Skandal Suap di Balik Prestasi Olympique Marseille pada 1992/1993

- PSG sebagai wakil Prancis di Eropa dalam 10 tahun terakhir, tetapi belum menjadi juara Liga Champions.
- Olympique Marseille meraih juara Liga Champions 1992/1993 meski dianggap kalah kualitas dari AC Milan.
- Skandal penyuapan yang dilakukan Bernard Tapie mempengaruhi prestasi dan reputasi Marseille.
Paris Saint-Germain (PSG) bisa disebut sebagai representasi sepak bola Prancis di kancah Eropa dalam 10 tahun terakhir. Hal ini cukup wajar mengingat prestasi dan dominasi mereka di Ligue 1 Prancis. Selain itu, mereka juga kerap tampil garang di Liga Champions Eropa meski pada akhirnya belum bisa menjadi juara.
Di samping ironi PSG, ada Olympique Marseille yang berbangga dengan prestasi mereka. Sebab, Les Olympiens masih menjadi satu-satunya klub Prancis yang sukses meraih juara di Liga Champions, tepatnya pada 1992/1993. Itu merupakan tahun pertama format UEFA Champions League digunakan setelah puluhan tahun menggunakan format dari European Cup.
Meski sangat membanggakan, musim tersebut berakhir menyedihkan bagi Olympique Marseille. Sebab, ada cerita menarik mengenai ambisi yang justru mempermalukan tim. Hal tersebut dibahas dalam tulisan berikut!
1. Kemenangan tipis menciptakan sejarah untuk Olympique Marseille
Pada 26 Mei 1993, Olympique Marseille dan AC Milan bertemu di final Liga Champions 1993. Pada laga yang digelar di Munich tersebut, AC Milan lebih dijagokan. Sebab, AC Milan dihuni oleh deretan bintang, seperti Daniele Massaro, Paolo Maldini, Billy Cortacusta, Frank Rijkaard, dan Marco van Basten.
Di sisi lain, skuad Olympique Marseille memiliki pemain yang kualitasnya di bawah AC Milan kala itu. Sebut saja Rudi Voller, Abadi Pelle, Fabian Barthez, Marcel Desailly, dan Didier Deschamps. Di atas kertas, AC Milan diunggulkan untuk memenangkan laga dan menjadi juara.
Namun, keajaiban terjadi terjadi setelah gol Basile Boli dari situasi sepakan pojok membuat Olympique Marseille unggul. Keunggulan 1-0 Marseille tersebut tak bisa dikejar AC Milan hingga akhir laga. Hal tersebut membuat Marseille meraih juara Liga Champions 1993 sekaligus menjadi klub Prancis pertama yang meraih juara di kompetisi tertinggi Eropa.
2. Ambisi Bernard Tapie
Enam hari sebelum pesta di Munich, Olympique Marseille harus menjalani pekan 36 Divisi 1 Liga Prancis (sekarang Ligue 1) 1992/1993 melawan Valenciennes. Jika Marseille menang atas Valenciennes maka mereka akan langsung juara. Namun, jika mereka tak meraih kemenangan, Marseille harus menghadapi laga penentuan melawan PSG pada pekan 37.
Ambisi untuk juara lebih cepat datang dari pemilik Marseille, Bernard Tapie. Ia tak menginginkan Marseille bertemu PSG pada pekan 37. Apalagi bila mereka akhirnya kalah dan gagal juara. Sebab, PSG adalah pesaing utama Marseille dalam perebutan juara itu.
Di sisi lain, pemain Marseille juga harus menghemat tenaga guna menghadapi AC Milan pada babak final Liga Champions 1992/1993. Sehingga, berbagai cara dilakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Salah satunya dengan cara curang yang sudah pasti dilarang.
3. Skandal suap dan keberanian Glassman
Beberapa hari sebelum laga melawan Valenciennes, aksi licik Bernard Tapie mulai dilakukan. Ia meminta pemain Olympique Marseille, Jean-Jacques Eydelie, untuk menghubungi mantan rekan setimnya, Jorge Burruchaga, Christophe Robert, dan Jacques Glassman yang sudah berseragam Valenciennes. Tujuannya untuk menyuap ketiga pemain tersebut untuk bermain buruk ketika menghadapi Marseille.
Penyuapan tersebut terbukti berhasil untuk Burruchaga dan Robert, tetapi tidak untuk Glassman. Pemain asal Prancis itu menolak suap yang diberikan Marseille melalui Eydelie. Ia justru menjadi sosok yang mengungkap skandal penyuapan tersebut.
Selama laga Valenciennes vs Marseille, Glassman berulang kali memberi tahu bila ada penyuapan. Pada babak pertama, setelah Valenciennes kebobolan, ia melaporkan kasus ini kepada pelatihnya, Boro Primorac. Memasuki babak kedua, ia semakin lantang untuk bersuara. Kini, ia melaporkannya kepada wasit pertandingan, Jean-Marie Veniel, dan kapten Marseille, Didier Deschamps.
Marseille pun menang dengan skor 1-0 dan menjadi juara Divisi 1 Liga Prancis 1992/1993. Namun, polisi masuk ke ruang ganti pemain untuk melakukan interogasi kepada beberapa pemain setelah pertandingan. Ini merupakan buntut dari laporan dan tuduhan yang disampaikan Glassman kepada wasit saat laga berjalan.
4. Hukuman bagi pelaku penyuapan
Dua minggu setelah laga, Christophe Robert akhirnya mengaku bahwa ia terlibat dalam skandal suap. Ia terbukti menerima uang sebesar 250 ribu franc dari Tapie sebagai bayaran. Ia mengaku salah dan akhirnya menerima hukuman percobaan bersama rekan setimnya, Jorge Burruchaga, dan manajer tim Marseille, Jean-Pierre Bernes.
Hukuman yang lebih berat dalam kasus suap ini pun diterima oleh dua orang, yakni Bernerd Tapie dan Jean-Jacques Eydelie. Keduanya terbukti sebagai aktor utama di balik skandal ini. Mereka pun ditangkap dan mendapatkan hukuman penjara. Di sisi lain, Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) juga memberikan hukuman larangan berkecimpung di dunia sepak bola untuk seumur hidup bagi Tapie dan Barnes.
Sedangkan, Jacques Glassman terbebas dari masalah hukum. Ia pun mendapatkan sanjungan besar atas keberaniannya mengungkap kasus ini. Pada 1995, ia pun terpilih sebagai peraih penghargaan FIFA Fair Play Award.
5. Tak ada juara Divisi Utama Liga Prancis 1992/1993
Dampak skandal penyuapan ini juga dirasakan oleh tim. FFF mencabut gelar juara Divisi 1 Liga Prancis 1992/1993 dan melarang Marseille untuk berkompetisi di Eropa untuk musim berikutnya. Tak hanya itu, Marseille pun dilempar ke Divisi 2 karena skandal suap dan masalah keuangan yang hampir berujung kebangkrutan.
PSG yang kala itu berada di posisi kedua Divisi 1 Liga Prancis 1992/1993 juga menolak gelar yang diberikan FFF. Akhirnya, diputuskan tak ada juara liga pada tahun tersebut. Selain itu, PSG juga menolak jatah bermain di Liga Champions yang awalnya diberikan kepada Marseille. Jatah itu pun akhirnya diberikan kepada AS Monaco.
Musim 1992/1993 akan diingat sebagai musim yang membanggakan sekaligus memalukan bagi penggemar Olympique Marseille. Mereka sukses mencatatkan sejarah sebagai juara Liga Champions pertama dari Prancis. Namun, di sisi lain, aib Marseille di sepak bola tercipta karena skandal suap.