TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aksi Wilfried Zaha dalam Memerangi Rasisme yang Tak Kunjung Usai

Zaha pernah menjadi korban rasisme

Wilfried Zaha (twitter.com/OfficialFPL)

Diskriminasi dalam bentuk rasisme bukanlah hal yang baru. Tindakan ini terus berkembang dan bisa menyasar siapa pun. Dilansir Merriam-Webster, rasisme berarti suatu doktrin yang berasumsi bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia sangat menentukan serta menganggap suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lain.

Sejauh ini tindakan rasisme acap kali menyasar kaum berkulit hitam sebagai korbannya. Hal tersebut tak luput dari perhatian Wilfried Zaha. Pemain andalan Crystal Palace ini sadar betul bahwa rasisme bakal terus ada. Apalagi, Zaha juga punya pengalaman pahit karena juga menjadi sasaran rasisme dari beberapa pihak.

1. Pemain pertama yang menolak untuk berlutut dalam kampanye Black Lives Matter

Wilfried Zaha menolak untuk berlutut sebagai bentuk kampanye Black Lives Matter. (twitter.com/goal)

Mulai pertengahan musim 2019/2020, Premier League berinisiasi untuk mengadakan kampanye Black Lives Matter. Aksi ini didasari atas realitas bahwa kasus rasisme masih banyak terjadi di seluruh belahan dunia. 

Terlebih, dunia sempat dihebohkan dengan kasus kematian George Floyd, pria berkulit hitam, oleh oknum polisi di Amerika Serikat pada Juni 2020. Hal tersebut seolah membuka lembaran kelam bahwa rasisme masih dipandang sepele oleh beberapa pihak.

Kampanye Black Lives Matter dikumandangkan, termasuk di Premier League. Sebelum pertandingan berlangsung, tiap pemain serta ofisial yang terlibat berlutut sebagai bentuk dukungan dalam melawan diskriminasi rasial.

Aksi ini sejatinya rutin dilakukan. Akan tetapi, situasi berbeda terjadi saat Matchday ke-28 Premier League yang mempertemukan West Bromwich Albion kontra Crystal Palace (13/3/2021). Bagaimana tidak, Zaha justru tak ikut berlutut dan memilih untuk tetap berdiri.

Ia beranggapan bahwa aksi berlutut itu layaknya sebuah seremonial belaka. Pasalnya, kasus rasisme masih sering terjadi, khususnya kepada mereka yang berkulit hitam.

Meski begitu, Zaha tetap menghormati keputusan pemain lain yang memilih untuk tetap melakukan aksi tersebut. Tiap orang punya persepsi dan pandangannya masing-masing terhadap rasisme, begitu pun dirinya sendiri.

"Keputusanku untuk tetap berdiri selama kick-off telah menjadi konsumsi publik. Tidak ada keputusan benar atau salah, tapi bagiku, berlutut telah menjadi bagian dari rutinitas dan saat ini tidak peduli apakah kami berlutut atau berdiri, beberapa dari kami (korban rasime) masih terus menerima pelecehan," kata Zaha seperti dikutip dari Skysports.

Baca Juga: 10 Fakta Menarik Wilfried Zaha, Mesin Gol Crystal Palace

2. Zaha pernah menjadi korban rasisme di media sosial

Unggahan story Instagram Wilfried Zaha menyikapi tindakan rasisme yang ditujukan kepada dirinya. (twitter.com/MirrorFootball)

Perjuangan Zaha dalam memerangi rasisme bukan tanpa alasan. Ia sering kali menjadi korban diskriminasi, khususnya dari media sosial. Bahkan, pada akhir Oktober 2021 lalu, Zaha meluapkan emosinya melalui platform Instagram.

Komentar-komentar bernada rasis diterimanya. Hal tersebut semakin menguatkan dirinya untuk tetap memperjuangkan hak-hak ras berkulit hitam agar dipandang setara dengan ras lainnya.

"Di sini, aku bukan untuk membalas semua omong kosong yang kalian lakukan, tetapi untuk memperbaiki masalah yang sebenarnya," tulis Zaha di Instagram seperti dikutip dari Eurosport.

Sebaliknya, Zaha mengajak korban rasisme lain di seluruh dunia agar bangkit dan menjalani kehidupan seperti biasa. Menurutnya, pada dasarnya diversifikasi merupakan karunia dari Tuhan yang tidak sepantasnya untuk dijadikan bahan kriminalisasi.

"Kami (korban rasisme) mengisolasi diri kami sendiri, mencoba yakin bahwa kami setara (dengan etnis lain), tetapi tidak berhasil. Jadi itulah pendirianku," ungkap Zaha seperti dikutip dari Goal.

3. Zaha bangga terlahir sebagai pria berkulit hitam

Wilfried Zaha (twitter.com/Squawka)

Atas apa yang ia terima, mulai dari ejekan, cacian, hingga komentar di media sosial yang menjurus pada rasisme, Zaha tak peduli. Bagaimanapun, warna kulit tak memengaruhi kehidupan selain dedikasi dan etos kerja yang kuat.

Keberagaman sudah seharusnya dihargai, bukan dijadikan sebagai sarana konflik yang berbuah perpecahan. Oleh sebab itu, Zaha mengaku bangga terlahir berkulit hitam dan bakal terus memperjuangkan hak-haknya.

"Aku tidak keberatan. Karena hal itu (rasisme) datang di saat aku melakukan pekerjaanku  meskipun itu bukan alasan. Akan tetapi, warna kulitku akan selalu menjadi masalah sebenarnya, tidak apa-apa karena aku akan selalu hitam dan bangga (terlahir seperti ini)," kata Zaha dikutip dari Skysports.

4. Tegaskan betapa pentingnya pendidikan berkualitas dalam memerangi rasisme

Wilfried Zaha (skysports.com)

Tindakan rasisme bersifat universal. Dapat dilakukan siapa pun dan korban yang mengalaminya tak pandang bulu. Maka dari itu, pendidikan sedari belia sudah harus ditingkatkan untuk mencegah anak-anak supaya terhindar dari kasus rasisme.

Dilansir Eurosport, Zaha pernah mengalami diskriminasi rasial dari seorang anak laki-laki yang masih berusia 12 tahun melalui DM Instagram. Tak heran ia mengingatkan bahwa kualitas pendidikan sangat memengaruhi kepribadian tiap anak di dalamnya.

"Sebagai masyarakat, aku merasa kita harus mendorong pendidikan yang lebih baik di sekolah," kata Zaha dikutip dari Skysports.

Di lain situasi, perkembangan teknologi akibat globalisasi juga turut memengaruhi. Pentingnya pemanfaatan media sosial yang dilakukan sewajarnya agar tidak menjadi bumerang bagi para penggunanya, ditambah regulasi ketat dari perusahaan platform menjadi fokus utama Zaha.

"Perusahaan media sosial harus mengambil tindakan tegas terhadap orang-orang yang melecehkan orang lain secara online," sambung Zaha.

Baca Juga: 5 Cara Menghadapi Rasisme di Tempat Kerja, Jangan Diam Saja!

Verified Writer

Alvin Pratama

@alvnprtm21

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya