjelang restart pada lap ke-21 ketika safety car telah memadamkan lampunya. FIA menganggap, tindakan pengereman pembalap McLaren itu terlalu mendadak dan berbahaya, sehingga melanggar regulasi F1. Namun, muncul data yang menunjukkan, manuver Piastri serupa dengan restart sebelumnya yang tidak dikenai hukuman. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah penalti ini benar-benar adil atau hanya konsekuensi dari interpretasi yang kaku?

1. Penalti Oscar Piastri dianggap hukuman yang sangat ekstrem

Oscar Piastri memimpin balapan GP Silverstone 2025 pada lap ke-21 saat kondisi lintasan berubah dari basah menjadi kering. Setelah lampu safety car padam, ia mengerem mendadak di hangar straight dari kecepatan 218 km/jam menjadi 52 km/jam dengan tekanan rem mencapai 59,2 psi. Manuver ini memaksa Max Verstappen menghindar dan sempat menyalip secara ilegal sebelum segera mengembalikan posisi.

FIA langsung menyatakan tindakan tersebut tergolong pengeram tidak terduga dan melanggar Pasal 55.15, sehingga memberikan penalti 10 detik kepada Piastri. Penalti itu dijalankan bersamaan dengan satu-satunya pit stop sang pembalap, yang pada akhirnya membuatnya kehilangan posisi pertama dan menyerahkannya kepada Lando Norris. Bagi Piastri, ini berarti kemenangan yang hampir pasti di hadapan Norris, rekan setim dan rival terdekat dalam perebutan gelar, hilang begitu saja.

Sejumlah respons keras muncul atas keputusan tersebut. Andrea Stella, team principal McLaren, menyebut penalti itu sangat kejam dan menuding FIA tidak mempertimbangkan konteks restart yang terlalu mendadak dengan kondisi visibiltas buruk. Max Verstappen pun menyatakan keterkejutannya dan menyebut hukuman tersebut sangat ekstrem dibandingkan dengan insiden serupa yang dialaminya di GP Kanada 2025 dan tidak mendapat hukuman.

2. Meski FIA memiliki dasar yang jelas, data telemetri pembalap patut dipertimbangkan

Keputusan FIA terhadap Oscar Piastri berdasarkan data pengereman, yang menunjukkan sang pembalap melakukan deselerasi tajam dari 218 km/jam menjadi 52 km/jam dengan tekanan rem 59,2 psi. Ini terjadi tepat setelah lampu safety car padam. Menurut laporan The Race, dalam narasi federasi, tindakan ini membahayakan pembalap di belakang dan secara eksplisit melanggar pasal 55.15 yang melarang manuver berbahaya setelah lampu padam. Sebagai perbandingan, dalam insiden serupa di GP Kanada 2025 yang melibatkan George Russell dan Max Verstappen, Russell hanya menggunakan tekanan rem 30 psi dan tidak dijatuhi penalti.

Data telemetri menceritakan sisi lain dari insiden ini. Dilansir PlanetF1, ketika membandingkan restart pada lap 17 dan lap 21, manuver Piastri terbukti sangat mirip. Ia mengerem dengan intensitas serupa, yang menurunkan kecepatan dalam rentang waktu dan jarak yang hampir identik. Perbedaan utama justru muncul dari Max Verstappen, yang melaju lebih cepat pada lap 21 dan bereaksi lebih lambat terhadap manuver di depannya.

Zak Brown, CEO McLaren, bahkan menegaskan insiden tersebut terlihat lebih dramatis di televisi daripada di telemetri. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang apakah keputusan steward semata-mata berdasarkan data objektif atau turut dipengaruhi persepsi visual dan dinamika politik di lintasan. Apalagi, menurut Andrea Stella, keputusan safety car pada lap tersebut terlalu mendadak, sehingga tidak memberi cukup waktu bagi Piastri untuk merancang restart yang lebih halus.

3. Steward dan FIA dianggap perlu mengubah pendekatan dalam menjatuhkan sanksi

Secara formal, tindakan Oscar Piastri memang melanggar Pasal 55.15, yang melarang pengereman mendadak setelah lampu safety car padam. Namun, konteks dan interpretasi menjadi kunci dalam menilai layak tidaknya hukuman ini. Jika merujuk kepada insiden serupa di Mugello 2020, ketika restart lambat dari Valtteri Bottas menyebabkan kecelakaan beruntun, FIA tidak menjatuhkan penalti individual dan menyalahkan komunikasi yang kacau sebagai penyebab utama insiden.

Situasi di Sirkuit Silverstone memiliki kemiripan yang signifikan. Restart dilakukan dalam kondisi lintasan basah, jarak pandang terbatas, dan safety car yang memadamkan lampu secara mendadak. Dalam kondisi seperti ini, pemimpin balapan punya hak untuk mengatur kecepatan dengan hati-hati, termasuk melakukan pengereman untuk mengatur jarak sebelum akselerasi. Maka, memberi penalti kepada Piastri karena pengereman dalam konteks ini dapat dipandang sebagai bentuk penegakan regulasi yang berlebihan yang selama ini dianggap cukup lentur.

Para analis The Race menyebut Piastri sebagai korban dari batas toleransi steward yang ketat. Mereka menilai penalti itu memang sah secara hukum, tetapi merusak performa brilian sang pembalap yang tampil dominan pada paruh pertama balapan. Sementara itu, beberapa analis justru menyatakan, Max Verstappen seharusnya lebih siap menghadapi kemungkinan pengereman mendadak dan menyayangkan kecenderungan pembalap yang terlalu cepat mengeluh di radio daripada menyelesaikan masalah di lintasan.

Dengan merujuk kepada Mugello dan inkonsistensi antara kasus George Russell dan Oscar Piastri, keputusan FIA di Sirkuit Silverstone dianggap tidaklah sepenuhnya konsisten. Dalam kerangka itulah Piastri layak mendapat pertimbangan yang lebih adil. Jika tidak dalam bentuk keringanan penalti, maka setidaknya harus dilakukan revisi pendekatan steward terhadap insiden restart pada race mendatang.

Dalam kasus ini, Oscar Piastri memang melanggar regulasi, tetapi tidak semua pelanggaran wajib diberi hukuman seragam tanpa mempertimbangkan konteks. Di tengah kondisi lintasan Formula 1 yang sulit dan komunikasi yang minim, penalti 10 detik disebut-sebut terasa seperti vonis yang terlalu berat. Apalagi untuk tindakan yang tidak mengandung unsur kesengajaan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Gagah N. Putra
EditorGagah N. Putra
Follow Us