Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Tantangan yang Bakal Dihadapi Thomas Frank saat Melatih Tottenham?

potret logo Tottenham Hotspur (unsplash.com/@winstontjia)
Intinya sih...
  • Thomas Frank datang ke Tottenham Hotspur menggantikan Ange Postecoglou yang dipecat.
  • Thomas Frank akan mewarisi tim yang terbelah secara emosional, dengan luka dari pemecatan pelatih sebelumnya dan jadwal padat kompetisi.
  • Thomas Frank akan dihadapkan dengan intrik politik dengan dewan klub, harus menjalin hubungan diplomatis dengan chairman klub dan manajemen.

Thomas Frank datang ke Tottenham Hotspur dalam situasi yang jauh dari ideal. Ia menggantikan Ange Postecoglou, pelatih yang baru saja mempersembahkan gelar juara setelah 17 tahun tanpa trofi, tetapi tetap dipecat akibat performa liga yang mengecewakan. Ketegangan internal di klub sudah terasa, bahkan sebelum Frank resmi diumumkan sebagai kepala pelatih pada 12 Juni 2025 lalu.

Pergantian pelatih ini tidak hanya menimbulkan kontroversi di kalangan suporter, tetapi juga menciptakan kegelisahan di ruang ganti. Beberapa pemain inti secara terbuka menyatakan keterkejutannya atas keputusan tersebut. Dalam suasana emosional dan ketidakpastian ini, Frank harus segera menancapkan fondasi otoritas dan menyatukan kembali skuad yang terbelah.

1. Thomas Frank akan mewarisi tim yang terbelah secara emosional

Ketika Thomas Frank menerima tawaran dari Tottenham Hotspur, ia tak sekadar menerima kontrak berdurasi 3 tahun, melainkan juga beban ekspektasi dari klub yang baru saja menjuarai Liga Europa 2024/2025 tetapi terpuruk di liga domestik. Kemenangan atas Manchester United di final tidak cukup menyelamatkan posisi Ange Postecoglou, yang akhirnya dipecat hanya 16 hari setelah keberhasilan tersebut. Hal ini menimbulkan luka emosional yang mendalam bagi sebagian besar pemain, termasuk Son Heung Min dan Micky Van de Ven, yang menyuarakan rasa kehilangan mereka secara publik.

Frank dikenal sebagai pelatih dengan pendekatan personal yang kuat. Ketika di Brentford, ia menjalin hubungan yang erat dengan para pemain dan staf, kerap memberikan dukungan langsung saat individu mengalami masa sulit. Pendekatan ini kontras dengan gaya Postecoglou yang cenderung menjaga jarak agar keputusan taktikalnya tidak terdampak ikatan emosional. Oleh sebab itu, kemampuan Frank membangun kembali kepercayaan di ruang ganti akan sangat menentukan langkah awalnya di London Utara.

Namun, tantangan waktu menjadi kendala besar. Dalam waktu kurang dari 2 bulan sejak penunjukan resminya, Frank harus mempersiapkan tim untuk menghadapi Paris Saint-Germain (PSG) di UEFA Super Cup pada 13 Agustus 2025, disusul tur pramusim melawan Arsenal, Bayern Munich, dan Newcastle United. Dengan skuad yang masih terpukul atas pemecatan pelatih sebelumnya, serta agenda yang padat, proses transisi ini sangat rentan terhadap kegagalan jika tidak segera dikonsolidasikan.

2. Thomas Frank akan dihadapkan dengan intrik politik dengan dewan klub

Selain harus menenangkan ruang ganti, Thomas Frank juga dihadapkan kepada dinamika manajerial yang khas di Tottenham. Daniel Levy, chairman klub yang dikenal berpengaruh besar dalam setiap keputusan, masih memegang kendali kuat di balik layar. Meski Spurs kini memiliki CEO baru, Vinai Venkatesham, dan direktur teknik Johan Lange, yang notabene adalah kolega lama Frank di klub Denmark, Lyngby BK, pengaruh Levy masih menjadi faktor dominan dalam proses perekrutan dan strategi jangka panjang.

Struktur ini menuntut Frank untuk bisa menjalin hubungan diplomatis, sebuah kemampuan politik yang telah menjatuhkan banyak pelatih sebelumnya di Spurs. Ange Postecoglou, meskipun sukses membawa trofi kejuaraan, tidak berhasil menjalin sinergi yang cukup kuat dengan manajemen, yang akhirnya menjadi salah satu alasan pemecatannya. Bagi Frank, yang sebelumnya bekerja di Brentford dalam struktur yang lebih egaliter dan berbasis data, adaptasi terhadap sistem hierarkis dan birokratis ini merupakan tantangan tersendiri.

