Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
potret sisi gerbang Anfield, markas Liverpool
potret sisi gerbang Anfield, markas Liverpool (pexels.com/Tembela Bohle)

Intinya sih...

  • Florian Wirtz terikat disiplin peran di Liverpool, membatasi kreativitasnya yang biasa di Bayer Leverkusen

  • Tugas ganda dalam sistem Arne Slot membuat Wirtz sulit menjaga ritme permainan dan menciptakan peluang

  • Selain faktor teknis, adaptasi mental dan dinamika skuad juga mempengaruhi performa Wirtz di Liverpool

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Florian Wirtz didatangkan Liverpool dengan predikat pemain muda terbaik Jerman dan rekor transfer klub senilai lebih dari 116 juta pound sterling (Rp2,603 triliun). Dengan banderol fantastis, ia diharapkan mampu memberikan dampak instan kepada skuad racikan Pelatih Arne Slot. Namun, empat laga awal di English Premier League (EPL) 2025/2026 bersama The Reds justru memperlihatkan kesulitan adaptasi dengan Wirtz belum mencatatkan satu pun gol maupun assist.

Kegagalan awal ini bukan berarti ia tidak memiliki kualitas, melainkan lebih kepada bagaimana peran dan ekspektasi yang dibebankan belum sinkron dengan ritme tim. Wirtz memang sudah menunjukkan kilasan magis, termasuk sebuah gol indah dari tendangan bebas saat membela Timnas Jerman. Akan tetapi, di Premier League, ia masih berusaha menemukan posisi ideal di tengah sistem Slot yang menuntut kedisiplinan kolektif.

1. Florian Wirtz diberi ruang kreatif di Bayer Leverkusen, kini terikat disiplin peran di Liverpool

Di Bayer Leverkusen, Florian Wirtz menempati posisi left-sided number 10 dalam formasi 3-4-2-1 Xabi Alonso. Dari zona tersebut, ia bebas bergerak ke half-space kiri untuk memaksimalkan kreativitas, melakukan kombinasi cepat, serta menghasilkan gol maupun assist secara konsisten. Dengan dominasi penguasaan bola Leverkusen, Wirtz jarang turun jauh ke belakang, sehingga kontribusinya lebih terkonsentrasi pada fase akhir serangan.

Kondisi itu sangat berbeda ketika ia bergabung ke Liverpool. Arne Slot menempatkannya di posisi central number 10 dalam sistem 4-2-3-1, diapit oleh Cody Gakpo di kiri dan Mohamed Salah di kanan. Peran ini tidak hanya menuntut kreativitas, tetapi juga tanggung jawab pressing dan kontribusi defensif.

Akibatnya, Wirtz harus lebih sering turun ke lini tengah, sesuatu yang jarang ia lakukan di Bundesliga Jerman. Ia memang memiliki kemampuan press-resistant, tetapi intensitas Premier League membuatnya kehilangan momentum untuk melakukan keputusan di area sepertiga akhir. Situasi ini mengurangi efektivitasnya sebagai kreator utama, sehingga ia tampak lebih lambat dalam memengaruhi jalannya pertandingan dibandingkan masa di Leverkusen.

2. Tugas ganda yang dibebankan kepada Florian Wirtz membatasi kreativitasnya

Sistem Arne Slot menuntut gelandang serang untuk kreatif sekaligus disiplin dalam transisi. Di Liverpool, Florian Wirtz kerap diminta turun terlalu dalam untuk membantu build-up, lalu kembali maju ke sepertiga akhir untuk menciptakan peluang. Beban ganda ini membuatnya sulit menjaga ritme permainan yang sebelumnya lebih natural di Bundesliga.

Data BVM Sports mendukung perubahan tuntutan sang pemain. Dibandingkan masa di Leverkusen, Wirtz kini rata-rata mencatat 25 sentuhan lebih sedikit per laga. Terlebih lagi, ia baru mampu menciptakan lima peluang dari open-play sepanjang empat laga awal. Angka tersebut menegaskan betapa perannya di Liverpool belum memungkinkannya menjadi sumber utama kreativitas.

Laga melawan Newcastle United pada pekan kedua Premier League menjadi contoh paling jelas. Pertandingan berjalan dengan intensitas tinggi dan penuh tekanan, sehingga Wirtz jarang mendapat ruang untuk mengolah bola. Ia tampak terjebak di antara dua tugas, yakni membantu build-up di lini tengah sekaligus memikul ekspektasi menciptakan peluang. Situasi ini jelas membatasi ruang geraknya sebagai gelandang kreatif yang biasanya menentukan arah serangan.

3. Selain faktor teknis, Florian Wirtz juga dihadapkan adaptasi mental serta dinamika skuad

Selain faktor taktik, aspek mental dan kondisi skuad juga berperan besar. Florian Wirtz masih berusia 22 tahun dan baru pertama kali bermain di Premier League yang terkenal dengan tempo cepat serta fisikalitas tinggi. Ia sendiri mengaku masih beradaptasi, bahkan berkata jujur jika ia tak tahu kapan akan mencetak gol perdana untuk Liverpool.

Tekanan semakin berat karena label harga transfernya yang fantastis. Harapan publik agar ia langsung menjadi pembeda sulit terhindarkan, apalagi rekrutan anyar lain seperti Hugo Ekitike sudah menyumbang 2 gol dan 1 assist hingga pekan keempat. Perbandingan ini membuat sorotan terhadap Wirtz makin tajam, seolah ia gagal memenuhi ekspektasi besar yang disematkan sejak kedatangannya.

Selain itu, dinamika skuad Liverpool juga belum stabil. Arne Slot masih melakukan rotasi di lini tengah akibat suspensi maupun adaptasi pemain baru, seperti Ryan Gravenberch dan Alexis Mac Allister. Kondisi ini membuat chemistry antara Wirtz dengan rekan setimnya belum terbentuk sempurna.

Meski begitu, data Premier League menunjukkan sisi positif dari performa Wirtz dengan torehan tujuh peluang sekunder tercipta. Catatan tersebut menempatkannya di urutan ketiga liga, hanya kalah dari Bruno Fernandes dan Elliot Anderson. Angka ini menjadi bukti, Wirtz memiliki potensi besar jika diberi waktu serta ruang untuk beradaptasi.

Lambatnya adaptasi Florian Wirtz di Liverpool lebih disebabkan karena kendala taktik, intensitas kompetisi, dan situasi skuad daripada kualitas individu. Apabila Arne Slot mampu merancang skema yang memberinya keleluasaan di half-space atau mengurangi tuntutan defensif, Wirtz berpotensi berkembang sebagai motor kreativitas utama di Anfield.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team