Fluminense dan Jejak Aristokrat Inggris di Brasil

- Fluminense didirikan oleh ekspatriat Inggris, Oscar Cox, dan memiliki hubungan erat dengan aristokrat Inggris di Brasil.
- Meskipun tim ini memiliki pemain dari berbagai etnis, Fluminense masih mempertahankan relasi kuat dengan Inggris melalui sejarah pertandingan dan kerjasama jersey.
- Fluminense berhasil mencapai semifinal Piala Dunia Antarklub 2025 setelah mengalahkan beberapa tim besar, meskipun kondisi mereka di liga domestik tidak sebaik performa internasional mereka.
Fluminense mencapai semifinal Piala Dunia Antarklub 2025 setelah mengalahkan Al Hilal 2-1 pada perempat final. Rekor bagus mereka di kompetisi regional dan internasional sebenarnya kontras dengan sepak terjang di liga domestik. Setelah menjuarai Copa Libertadores 2023—alasan mereka berhak berpartisipasi di Piala Dunia Antarklub tahun ini—Fluminense sempat hampir terelegasi dari Serie A Brasil paad 2024. Rata-rata usia pemain mereka juga cukup tua dibanding rival. Beberapa pemain kunci berada pada rentang umur 30--40 tahun.
Dua pemain Al-Hilal, Joao Cancelo dan Ruben Neves, yang diturunkan Simone Inzaghi saat sedang berduka berat akibat kematian Diogo Jota diklaim sebagai salah satu faktor mujur Fluminense di Piala Dunia Antarklub 2025. Namun, Fluminense memang bukan tim sembarangan. Semifinal bahkan bukan fase terbaik mereka di turnamen ini. Pada 2023, mereka pernah mencapai partai final meski gagal meraih juara setelah takluk dari Manchester City dengan skor 0-4.
1. Fluminense lekat dengan eksistensi aristokrat Inggris di Brasil
Berdiri pada 1902, Fluminense didirikan seorang ekspatriat Inggris bernama Oscar Cox. Ini bukan fakta yang mengejutkan mengingat Inggris memang punya kontribusi dalam proses kemerdekaan Brasil dari Portugal. Merujuk tulisan Leslie Bethell dalam buku Brazil: Essays on History and Politics, Inggris menawarkan jalan tengah untuk kepentingan Dinasti Braganza, keluarga aristokrat Portugal yang kabur ke Rio de Janeiro setelah Napoleon menduduki Portugal pada 1807 dan nantinya jadi katalis kemerdekaan Brasil, dan pemerintah koloni Portugal yang belum sudi kehilangan negara-negara jajahan mereka. Caranya dengan membuka keran perdagangan Brasil setelah dimonopoli pemerintah kolonial Portugal.
Inggris juga menjamin keamanan Brasil dengan menempatkannya di bawah proteksi militer mereka. Dengan posisi ini, Inggris berhasil mendapatkan hak istimewa yang disahkan dalam dua traktat sekaligus. Beberapa keuntungan yang dimaksud termasuk aturan tarif maksimum dan hak kepemilikan properti. Perlahan, para pebisnis Inggris jadi bagian integral dalam masyarakat Brasil.
Mereka pula yang membawa sepak bola ke Brasil. Fluminense salah satu hasilnya. Tidak heran klub itu identik dengan ekspatriat Inggris yang pada umumnya berstatus elite atau aristokrat. Pada awal pendiriannya, skuad mereka didominasi pemain kulit putih. Kabar diskriminasi dalam proses seleksi pemain pernah menyeruak. Sampai-sampai, Carlos Alberto, satu-satunya pemain berdarah campuran kulit hitam, harus menyamarkan warna kulitnya dengan tepung beras agar tak terlihat mencolok dibanding rekan setimnya pada 1914.
2. Masih jadi tim Brasil yang punya relasi kuat dengan Inggris
Isu warna kulit dan ras tak lagi relevan sejak Brasil melakukan profesionalisasi olahraga pada 1920-an. Pemain-pemain keturunan pribumi dan kulit hitam mengisi skuad Fluminense. Pada Piala Dunia Antarklub 2025 pun terlihat jelas betapa dominannya pemain-pemain itu. Tak ada lagi jejak pemain Inggris layaknya masa lalu.
Namun, relasi lekat mereka dengan Inggris tak bisa dihapus begitu saja. Sampai sekarang, Fluminense masih jadi satu-satunya klub sepak bola Brasil yang pernah berlaga di markas angker Manchester United, Old Trafford. Tepatnya untuk sebuah laga amal pada 1986. Markas mereka, Stadion Maracana, pernah dipakai menjamu klub Inggris, Exeter City, yang melakukan laga uji coba dengan Timnas Brasil pada 1914. Fluminense pula satu dari beberapa klub sepak bola Brasil yang berkolaborasi dengan produsen jersey asal Manchester, Umbro.
3. Bukan tim yang dijagokan di Piala Dunia Antarklub 2025
Untuk mencapai semifinal Piala Dunia Antarklub 2025, Fluminense sudah melalui rintangan yang tak mudah. Mereka menahan imbang raksasa Bundesliga Jerman, Borussia Dortmund, mengalahkan juara K-League Korea Selatan 2024, Hyundai Ulsan, dan mengungguli pemuncak South African Premiership 2024/2025, Mamelodi Sundowns. Juara Serie A Italia, Inter Milan, pun mereka singkirkan pada babak 16 besar. Bahkan, Al Hilal yang menyingkirkan Manchester City, mereka usir dari turnamen dengan skor 2-1 pada perempat final.
Namun, rekam jejak ini cukup kontras dengan kondisi mereka di liga domestik. Setelah terseok-seok pada 2024, nasib Fluminense memang membaik pada 2025 ini. Hanya saja, berada di peringkat enam klasemen sementara Serie A Brasil, Fluminense masih tertinggal jauh dari sang rival sekota, Flamengo, yang bertengger di puncak per 11 Juli 2025.
Palmeiras selaku runner-up Serie A Brasil 2024 dan penghuni peringkat empat klasemen sementara pada 2025 lebih dijagokan jadi perwakilan Brasil tersisa di Piala Dunia Antarklub 2025. Benar saja, misi Fluminense mencapai final Piala Dunia Antarklub untuk kedua kalinya digagalkan Chelsea pada semifinal yang berlangsung Rabu dini hari (9/7/2025). Dengan dua gol tanpa balas, Fluminense harus mengakui keunggulan salah satu raksasa Inggris itu. Namun, keikutsertaan mereka di Piala Dunia Antarklub layak diapresiasi. Bukan perkara mudah mengalahkan klub-klub favorit bermodalkan pemain-pemain senior di tengah tren rata-rata usia pemain sepak bola dunia yang makin muda.