Meski memiliki Johan Lange sebagai sekutu internal, keputusan akhir tetap berada di tangan Levy dan dewan klub. Dalam sistem seperti ini, kepala pelatih tidak memiliki otoritas penuh atas perekrutan pemain. Ini berarti Frank harus siap berkompromi dalam membentuk skuad. Jika ia gagal mengarahkan visi sepak bolanya dalam kerangka yang sudah ditentukan, ia bisa bernasib sama seperti pendahulunya yang tersingkir meski berprestasi.

3. Thomas Frank minim pengalaman melatih tim di pentas Eropa

Tantangan terbesar Thomas Frank terletak pada debutnya di Liga Champions Eropa 2025/2026 yang akan dimulai hanya 2 bulan setelah penunjukannya. Dalam sejarah Premier League, hanya sembilan pelatih lain yang pernah memulai musim pertamanya di klub baru dengan langsung bermain di kompetisi ini. Sayangnya, mayoritas dari mereka gagal bertahan lebih dari 1 musim. 

Hal ini akan lebih sulit bagi Frank karena ia sama sekali belum memiliki pengalaman melatih di Liga Champions. Catatan penampilan Eropanya hanya sebatas babak kualifikasi Liga Europa bersama Brondby IF. Tantangan ini kian berat karena ia harus langsung menghadapi ekspektasi tinggi di panggung terbesar, tanpa waktu adaptasi yang cukup.

Tottenham yang kini ia tangani juga bukan tim yang berada di puncak performa. Pada 2024/2025, Spurs mencatatkan 22 kekalahan dan hanya finis di peringkat ke-17, terburuk dalam sejarah klub yang tidak mengalami degradasi. Kemenangan di Liga Europa menjadi satu-satunya cahaya pada musim yang suram, dan ironisnya menjadi tiket mereka ke kompetisi antarklub paling elite di Eropa. Maka, Frank dihadapkan pada dilema unik, yaitu membentuk tim kompetitif untuk Eropa dengan skuad yang belum lolos ujian di liga domestik.

4. Angka cedera pemain yang tinggi bakal jadi PR bagi Thomas Frank

Masalah cedera juga menjadi aspek krusial yang mendesak untuk segera ditangani oleh Thomas Frank. Menurut laporan The Guardian, Tottenham Hotspur menempati posisi ke-3 dalam daftar cedera Premier League musim lalu, dengan total 22 pemain mengalami absen pada berbagai kesempatan. Tingginya angka ini menunjukkan adanya persoalan struktural dalam manajemen kebugaran, yang turut memengaruhi konsistensi performa tim sepanjang musim. Krisis cedera semacam ini tentu menjadi hambatan besar bagi pelatih mana pun, apalagi bagi Frank yang harus membangun stabilitas di tengah jadwal padat kompetisi domestik dan Eropa.

Sebagai langkah antisipatif, Frank membawa Chris Haslam, eks kepala performa fisik Brentford, untuk mengisi peran penting tersebut sekaligus sebagai asisten pelatih di Spurs. Haslam dikenal sebagai sosok yang berhasil menjaga tingkat kebugaran skuad Brentford tetap stabil selama beberapa musim terakhir. Harapannya, dengan pendekatan ilmiah dan sistematis yang dibawanya, Haslam dapat membantu Spurs menurunkan angka cedera dan meningkatkan ketahanan fisik pemain, terutama dalam menghadapi beban ganda dari Premier League dan Liga Champions.

Lini belakang Tottenham musim lalu menjadi titik lemah yang mencolok akibat cederanya beberapa pemain penting, terutama dalam situasi bola mati. Jika Brentford di bawah Frank hanya kebobolan 2 gol dari set-piece sepanjang musim lalu, terbaik di liga, Tottenham justru kebobolan 13 kali, terburuk ke-4 di antara semua tim Premier League. Dengan pendekatan taktis yang menaruh perhatian besar kepada detail taktik, Frank diharapkan mampu memperkuat organisasi pertahanan Spurs sekaligus menanamkan pola kerja defensif yang lebih disiplin dan efektif.

Thomas Frank memang memasuki fase paling menantang dalam kariernya. Jika ia mampu bertahan lebih dari satu musim, itu saja sudah menjadi pencapaian luar biasa di medan yang penuh rintangan seperti Tottenham.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Hafizhuddin
EditorMuhammad Hafizhuddin
Follow Us