Pacu jalur menjadi narasi identitas masyarakat Kuantan Singingi yang terus berkembang. Dari peringatan hari besar Islam hingga memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, olahraga ini selalu menyertakan nilai-nilai nasionalisme dan kebanggaan kolektif. Dengan dukungan pemerintah daerah dan promosi pariwisata, pacu jalur kini mampu menarik ribuan wisatawan dari dalam dan luar negeri.
Dalam lintasan sejarahnya, pacu jalur telah digunakan untuk merayakan kelahiran Ratu Wilhelmina pada masa kolonial Belanda, yang menandai perubahan fungsi dari simbol perlawanan hingga instrumen kekuasaan. Hari ini, perayaan ini kembali menjadi panggung kebudayaan nasional dan global yang menyuarakan keberagaman Indonesia. Tak hanya budaya lokal yang tampil, tetapi juga ekspresi lintas generasi yang menyatu melalui media digital dan performa publik.
Fenomena aura farming yang dibawa Anak Coki menegaskan bagaimana budaya lokal dapat menjadi simbol baru dalam arus budaya pop global. Di satu sisi, ini merupakan bentuk ekspansi simbolik yang memberdayakan individu dan memperluas cakupan budaya lokal ke audiens internasional. Namun di sisi lain, seperti dijelaskan dalam kajian Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gadjah Mada (UGM), budaya yang dikomodifikasi secara berlebihan dapat kehilangan makna spiritual dan hanya menjadi tontonan yang dikurasi untuk kepentingan pasar.
Perbincangan soal bagaimana budaya ditampilkan, dimaknai secara asli, dan siapa yang punya kendali atasnya kini ikut terbawa arus tren dan kepentingan pasar. Fenomena seorang anak dari Riau yang menjadi simbol tren global menunjukkan kekuatan besar pengaruh digital. Namun demikian, hal ini juga mengingatkan kita untuk menjaga makna budaya dari penggerusan nilai asli. Dalam situasi seperti ini, olahraga tradisional seperti pacu jalur bisa disikapi sebagai jembatan pelestarian budaya dengan peluang tampil di panggung dunia.
Pacu jalur telah melampaui batas sebagai olahraga rakyat, ia kini berdiri di panggung budaya dan ekspresi global. Namun dalam sorotan dunia, penting bagi kita untuk tetap menjaga nilai-nilai luhur agar tidak larut dalam euforia pasar.