Kesuksesan Manchester City yang Bukan Hasil Proyek Candi

ManCity bisa sukses bukan karena sulap semalam

Jakarta, IDN Times - Pada 2008 silam, Manchester City resmi dibeli oleh bangsawan Uni Emirat Arab, Sheikh Mansour. Kehadirannya ternyata menjadi awal dari perjalanan panjang ManCity menuju kesuksesan.

Sejak 15 tahun dari proses akuisisi Mansour, ManCity sudah bertransformasi dari tim papan tengah, menjadi yang disegani di Inggris bahkan Eropa.

Tapi, proses yang dilalui ManCity tidak instan. Sederet kegagalan juga mereka alami. Dengan banyaknya momen pahit yang dialami, justru mental mereka kian kuat.

1. Pahit-manis ManCity pasca dibeli Sheikh Mansour

Kesuksesan Manchester City yang Bukan Hasil Proyek CandiManchester City juara Liga Champions 2022/23. (Twitter/@ManCity).

Di awal masa kepemilikan Mansour, ManCity tak lantas langsung berjaya. Setelah menunggu sekitar tiga tahun, mereka akhirnya memetik buah manis.

Gebrakan paling mentereng dibuat ManCity ketika menyabet trofi Premier League di musim 2011/12. Itu kembali dilakukan pada 2013/14, membuktikan kalau ManCity bukan one season wonder. Mereka juga sempat meraih sederet trofi di kompetisi domestik lain, yang menegaskan kalau ManCity jadi ancaman baru.

Trofi Piala FA pada musim 2010/11, serta trofi Piala Liga pada musim 2013/14 dan musim 2015/16, juga berhasil diraih ManCity. Namun, ada masa-masa ketika ManCity limbung. Mereka bahkan tak meraih trofi di beberapa musim.

Sampai akhirnya, dahaga trofi itu berhenti pada musim 2016/17. Selepas musim itu, ManCity menjelma menjadi tim yang luar biasa.

Baca Juga: 4 Keputusan Guardiola Antar Manchester City Juara Liga Champions

2. Kesempurnaan dan berbagai transformasi yang terjadi

Kesuksesan Manchester City yang Bukan Hasil Proyek Candimancity.com

Sebelum sukses di musim 2016/17, sebenarnya sudah banyak investasi yang ManCity lakukan. Pertama, mereka membentuk Elite Development Squad (EDS), sebagai akademi tempat mereka menelurkan bintang-bintang muda.

Pada musim 2013/14, ManCity membentuk sebuah konsorsium besar bernama City Football Group Limited. Konsorsium inilah yang jadi sumber besar pendanaan ManCity, sekaligus juga jadi ladang dalam pencarian pemain-pemain bertalenta.

Berbagai kebijakan ini perlahan membuat ManCity menjadi besar. Perubahan mereka pun komplet seiring kehadiran Pep Guardiola pada musim 2016/17. Pria asal Spanyol inilah yang menyuntikkan mental juara di skuad The Citizens.

Dengan keuangan yang lebih teratur, plus hadirnya Guardiola yang sudah matang bersama Barcelona dan Bayern Munich, ManCity mulai berbenah. Mereka berinvestasi tidak cuma pada bintang, tetapi juga bakat-bakat muda.

EDS pelan-pelan mulai menghasilkan talenta yang bisa diandalkan tim utama, salah satunya Phil Foden. Belum lagi ada Jadon Sancho, Angelino, hingga Kelechi Iheanacho yang juga bersinar di klub-klub lain.

Selain itu, manajemen klub pun mereka perkuat. Mereka merenovasi markasnya dan mengubah nama kandang menjadi Etihad Stadium. Tempat latihan mereka, Etihad Campus, juga tak lepas dari pembenahan.

Dengan membenahi hal-hal di luar lapangan, Guardiola pun dengan enak mampu mengatur apa saja di dalam lapangan. Dia memadukan kemampuan para bintang di skuad, dengan pemain muda yang naik kelas dari akademi.

Guardiola juga tak jarang melakukan bongkar pasang skuad, ketika ada pemain-pemain yang dinilai berpotensi memperkuat atau malah menghancurkan tim. Hasilnya? Deretan trofi, plus gelar Liga Champions 2022/23 datang.

Tentu ini bukan hanya hasil dari sulap dalam semalam atau proyek candi yang sering diceritakan dalam dongeng kepada anak-anak Indonesia. Lewat ragam transformasi dan investasi, ManCity memantapkan diri sebagai tim yang tak tersentuh musim ini.

3. Mampukah mereka mempertahankan kelasnya?

Kesuksesan Manchester City yang Bukan Hasil Proyek CandiManchester City juara Liga Champions 2022/23. (Twitter/@ManCity).

Dengan transformasi dan investasi tanpa henti dalam beberapa tahun terakhir, ManCity pun mendapatkan kelasnya. Mereka mampu menyejajarkan diri, bahkan melampaui tim-tim tradisional Inggris dan Eropa.

Namun, membentuk kelas yang permanen, tentu membutuhkan kerja keras jangka panjang. Selepas meraih trofi Liga Champions 2022/23, perjuangan ManCity belum selesai. Ada kelas yang harus mereka pertahankan.

Jika ini sukses dilakukan, tentu dengan berbagai transformasi serta konsistensi, ManCity akan mendapatkan kelasnya. Mereka pun bakal jadi poros baru di Manchester, Inggris, dan Eropa.

Baca Juga: Akhirnya, Pep Guardiola Lepas dari Kutukan Dukun Afrika 

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya