Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi premier league (IDN Times/Mardya Shakti)

Intinya sih...

  • Liga Inggris menuntut mental baja dan adaptasi budaya yang kuat bagi pemain asing.
  • Media Inggris sangat kritis, menciptakan tekanan besar bagi pemain baru di Liga Inggris.
  • Komunikasi, permainan fisik, ekspektasi tinggi, serta benturan budaya menjadi tantangan besar bagi pemain pindah ke Liga Inggris.

Pemain bintang terus berdatangan ke Liga Inggris dengan harga fantastis dan harapan yang melambung tinggi dari pencinta sepak bola dunia. Dianggap sebagai liga terbaik, English Premier League menjanjikan ketenaran dan kejayaan, tetapi kenyataan di lapangan sering kali berbeda. Tidak sedikit pemain top justru tenggelam di bawah tekanan dan sorotan kejam. Kenapa banyak pemain kesulitan ketika pindah ke Liga Inggris?

Dari pemain yang tampil memukau di liga top Eropa sampai pemain terbaik, tidak sedikit yang justru melempem saat berseragam klub Premier League. Banyak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya yang membuat liga ini begitu menantang? Apakah mereka memang tidak cukup hebat atau ada faktor lain yang membuat Liga Inggris jadi kuburan karier bagi banyak bintang besar?

1. Tekanan media Inggris yang mencekik mental pemain

Tidak ada tempat yang lebih kejam bagi pemain sepak bola selain di bawah sorotan media Inggris. Di sini, kesalahan sekecil apa pun bisa jadi skandal besar. Media Inggris tidak segan-segan mengkritik habis-habisan, bahkan sampai membongkar kehidupan pribadi pemain. Bayangkan tekanan yang dirasakan pemain yang baru datang dan langsung dibebani ekspektasi tinggi. Satu kesalahan dan mereka bisa jadi bulan-bulanan headline.

Tidak cuma soal performa di lapangan, tetapi juga hal-hal remeh, seperti cara berpakaian atau kebiasaan makan, bisa jadi bahan gosip panas. Tidak heran kalau banyak pemain jadi minder dan kehilangan kepercayaan diri. Tekanan mental yang begitu besar inilah yang sering kali bikin pemain top dari liga lain tiba-tiba melempem saat main di Liga Inggris. Di sini, mental baja sering lebih penting daripada ketangkasan kelas dunia.

2. Benturan budaya yang bikin pemain kurang nyaman

Pindah ke Liga Inggris bukan cuma soal adaptasi taktik atau strategi, melainkan juga soal benturan budaya yang tidak main-main. Dari cuaca yang dingin dan sering hujan, makanan yang jauh berbeda, sampai gaya hidup masyarakat yang serbacepat bisa bikin pemain jadi tidak betah. Mereka harus belajar untuk menyesuaikan diri, bukan cuma di dalam lapangan, melainkan juga di luar lapangan.

Belum lagi soal kesepian yang sering melanda pemain asing, apalagi kalau datang tanpa keluarga. Perasaan terasing ini bisa berdampak besar kepada performa mereka di lapangan. Inilah yang sering kali diabaikan banyak orang. Padahal, kenyamanan di luar lapangan sangat memengaruhi mental dan performa pemain. Tidak heran kalau banyak pemain hebat justru tenggelam di Liga Inggris karena benturan budaya yang begitu kuat.

3. Bahasa jadi tembok besar dalam komunikasi

Tidak semua pemain datang dengan kemampuan bahasa Inggris yang bagus. Padahal, di Liga Inggris, komunikasi adalah segalanya. Bayangkan, betapa sulitnya memahami instruksi pelatih kalau pemain tidak paham bahasa yang dipakai, apalagi dalam momen-momen krusial di lapangan yang butuh koordinasi cepat. Tanpa komunikasi yang lancar, kerja sama tim jadi kacau balau.

Contohnya, Darwin Nunez yang kesulitan memahami arahan Juergen Klopp karena keterbatasan bahasa. Dia harus mengandalkan penerjemah dadakan di timnya. Situasi ini jelas memperlambat adaptasinya di Liverpool. Komunikasi yang terhambat bukan cuma berdampak kepada performa di lapangan, tetapi juga mengganggu proses sosialiasi dengan rekan satu tim. Hasilnya? Pemain jadi terisolasi dan sulit berkembang.

4. Pertarungan fisik yang brutal di lapangan

Liga Inggris dikenal dengan permainan fisik yang brutal dan tempo tinggi. Dengan kata lain, ini bukan liga untuk pemain yang lemah secara fisik. Tiap duel perebutan bola bisa berakhir dengan tekel keras yang tidak segan-segan menjatuhkan lawan. Pemain yang datang dari liga yang lebih santai dan minim kontak fisik sering kali kaget dengan intensitas permainan di sini.

Tidak sedikit yang akhirnya cedera atau kehilangan performa terbaik karena tidak siap menghadapi kerasnya permainan Liga Inggris. Ini jelas bukan cuma soal teknik, melainkan juga soal ketangguhan fisik dan mental. Jadwal pertandingan yang padat dan kerasnya kompetisi membuat pemain harus punya stamina luar biasa. Kalau tidak kuat, mereka bakal kesulitan bertahan dalam kompetisi yang kejam ini.

5. Ekspektasi tinggi yang berat seperti gunung

Pemain mahal otomatis dibebani ekspektasi setinggi langit. Mereka dituntut langsung tampil gemilang tanpa proses adaptasi yang cukup. Masalahnya, ekspektasi ini sering kali jadi beban mental yang sangat berat. Fans dan media tidak kenal ampun. Kalau tampil buruk, mereka langsung dihujat habis-habisan.

Kasus Jadon Sancho dan Antony di Manchester United adalah contoh nyata betapa kejamnya ekspektasi di Liga Inggris. Mereka dibeli dengan harga fantastis, tetapi gagal memenuhi ekspektasi pada musim pertama. Tekanan ini bikin kepercayaan diri pemain hancur dan sulit bangkit. Inilah yang sering kali tidak dipahami banyak orang. Liga Inggris tidak cuma menuntut ketangkasan tinggi, tetapi juga mental baja yang sanggup menahan beban ekspektasi yang berat!.

Liga Inggris memang jadi impian banyak pemain. Hanya saja, ia juga jadi mimpi buruk bagi yang tidak siap menghadapi tekanannya. Tidak heran kalau Liga Inggris sering disebut sebagai liga paling kejam di dunia. Butuh mental baja, fisik yang kuat, dan kemampuan adaptasi yang luar biasa untuk bisa sukses di sini. Jadi, sebelum menghakimi pemain yang gagal bersinar, coba pikirkan dulu betapa beratnya tantangan yang mereka hadapi di tanah Britania ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team