Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Klub Besar Eropa yang Pernah Terdegradasi dalam 3 Dekade Terakhir

ilustrasi bola sepakbola (pixabay.com/KEREM_TASER)
ilustrasi bola sepakbola (pixabay.com/KEREM_TASER)

Degradasi merupakan mimpi buruk yang menghantui setiap klub sepak bola di seluruh dunia. Menariknya, ketakutan ini tidak hanya berlaku bagi tim kecil, tetapi juga bagi tim-tim besar. Terperosok ke divisi bawah tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga menghancurkan reputasi klub yang telah dikenal baik di Benua Biru.

Dalam 3 dekade terakhir, beberapa raksasa Eropa pernah mengalami nasib pahit ini. Alasan mereka terlempar dari kasta tertinggi di negara masing-masing beragam, mulai dari krisis performa, skandal, hingga masalah keuangan. Kembali ke kasta tertinggi tidak selalu mudah, sebagian tim berhasil kembali dengan cepat, sementara yang lain justru semakin terpuruk.

Berikut tujuh klub besar Eropa yang pernah terdegradasi dari kasta tertinggi liga masing-masing.

1. Girondins de Bordeaux (2021/2022) terdegradasi setelah 60 tahun di Ligue 1

Bordeaux mengalami musim yang tragis pada Ligue 1 2021/2022. Klub berjuluk Les Girondins ini terperosok ke dasar klasemen dan terdegradasi untuk pertama kalinya dalam lebih dari 60 tahun. Alih-alih segera kembali ke kasta tertinggi, mereka justru kembali terdegradasi ke National 2 (divisi empat) akibat masalah finansial yang tak kunjung terselesaikan.

Degradasi administratif ke kasta ketiga ini terjadi karena ketidakmampuan manajemen klub melunasi utang yang sudah menumpuk. Upaya untuk promosi langsung ke Ligue 1 pun otomatis sirna, meskipun sempat bersaing di papan atas Ligue 2. Kini, klub yang telah meraih enam gelar juara Ligue 1 Prancis itu harus berjuang di kasta keempat bersama 47 tim lainnya yang terbagi ke dalam tiga grup.

2. Schalke 04 (2020/2021) terdegradasi setelah hanya mampu menang tiga kali dari 34 laga

Raksasa Bundesliga, Schalke 04, sempat mengejutkan dunia sepak bola ketika terdegradasi pada 2020/2021. Ironisnya, sepanjang musim tersebut, The Royal Blues hanya mampu meraih tiga kemenangan dan harus puas menjadi juru kunci. Padahal, sebelumnya, mereka pernah menjadi semifinalis Liga Champions Eropa 2010/2011 dan diperkuat pemain-pemain bintang seperti Manuel Neuer dan Klaas-Jan Huntelaar.

Schalke sebenarnya sempat bangkit dan berhasil promosi kembali ke Bundesliga pada 2022/2023. Akan tetapi, inkonsistensi performa sepanjang musim itu kembali menyeret The Royal Blues terdegradasi pada akhir musim. Kini, klub yang telah mengoleksi tujuh gelar juara Bundesliga ini masih harus berjuang keras di 2. Bundesliga demi bisa kembali ke kasta tertinggi sepak bola Jerman.

3. Rangers (2012/2013) terlempar ke kasta ketiga Skotlandia setelah dinyatakan bangkrut

Pada 2012, Rangers terpaksa memulai kembali dari nol dan berkompetisi di kasta ketiga Liga Skotlandia, Scottish League One, setelah mengalami kebangkrutan. Skandal finansial yang melanda klub ini hampir menyebabkan klub hilang sepenuhnya sebelum akhirnya diselamatkan oleh konsorsium baru. Degradasi ke divisi amatir menjadi pukulan telak bagi salah satu klub paling sukses dalam sejarah sepak bola Skotlandia ini.

Butuh 4 tahun bagi Rangers untuk kembali ke kasta tertinggi sepak bola Skotlandia, Scottish Premiership. Titik puncak kebangkitan mereka terjadi saat diasuh Steven Gerrard. Klub berjukuk The Gers itu berhasil meraih gelar juara Scottish Premiership pada 2020/2021. Torehan gelar juara tersebut mengembalikan jati diri Rangers sebagai salah satu klub besar di sepak bola Skotlandia.

