Intervensi Politik dalam Sepak Bola Brasil

#WorldCup2018 Popularitas timnas ditunggangi pemerintah.

Sepak bola bagai candu untuk banyak orang. Dan ketika sesuatu sudah mencapai status tersebut, maka kepentingan-kepentingan politik hanya tinggal menunggu waktu untuk pelan-pelan menginfiltrasi.

Ini yang terjadi di sepak bola Brasil era 1970-an ketika pemerintah otoriter memanfaatkan sepak bola yang digilai warga sebagai upaya mendistraksi mereka dari rasa frustrasi terhadap kekerasan massal, diskriminasi dan ketidakadilan.

1. Jelang persiapan Piala Dunia 1970, sepak bola Brasil dicengkeram oleh Medici

Intervensi Politik dalam Sepak Bola Brasileducacao.uol.com.br

Otoritarianisme sebenarnya bukan barang baru bagi warga Brasil pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970. Sebelumnya, militer juga menguasai negara tersebut di bawah kepemimpinan Humberto Castelo Branco yang berkuasa berkat kudeta.

Hanya saja, diktator baru yaitu Emílio Medici punya perbedaan. Sang jenderal memahami betul bahwa sepak bola Brasil tengah digilai oleh masyarakat. Ia memastikan pihaknya mampu memanfaatkan itu.

Salah satu yang paling diingat oleh sejarah adalah bagaimana Medici memecat pelatih Joao Saldanha setelah permintaannya untuk memasukkan penyerang bernama Dario tidak dituruti. Menurut Football Times, ia dikabarkan berkata kepada Medici,"Aku tak mencampuri urusan kabinetnya, jadi dia jangan mencampuri urusan timku."

2. Tim Samba adalah roti dan sirkus bagi pemerintah Brasil

Intervensi Politik dalam Sepak Bola BrasilThe Football Times

Salah satu frasa populer dari Kekaisaran Roma adalah "roti dan sirkus membuat rakyat senang". Frasa ini mewakili bagaimana otoritas menggunakan hiburan sebagai alat untuk memanipulasi masyarakat yang tak puas terhadap mereka.

Dalam kasus Brasil, sepak bola adalah roti dan sirkus itu. Ketidakpuasan, protes, penculikan dan pembunuhan yang mewarnai kehidupan sehari-hari di negara tersebut coba ditutupi dengan kemeriahan dan gegap gempita persiapan Piala Dunia.

Mario Zagallo, pengganti Saldanha, berhasil membawa Brasil juara. Medici menjadikan hari kepulangan timnas dari Meksiko sebagai tanggal merah. Orang yang pertama kali mereka temui adalah Medici. Dalam parade kemenangan pun Medici tampak hadir di samping Pele.

Di foto itu Pele tampak senang. Tapi ia menuliskan yang sebaliknya dalam bukunya, Why Soccer Matters. "Setelah kami menang Piala Dunia 1970, pemerintah militer tidak lelah memanfaatkan kemenangan kami sebagai alat propaaganda untuk menyembunyikan masalah Brasil yang sebenarnya," tulis Pele.

3. Pemerintah menjadikan sepak bola seolah-olah adalah identitas utama Brasil

Intervensi Politik dalam Sepak Bola BrasilThe Old Reader

Prestasi timnas Brasil menggaung hingga ke seluruh dunia. Brasil adalah sepak bola indah. Sepak bola indah adalah Brasil. Kurang lebih ini identitas yang dibangun dan dibanggakan oleh Medici, kemudian secara tak sadar kian dipercaya oleh sebagian fans fanatik.

Medici memakai kemenangan Brasil sebagai tolok ukur kesuksesan negaranya. Ia menyebut itu adalah "bentuk tertinggi dari patriotisme". Ia menyamakan capaian gemilang itu dengan "bangkitnya keyakinan terhadap perjuangan menjalankan pembangunan nasional".

Untuk menegaskan statusnya sebagai pemimpin yang sangat mencintai sepak bola, Medici membangun berbagai stadion. Ia menghadiri beberapa pertandingan Flamengo. Upayanya itu dilakukan agar ia dipandang dekat dengan rakyat sebab sepak bola adalah hidup mereka.

4. Kemudian Brasil gagal mempertahankan statusnya di kancah internasional

Intervensi Politik dalam Sepak Bola BrasilEurosport

Kemunduran timnas Brasil terjadi ketika Piala Dunia 1974 berlangsung. Mereka gagal untuk mempertahankan gelar juara. Di ranah sepak bola domestik, Medici memaksakan seorang panglima angkatan laut Brasil, Helio Nunes, sebagai ketua federasi.

Sepak bola Brasil kian terstruktur seperti organisasi militer. Tiada lagi joga bonito yang merepresentasikan sepak bola Brasil. Tidak becusnya orang-orang berkuasa yang bereksperimen dengan sepak bola menjadikan Tim Samba sebagai korban.

40 tahun kemudian, saat Brasil menjadi tuan rumah Piala Dunia, rakyat sudah menyadari bahwa pemerintah punya kapabilitas untuk menjadikan timnas sebagai alat propaganda lagi. Kali ini, targetnya adalah masyarakat internasional.

Seperti dilaporkan Reuters, ketimpangan ekonomi dan korupsi yang merajalela terjadi Brasil selama persiapan Piala Dunia. Stadion-stadion bagus dibangun dengan mengorbankan program sosial untuk rakyat. Semua demi menjaga gengsi pemerintah lewat sepak bola.

Alhasil, tak sedikit yang kemudian justru membelot, dan mendukung timnas lawan. "Jika Brasil juara, semua korupsi di seputar turnamen akan terlupakan. Negara ini takkan bangun," ujar salah satu warga.

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya