Jakarta, IDN Times - PSSI akhirnya menunjuk Burundi sebagai lawan dari Timnas Indonesia di periode jeda internasional atau FIFA Matchday periode Maret 2023. Nantinya, Indonesia akan melawan Burundi dua kali, 25 dan 28 Maret 2023.
Lokasi dan jam laga belum diumumkan. Hal tersebut akan dikonfirmasi oleh PSSI selanjutnya.
Tapi, sebelum menyaksikan duel itu, patut disimak nih Burundi itu sebenarnya seperti apa sih?
Reputasi sepak bola Burundi sebenarnya kurang diperhitungkan. Hanya saja, Burundi memiliki peringkat FIFA yang lebih baik ketimbang Indonesia.
Mereka kini ada di peringkat 141 FIFA, alias 10 tingkat lebih tinggi ketimbang Indonesia. Pun, Burundi baru saja mencetak sejarah dengan lolos pertama kalinya ke Piala Afrika pada 2019 lalu.
Sialnya, sepanjang pesta sepak bola terbesar Benua Hitam itu, Burundi kalah dalam tiga laga beruntun di penyisihan grup dan kebobolan empat kali. Pada 2021, Burundi tak lolos ke putaran final Piala Afrika.
Sebenarnya, Burundi memiliki satu pemain yang cukup mentereng dan pernah berlaga di Premier League. Dia adalah Saido Berahino.
Sepanjang kariernya di Premier League, Berahino pernah membela West Bromwich Albion dan Stoke City. Dia juga pernah membela Brentford saat masih belum promosi di 2012 silam.
Berahino juga sempat dipanggil ke Timnas Inggris kelompok umur. Secara rutin, Berahino dipanggil ke Timnas Inggris U-16, U-17, U-18, U-19, U-20, dan U-21.
Tapi, pada akhirnya saat menginjak level senior, Berahino memilih Burundi sebagai negara yang dibelanya. Dia merasa memiliki keterikatan dengan Burundi karena memang merupakan negara kelahirannya.
Sebagai sebuah negara, Burundi dikenal sebagai salah satu yang termiskin di dunia. Menurut laporan Wayback Machine, Burundi termasuk negara termiskin karena sumber daya yang minim.
Para penduduknya hanya bergantung pada hasil pertanian seperti kentang, pisang, tapioka, serta produk peternakan. Adapun, beberapa produk tambang seperti uranium, nikel, kobalt, tembaga, dan platinum, hanya sebagai pendukung saja.
Dikelilingi daratan, Burundi praktis tak memiliki produk perairan seperti ikan laut dan lainnya.
Secara akses pendidikan, mereka juga begitu minim. Setidaknya, 80 persen penduduk Burundi hidup dalam kemiskinan. Maka tak heran fenomena malanutrisi sering ditemukan di sini. Selama ini, Burundi bertahan dari adanya donasi dari berbagai organisasi, ditambah hasil ekspor kopi dan teh.
Situasi ini diperparah dengan adanya fakta Burundi merupakan anggota 10 besar negara tingkat korupsi tertinggi. Bahkan, ada ungkapan kalau korupsi di Burundi merupakan penyakit endemik.
Beberapa organisasi non-profit dalam negeri sudah mulai mengambil tindakan. Dilansir Region Week, mereka ingin melawan aksi korupsi yang terorganisir demi bisa menyejahterakan negara dan rakyatnya.