Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pertandingan sepak bola (pexels.com/Riccardo)

Intinya sih...

  • Peran struktur transfer dan defisit finansial liga China

  • Daya tarik finansial Liga Timur Tengah dan MLS yang mengungguli China

  • Perubahan strategi rekrutmen klub Arab Saudi yang berfokus pada pemain muda

Dunia sepak bola tengah mengalami pergeseran besar-besaran dalam pola migrasi para pemain bintang. Jika 1 dekade lalu China menjadi destinasi favorit berkat suntikan dana besar dan ambisi membangun liga kelas dunia, kini sorotan itu bergeser ke kawasan Timur Tengah dan Amerika Serikat. Pergeseran mencerminkan perubahan dalam kekuatan finansial dan dinamika politik olahraga global yang terus berkembang.

Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, bersama dengan Amerika Serikat melalui Major League Soccer (MLS), kini menjadi magnet baru bagi pemain sepak bola papan atas. Gaji fantastis, proyek jangka panjang, gaya hidup yang nyaman, dan eksposur global menjadi daya tarik utama yang ditawarkan. Fenomena ini merupakan babak baru dalam eksodus pemain saat uang bukan satu-satunya faktor, melainkan juga visi dan strategi yang dibawa masing-masing liga.

1. Ada peran struktur transfer dan defisit finansial liga China

Pergeseran eksodus pemain bintang dari China kini terlihat nyata melalui angka-angka transfer terakhir. Menurut data Transfermarkt, pada 2024/2025, klub-klub CSL mencatat defisit transfer internasional sebesar 6,45 juta euro atau sekitar Rp122 miliar. Total 343 pemain keluar menghasilkan 8,54 juta euro atau sekitar Rp162 miliar, sedangkan belanja pemain masuk mencapai 15 juta euro atau sekitar Rp284 miliar. Berdasarkan kalkulasi ini, pendapatan klub-klub China dari penjualan tidak mampu menutup pengeluaran untuk pembelian. Bahkan, Shanghai Port mencatat kerugian sekitar 2,1 juta euro atau sekitar Rp40 miliar hanya dari transaksi asing.

Situasi ini sangat kontras dengan era keemasan CSL pada pertengahan 2010-an, ketika klub-klub China mendatangkan pemain top Eropa, seperti Oscar, Hulk, dan Paulinho, dengan biaya besar. Kini, kekuatan tawar finansial itu menurun drastis akibat regulasi pemerintah, termasuk pajak transfer yang tinggi dan pembatasan gaji untuk pemain asing. Kebijakan tersebut menghambat kemampuan klub dalam bersaing di bursa transfer internasional.

Sementara itu, Saudi Pro League (SPL) dan MLS justru mengalami lonjakan aktivitas transfer. Klub-klub seperti Al-Hilal sukses merekrut Ruben Neves hingga Neymar Jr dan Inter Miami membawa nama besar seperti Luis Suárez dan Lionel Messi untuk memperkuat daya saing. Dengan fleksibilitas finansial yang lebih besar dan proyek jangka panjang yang lebih menjanjikan, kedua liga ini kini menjadi destinasi baru bagi pemain-pemain bintang yang dahulu tertarik ke China.

2. Daya tarik finansial liga Timur Tengah dan MLS yang mengungguli China

Musim panas 2023 melahirkan gebrakan besar dari SPL yang mencatatkan pengeluaran transfer sebesar 957 juta euro atau sekitar Rp18 triliun. Dilansir Business Times, angka ini membawa mereka menjadi liga dengan pengeluaran transfer terbesar kedua di dunia setelah English Premier League (EPL). Transfer besar seperti Neymar Jr ke Al-Hilal dan Karim Benzema ke Al-Ittihad menjadi simbol kekuatan finansial Liga Arab Saudi yang saat itu bahkan melampaui belanja gabungan liga-liga besar Eropa. Meski pada 2024/2025 orientasinya sedikit berfokus kepada pemain muda, pengeluaran klub-klub SPL tetap merata dan kuat. Hal ini tercermin dari defisit transfer semua klub mereka yang mencapai 515 juta euro atau sekitar Rp9,7 triliun untuk merekrut 371 pemain.

MLS pun tak kalah impresif. Pada 2024, Luis Suárez dan nama-nama besar lainnya hijrah ke Negeri Paman Sam. Mereka menjadi magnet baru di Amerika Serikat. Selain itu, MLS sukses mendatangkan pemain bintang dari Eropa. Meskipun skalanya tak sebesar SPL, mereka tetap menawarkan daya komparatif dalam hal gaya hidup dan eksposur media global. Tren ini menunjukkan preferensi pemain elite terhadap liga-liga yang menjanjikan kombinasi antara stabilitas proyek dan kompensasi yang kompetitif.

Sebaliknya, Liga China kini tertinggal jauh. Setelah babak pertama belanja besar pada 2016–2017, kini CSL terlihat pasif akibat regulasi ketat dan kapasitas finansial yang menurun. Ketika SPL dan MLS terus menarik nama-nama ternama, China kehilangan momentumnya sebagai destinasi utama. Pada titik ini, arah ekosistem transfer global benar-benar beralih ke Timur Tengah dan Amerika, bukan lagi ke Asia Timur.