4. Villarreal (2011/2012) tetap terdegradasi meski telah berganti tiga pelatih

Villarreal pernah mengejutkan publik sepak bola Spanyol ketika terdegradasi pada 2012, hanya semusim setelah finis di posisi keempat La Liga. Musim 2011/2012 berjalan buruk akibat cedera parah yang menimpa Giuseppe Rossi dan penurunan performa Nilmar. Pergantian pelatih sebanyak tiga kali pun tidak mampu menyelamatkan mereka dari jurang degradasi.

Akibat kekacauan tersebut, Villarreal mengakhiri musim di peringkat ke-18 dan harus turun ke Segunda División. Akan tetapi, Villarreal segera bangkit dan berhasil promosi pada musim berikutnya berkat masih memiliki pemain level La Liga. Bahkan, mereka sukses menjuarai Liga Europa pada tahun 2021 setelah mengalahkan Manchester United melalui adu penalti.

5. Juventus (2005/2006) pernah terbukti melakukan skandal terbesar di Eropa

Juventus pernah mengalami salah satu skandal terbesar dalam sejarah sepak bola Eropa, yaitu Calciopoli. Bianconeri terbukti terlibat dalam pengaturan pertandingan melalui manipulasi wasit untuk keuntungan tim dan dijatuhi hukuman berupa degradasi ke Serie B pada 2006. Sebagai bagian dari sanksi, dua gelar juara Serie A mereka juga ikut dicabut.

Meskipun harus berkompetisi di kasta kedua, Juventus tetap diperkuat oleh sejumlah pemain bintang seperti Alessandro Del Piero dan Gianluigi Buffon. Hebatnya, Juventus langsung meraih promosi dan kembali mendominasi kasta teratas sepak bola Italia dengan meraih sembilan gelar juara Serie A secara beruntun. Skandal tersebut seolah tidak memengaruhi kualitas permainan, bahkan justru menjadi awal dari kesuksesan di Italia.

6. West Ham United (2002/2003) terdegradasi ke Championship meski memiliki skuad bintang

West Ham United mengalami degradasi pada 2003 meskipun diperkuat oleh skuad bertabur bintang, seperti Paolo Di Canio, Joe Cole, dan Michael Carrick. Musim yang awalnya penuh optimisme berubah menjadi malapetaka setelah pelatih Glenn Roeder didiagnosis menderita tumor otak. Trevor Brooking dan Kevin Keen, yang sempat mengambil alih kepemimpinan tim, gagal menyelamatkan The Hammers dari jurang degradasi.

Namun, The Hammers berhasil promosi kembali ke English Premier League (EPL) pada 2005 setelah menjuarai play-off Championship. Setelah kembali ke EPL, mereka cenderung lebih stabil di papan tengah dan bahkan meraih gelar juara Europa Conference League pada 2023. Pada musim 2024/2025, kenangan pahit 22 tahun sebelumnya nyaris terulang seandainya Ipswich Town tampil lebih baik. Saat ini, West Ham berada di posisi ke-17, hanya satu tingkat di atas zona degradasi.

7. Olympique Marseille (1994/1995) terdegradasi setelah menjuarai UCL dan Ligue 1

Marseille mengalami degradasi yang tidak biasa setelah menjuarai Ligue 1 dan Liga Champions Eropa pada 1993/1994. Les Phoceens terpaksa turun kasta akibat skandal suap pada musim 1993/1994. Presiden klub saat itu, Bernard Tapie, ketahuan menyuap para pemain Valenciennes agar bermain tidak maksimal. Akibat insiden tersebut, gelar juara Ligue 1 mereka dicabut dan degradasi pun tidak terhindarkan.

Meskipun hanya turun ke kasta kedua, peristiwa ini mencoreng nama besar Marseille. PSG, yang berada di posisi kedua, bahkan menolak gelar juara yang diwariskan dari kasus tersebut. Namun, Marseille hanya 2 musim di kasta kedua dan promosi pada 1994/1995. Meski memiliki reputasi yang bagus di Prancis, skandal tersebut sangat mencoreng nama besar Olympique Marseille di Benua Biru.

Penyebab degradasi klub besar bervariasi, dari faktor internal seperti manajemen yang buruk, cedera pemain kunci, hingga krisis keuangan. Selain itu, skandal juga memainkan peran penting, seperti yang dialami Juventus dan Marseille. Menariknya, lima dari tujuh klub besar di atas sudah kembali bermain di kasta tertinggi sepak bola masing-masing pada 2024/2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhamad Luthfi Maruf
EditorMuhamad Luthfi Maruf
Follow Us

Latest in Sport

See More

3 Fakta Menarik Usai Arsenal Main Imbang Kontra Manchester City

22 Sep 2025, 09:06 WIBSport