PLN EV Conversion Race: Mengubah Paradigma Demi Masa Depan

Jakarta, IDN Times - Elektrifikasi kendaraan menjadi salah satu proyek unggulan dalam mewujudkan net zero emission di Indonesia pada 2060 mendatang. Diharapkan, masyarakat bisa beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil ke listrik demi membantu pemerintah mewujudkan target tersebut.
Namun, bukan perkara mudah untuk mewujudkannya. Sebab, masih banyak masyarakat yang ragu menggunakan kendaraan listrik (EV) atas berbagai alasan. Apalagi, masyarakat Indonesia punya preferensi tersendiri dan sudah lama menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil.
Pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap EV yang masih minim, keraguan, hingga infrastruktur, menjadi masalah psikologis yang harus didobrak oleh pemerintah hingga brand. Selain itu, infrastruktur pendukung seperti charging station, juga menjadi problem lainnya dalam upaya elektrifikasi kendaraan di Indonesia. Harga juga menjadi faktor menentukan lainnya, karena EV masih terbilang mahal.
"Kita gak bisa menyalahkan, karena itu memang stigmanya. Ada loyalitas tertentu dari masyarakat terhadap kendaraan Jepang," ujar Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Bappenas, Nizhar Marizi, beberapa waktu lalu.
Butuh waktu dan kerja keras demi mengubah paradigma masyarakat atas peralihan penggunaan kendaraan konvensional ke EV. Situasi ini disadari oleh Head of Business Departement Hyundai Motor Asia Pacific, Hendry Pratama, yang menyatakan pihaknya harus bekerja keras demi mengajak masyarakat beralih ke EV.
"Gak mudah memang, butuh waktu. Tapi, kami punya keyakinan semua bisa terpenuhi. Hyundai juga saat ini terus membangun infrastruktur yang bisa mendukung elektrifikasi kendaraan di masa mendatang, demi mewujudkan program Net Zero Emission," kata Hendry.
Kampanye demi memassalkan motor listrik

PLN selaku pemangku kepentingan dalam program elektrifikasi kendaraan di Indonesia tak tinggal diam. Mereka melakukan sejumlah kampanye, selain membangun infrastruktur penunjang dalam ekosistem EV di Tanah Air. Salah satu kampanyenya adalah PLN EV Conversion Race.
Memang, balapan ini hanya berfokus pada motor. Namun, tujuannya jelas, demi membuktikan jika EV tak kalah dengan kendaraan konvensional. Daya tahan kendaraan dibuktikan lewat PLN EV Conversion Race, yang digelar dalam dua seri, 22 September dan 13 Oktober 2024.
Ada tiga kategori yang dipertandingkan, yakni EV Race, endurance, dan conversion competition. EV Race merupakan balapan motor listrik di lintasan demi menunjukkan performa hasil konversi. Kemudian, endurance terkait ketahanan motor hasil konversi. Terakhir, yakni conversion, mengonversi motor konvensional ke listrik yang diikuti oleh SMK dan mekanik.
Balapan macam ini memang terbilang baru dan berbeda dari kendaraan konvensional. Bahkan, bisa dibilang ini menjadi balapan motor konversi pertama di dunia. Namun, ada tujuan khusus digelarnya PLN EV Conversion Race, yakni sebagai salah satu sosialiasi kepada masyarakat tentang kualitas dari kendaraan listrik.
Sebab, hingga kini EV, khususnya motor, belum terlalu marak digunakan. Bahkan, target konversi 50 ribu unit motor konvensional tak tercapai, bahkan angkanya minim karena realisasinya cuma 345.
"Maka dari itu, animonya harus dibangkitkan. Kami perlu menunjukkan kendaraan ini juga bisa dibawa lari kencang. Nah, dengan adanya balapan ini, kami harapkan animo masyarakat bertambah," ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE), Eniya Listiani, saat ditemui IDN Times di seri kedua PLN EV Conversion Race.
Memecah mitos dan menguji kualitas

Ketua Asosiasi Sepeda Motor Listrik Indonesia (AISMOLI), Budi Setyadi, menyatakan PLN EV Conversion Race menjadi salah satu media untuk edukasi masyarakat atas kualitas motor listrik. Budi menuturkan, dengan balapan ini, diharapkan masyarakat bisa tercerahkan atas kualitas EV dan memecah mitos yang beredar.
"Kami memang mau mengedukasi masyarakat, sudah saatnya beralih dari kendaraan konvensional ke listrik," kata Budi.
Edukasi yang terdapat di PLN EV Conversion Race lahir lewat One Make Race dari United selaku produsen motor listrik. Pada seri kedua, United memamerkan ketangguhan motor TX3000 produksinya.
Motor yang digunakan masih standar. Hanya beberapa aksesoris dilepas, termasuk lampunya, demi menciptakan aerodinamis yang membuat pembalap nyaman bermanuver. Selain itu, ban juga disesuaikan dengan kebutuhan balap.
"Sebenarnya, dengan memakai motor listrik macam ini untuk balapan, sudah jadi bukti akan kualitasnya. Spesifikasi balapan kan tinggi. Makanya, kami terlibat dalam One Make Race agar publik jadi tahu kualitas motor listrik United," kata Andrew.
Pembalap rasakan sensasi berbeda

Pengalaman berbeda juga dirasakan para pembalap. Mereka harus beradaptasi dengan atmosfer berbeda di lintasan. Jika biasanya mereka menggunakan suara demi memprediksi kedatangan atau posisi lawannya, maka tidak dengan balapan kali ini.
"Kan, kalau motor konvensional, kita dengar tuh suaranya. Tapi, ini tiba-tiba sudah ada di belakang atau menyalip. Wah, harus benar-benar konsentrasi," ujar juara PLN EV Conversion Race, Ahmad Saugi, yang merupakan pembalap tim RMS Project 101, saat ditemui IDN Times.
Saugi mengakui harus membaca karakter motornya di awal balapan. Namun, setelah beberapa saat, dia mulai terbiasa untuk memacu tunggangannya.
Ketika digeber, Saugi merasa motor listrik tak ada bedanya dengan konvensional. Ditinjau dari kualitas, Saugi menyatakan motor listrik sebenarnya tak kalah juga dengan konvensional.
"Sama-sama bagus sih. Bagi kami, pembalap, cuma sensasinya saja berbeda. Jadi, konsentrasi kami yang diuji di sini," kata Saugi.