3. Perubahan strategi rekrutmen klub Arab Saudi yang berfokus kepada pemain muda

Saudi Pro League mengalami transformasi strategi sejak awal musim 2024. Setelah pada musim sebelumnya membelanjakan hampir 1 miliar euro atau sekitar Rp18 triliun untuk mendatangkan bintang papan atas seperti Neymar Jr, Karim Benzema, dan Riyad Mahrez, kini mereka beralih kepada pemain muda berpotensi tinggi. Pada bursa transfer musim panas 2024/2025, rata-rata usia pemain yang direkrut menurun menjadi 24,6 tahun dari sebelumnya 28,8 tahun.

Dilansir Give Me Sport, regulasi yang berlaku kini mengizinkan tiap klub SPL memiliki maksimal 10 pemain asing, yang terdiri atas 8 pemain tanpa batasan usia dan 2 pemain berusia di bawah 21 tahun. Aturan ini juga disertai pembatasan jumlah skuad menjadi 25 pemain yang bertujuan meningkatkan efisiensi serta memberi ruang bagi pengembangan pemain lokal. Pendekatan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah Arab Saudi untuk menciptakan ekosistem liga yang lebih berkelanjutan dan kompetitif dalam jangka panjang.

Meski nilai transfer secara keseluruhan menurun daripada tahun sebelumnya, SPL tetap mampu menarik nama-nama muda potensial seperti Jhon Durán dari Aston Villa. Strategi ini menunjukkan, Arab Saudi juga memperhitungkan nilai investasi jangka panjang. Pendekatan tersebut menjadi salah satu alasan liga ini kini dianggap lebih menarik dibanding Liga China yang mengalami stagnasi dalam hal daya saing global.

4. Pertumbuhan komersial dan basis penonton SPL dan MLS yang meningkat

Saudi Pro League mencatat lonjakan drastis dalam aspek komersial sepanjang 2024/2025. Pendapatan media domestik mencapai sekitar 80 juta dolar AS atau sekitar Rp1,3 triliun, sementara nilai sponsor utama seperti Roshn dan Adidas mendorong pemasukan sponsor hingga diperkirakan mencapai 54,5 juta dolar AS atau sekitar Rp898 miliar. Klub-klub seperti Al-Nassr berhasil memperoleh pendapatan tahunan hingga 110 juta dolar AS atau sekitar Rp1,8 triliun sehingga menunjukkan nilai pasar SPL berkembang secara stabil.

Selain itu, jangkauan siaran SPL terus meluas dengan dukungan dari 38 penyiar global yang tersebar di 140 negara. Peningkatan ini menghasilkan lonjakan pendapatan hak siar sebesar 650 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dinamika serupa terjadi di MLS. Dilansir laman resmi mereka, pada 2024, total kehadiran penonton pertandingan MLS mencapai 11,45 juta. Ini meningkat 5 persen daripada 2023 dan 14 persen daripada 2022. Rata-rata jumlah penonton per pertandingan mencapai 23.234 orang. Angka ini menempatkan MLS di posisi ketiga secara global dalam hal jumlah penonton stadion, setelah EPL dan Bundesliga Jerman.

SPL dan MLS menunjukkan, kesuksesan yang mereka capai berasal dari penguatan fondasi stadion, hak siar, sponsorship, serta engagement digital. SPL dan MLS berhasil menarik investor dan penggemar global sehingga membuatnya menjadi destinasi menarik bagi pemain bintang, sekaligus menawarkan atmosfer kompetitif yang stabil. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi Liga China yang sekarang mengalami stagnasi masif.

5. Adanya reposisi pusat daya tarik sepak bola global

Berbagai faktor di atas membuat daya saing China sebagai tujuan utama pemain bintang mengalami penurunan yang drastis. Defisit transfer yang terus terjadi diiringi dengan regulasi ketat dan keterbatasan finansial, menjauhkan CSL dari panggung elite global. Ketika China masih bergelut dengan restrukturisasi internal, Timur Tengah dan Amerika Serikat justru menunjukkan konsistensi dalam membangun ekosistem sepak bola yang stabil dan menarik.

Arab Saudi melalui Saudi Pro League menunjukkan kekuatan finansial yang mapan serta mulai merancang model pembangunan jangka panjang dengan investasi pada pemain muda. Pada saat yang sama, MLS memanfaatkan reputasi positif dan peningkatan infrastruktur untuk menarik pemain serta membangun loyalitas suporter. Tingginya rata-rata kehadiran penonton, naiknya penjualan tiket musiman, serta meluasnya jangkauan hak siar memperkuat daya tarik kedua liga tersebut di mata pemain profesional.

Pergeseran ini menjadi bukti eksodus pemain tidak lagi semata-mata soal nominal kontrak, melainkan juga dipengaruhi visi kompetisi, eksposur global, serta kenyamanan profesional. SPL dan MLS yang berhasil menggabungkan elemen-elemen tersebut kini tampil lebih unggul dibanding CSL dalam menarik perhatian dunia. Fenomena ini membuktikan adanya perubahan masif dalam lanskap sepak bola global yang makin multipolar dan kompetitif.

Dominasi baru yang dibangun liga-liga Timur Tengah dan Amerika menunjukkan arah perkembangan sepak bola profesional yang lebih dinamis. Transformasi ini memperlihatkan kombinasi dari kekuatan finansial, strategi rekrutmen, dan basis penonton yang solid mampu membentuk daya saing global. Perubahan ini berpotensi mengubah peta destinasi utama bagi para pemain bintang dunia pada masa yang akan datang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team