Sepak Bola Jadi Jalur Inklusi Imigran Albania di Eropa, Bisakah?

Imigran Albania lekat dengan stereotip negatif

Seperti imigran asal negara-negara Afrika, imigran Albania sering dapat stereotip buruk di Eropa. Ini diamini oleh riset Arsovska dan Verduyn berjudul "Globalization, Conduct Norms and Culture Conflict: Perceptions of Violence and Crime in an Ethnic Albanian Context" dalam British Journal of Criminology pada 2008. Menurut temuan mereka, hampir separuh etnik Albania di Kosovo dan Makedonia yang mereka survei mengamini ajaran atau adat Kanun.

Kanun sendiri terdiri dari harga diri, pembalasan dendam, keramahan, dan subordinasi gender (terutama perempuan). Secara tidak langsung, ini mendorong normalisasi kultur kekerasan (konflik berdarah dan KDRT) serta aksi kriminal demi meraih profit (perampokan dan perdagangan barang ilegal). Kultur kekerasan dan kriminalitas tinggi diperparah dengan perang dan kemiskinan yang mendorong banyak orang Albania memilih bermigrasi ke negara lain. Tujuan utama mereka adalah negara-negara Eropa lain yang lebih stabil secara ekonomi. 

Gelombang migrasi etnik Albania menurut laporan United Nations Office on Drugs and Crime sudah terjadi sejak 1990-an, terutama dari Kosovo yang saat itu kolaps dan di ambang konflik dengan Serbia. Melansir BBC, arus kedatangan mereka juga didorong kejatuhan rezim komunis di bawah pimpinan Perdana Menteri Albania Enver Hoxha yang menandai krisis ekonomi dan secara otomatis membuka pintu perbatasan untuk menemukan kesempatan lebih baik di luar negeri. 

Hampir 3 dekade sejak arus migrasi itu terjadi, etnik Albania pun sudah berasimilasi di Eropa. Sebagian terbukti menjadi bagian dari kelompok kriminal terorganisasi dan dideportasi, tetapi tak sedikit yang berhasil mencapai status sosial tinggi dengan menekuni seni dan olahraga, termasuk sepak bola. Apakah benar sepak bola jadi jalur inklusi imigran Albania di Eropa?

1. Eksistensi pemain migran Albania terekspos lewat Timnas Swiss

Sepak Bola Jadi Jalur Inklusi Imigran Albania di Eropa, Bisakah?Xherdan Shaqiri (instagram.com/shaqirixherdan)

Percaya atau tidak, keputusan Timnas Swiss menyertakan beberapa pemain beretnik Albania dalam daftar skuad mereka memfasilitasi proses inklusi imigran Albania di Eropa. Pada Piala Eropa 2016, ada enam pemain berlatarbelakang Albania dalam Timnas Swiss. Mereka adalah Xherdan Shaqiri, Granit Xhaka, Admir Mehmedi, Shani Tarashaj, Blerim Dzemaili dan Valon Behrami.

Sebagai salah satu negara dengan kekuatan sepak bola yang cukup besar di Eropa, Swiss menjelma jadi platform strategis untuk para pemain itu, terutama Shaqiri dan Xhaka. Sebenarnya, pemain migran Albania tersebar di berbagai tim nasional, seperti Albania (Taulant Xhaka, Frédéric Veseli, Berat Djimsiti, Thomas Strakosha), Makedonia Utara (Ezgjan Alioski), Yunani (Panagiotis Kone), dan Montenegro (Fatos Beqiraj). Kini, dengan diakuinya Kosovo oleh FIFA dan UEFA, beberapa pemain yang memenuhi syarat terbaru FIFA tentang pergantian tim nasional memilih untuk berpindah kubu ke Kosovo, seperti Vedat Muriqi, Amir Rrahmani, dan Mergim Vojvoda.

Baca Juga: Zion Suzuki dan Eksistensi Pemain Jepang Keturunan Afrika/Karibia

2. Talenta asli Albania terus bermunculan di liga-liga top Eropa

Sepak Bola Jadi Jalur Inklusi Imigran Albania di Eropa, Bisakah?Armando Broja (instagram.com/armando.broja)

Sebagai negara dengan diaspora tinggi, persebaran pemain Albania di berbagai timnas di Eropa bukan hal mengejutkan. Namun, tren yang muncul belakangan justru sebaliknya. Banyak pemain migran yang memilih memperkuat Timnas Albania. Berat Djimsiti yang saat ini membela Atalanta, misalnya, pernah bergabung dengan tim kelompok usia Swiss sebelum menjadi langganan Timnas Albania.

Begitu pula dengan Thomas Strakosha (Brentford) yang lahir di Athena dan mengantongi kewarganegaraan Yunani; penggawa Chelsea, Armando Broja yang lahir dan besar di Inggris; dan Nedim Bajrami (Sassuolo) yang lahir di Zurich, Swiss. Jejak mereka diikuti Marash Kumbulla, pemain muda AS Roma yang lahir dan besar di Italia. Keempatnya memilih menerima panggilan bermain untuk timnas negara asal orang tua mereka, Albania. 

Tak hanya pemain Albania berlatarbelakang migran, talenta-talenta asli Albania yang tidak menikmati fasilitas dan pendidikan akademi sedini mungkin di negara-negara Eropa Barat, ternyata mulai menginvasi liga-liga top Eropa. Kemunculan mereka terlihat jelas di Spanyol. Dimulai dengan Keidi Bare yang jadi andalan RCD Espanyol. Disusul Vedat Muriqi yang mewakili Mallorca di papan top skor LaLiga 2022/2023 dan Myrto Uzuni dari Granada CF yang dinyatakan jadi top skor LaLiga 2 2022/2023.

3. Sentimen anti-Albania masih ada

Sepak Bola Jadi Jalur Inklusi Imigran Albania di Eropa, Bisakah?Armando Broja dan Myrto Uzuni (instagram.com/fshforg)

Stereotip buruk yang melekat pada imigran asal Albania adalah hal lumrah yang ditemukan di Eropa. Melansir Migration Policy, media-media di Yunani dan Italia, dua negara yang jadi tujuan utama para pekerja migran asal Albania, berperan dalam membentuk citra buruk tentang mereka. Di Inggris, fobia terhadap imigran Albania juga tergolong tinggi, masih diperparah dengan penggambaran mereka di berbagai produk budaya yang lekat dengan gangster dan aksi kriminal lainnya. 

Belum ada data yang mencatat aksi rasisme yang menyasar spesifik kepada pemain sepak bola Albania. Belum ada juga testimoni yang menunjukkan pengalaman negatif pemain Albania selama berkarier di Eropa. Beda halnya dengan pemain keturunan Afrika dan Asia yang lebih sering mendapatkan perlakuan rasis yang nyata dan tampak. Beberapa perilaku rasis bahkan rusuh tercatat hanya saat para pemain Albania harus berhadapan dengan tim dan bermain di depan suporter asal Serbia yang secara sejarah menyimpan sentimen satu sama lain. 

Ini berarti, berbanding terbalik dengan stereotip yang diterima imigran Albania di Eropa secara umum, sejauh ini pesepak bola relatif aman dari tindak rasis dan xenofobia. Bisakah sepak bola jadi jalur inklusi para migran Albania di Eropa? Bisa jadi, tetapi terlalu dini untuk menyimpulkannya sekarang tanpa riset yang lebih komprehensif. 

Baca Juga: Saba Sazonov, Tembok Georgia U-21 yang Bisa Rambah Liga Elite Eropa

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Gagah N. Putra

Berita Terkini Lainnya