Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
HONOR Magic7 Pro (honor.com)

Intinya sih...

  • Regulasi Internasional mengatur kapasitas baterai

  • Pembatasan kapasitas baterai jadi langkah preventif

  • OnePlus maupun OPPO menggunakan skema split-cell

Kalau kamu sering mencermati ulasan perbandingan spesifikasi smartphone yang dijual di India atau China dengan versi global, kamu mungkin akan menemukan fakta menarik yang jarang diketahui banyak orang. Meski model yang dirilis sama, kapasitas baterai smartphone di India dan China bisa lebih besar dibanding versi global. Sebagai contoh, Nothing Phone 3 dibekali baterai berkapasitas 5.150 mAh untuk pasar global. Namun, di India, versi yang sama justru mendapat peningkatan menjadi 5.500 mAh.

Hal serupa juga terjadi pada HONOR Magic7 Pro. Saat dirilis di Eropa, smartphone ini hanya membawa baterai 5.270 mAh. Namun, ketika dipasarkan di negara asalnya, China, kapasitasnya melonjak menjadi 5.850 mAh. Melihat perbedaan ini, wajar jika kamu bertanya-tanya soal kenapa spesifikasinya bisa berbeda? Bukankah modelnya sama, seharusnya baterainya pun juga sama? Yuk, cari tahu jawabannya bersama!

1, Regulasi Internasional mengatur kapasitas baterai

perbedaan uraian spesifikasi baterai HONOR Magic7 Pro versi China dan Spanyol (honor.com)

Kawasan Eropa dan Amerika Utara memberlakukan regulasi ketat terkait pengiriman baterai lithium-ion. Dalam regulasi tersebut dijelaskan bahwa baterai jenis ini dianggap sebagai barang berbahaya. Baterai lithium-ion rentan mengalami kebakaran saat rusak atau terkena suhu ekstrem sehingga regulasi dan aturannya menjadi sangat ketat.

Sejumlah regulasi internasional utama mengatur distribusi baterai lithium-ion. Di Eropa, terdapat ADR (European Agreement concerning the International Carriage of Dangerous Goods by Road) untuk transportasi darat, RID untuk jalur kereta, dan IMDG untuk pengiriman laut. Untuk pengangkutan udara, berlaku aturan Dangerous Goods Regulations (DGR) dari IATA serta ketentuan dari International Civil Aviation Organization (ICAO). Di Amerika Serikat, hal serupa diatur melalui Code of Federal Regulations pada 49 CFR §173.185. Melansir situs resmi Code of Federal Regulations, dalam konteks peraturan tersebut mengatur beberapa istilah teknis penting sebagai berikut:

  • Consignment berarti satu atau lebih paket bahan berbahaya yang diterima oleh operator dari satu pengirim dalam satu waktu dan alamat, lalu dikirimkan ke satu penerima di satu tujuan.

  • Equipment merujuk pada perangkat atau alat yang menggunakan baterai lithium sebagai sumber daya untuk operasinya.

  • Lithium cell(s) or battery(ies) mencakup dua jenis bahan kimia yakni lithium metal dan lithium ion.

  • Medical device didefinisikan sebagai instrumen, mesin, alat bantu, implan, atau reagen in vitro yang digunakan untuk diagnosis, pengobatan, atau pencegahan penyakit pada manusia.

Seluruh aturan tersebut mengacu pada Model Regulations dari PBB yang mengklasifikasikan baterai lithium-ion sebagai UN3480 (baterai dikirim terpisah) atau UN3481 (baterai dikemas bersama atau di dalam perangkat). Salah satu ketentuan paling penting adalah UN Special Provision 188, yang menetapkan batas maksimal baterai “kecil” agar dapat dikirim melalui prosedur lebih sederhana, yakni 20 watt-jam (Wh) per sel. Batas ini setara dengan 5.300mAh per sel pada tegangan nominal 3,8V. Besaran kapasitas baterai tersebut menjadi acuan utama dalam desain baterai smartphone modern.

Terdapat pula batas 100Wh untuk total kapasitas baterai dalam satu paket sebelum masuk kategori pengiriman berisiko tinggi. Biasanya, ketentuan ini lebih sering berlaku untuk produk seperti laptop atau power bank. Alasan inilah yang membuat kapasitas baterai smartphone di pasar Eropa dan Amerika umumnya tidak melebihi angka tersebut (5.300mAh).

Berbeda situasinya pada smartphone yang diproduksi sekaligus dijual langsung di China. Distribusinya berlangsung sepenuhnya di dalam negeri sehingga tidak terikat aturan pengiriman internasional. Begitu pula di India. Pengangkutan lewat jalur darat ke negara tetangga serta dominasi produksi lokal membuat regulasi ekspor-impor di kedua negara ini jauh lebih fleksibel. Inilah sebabnya konsumen sering menjumpai model berkapasitas baterai lebih besar di wilayah tersebut.

2. Pembatasan kapasitas baterai jadi langkah preventif untuk mencegah baterai meledak saat dikirim

ilustrasi pengisian daya smartphone (unsplash.com/Amanz)

Masih menyambung soal aturan yang sempat disinggung pada pembahasan sebelumnya, batas maksimum 20Wh mungkin terdengar besar, tetapi angka ini berkaitan langsung pada tegangan baterai. Untuk sel lithium-ion standar bertegangan nominal sekitar 3,8V, kapasitas tersebut setara sekitar 5.300mAh per sel. Inilah yang menjadi batas atas bagi sebagian besar baterai smartphone modern di Eropa dan Amerika Serikat. Maka dari itu, kapasitas baterai di pasar-pasar tersebut cenderung sedikit lebih kecil dibanding model yang dijual di negara beraturan pengiriman lebih longgar seperti India dan China.

Meski aturan ini terasa menyulitkan dari sudut pandang konsumen, keberadaannya punya alasan kuat. Baterai lithium-ion menyimpan energi besar dalam ruang kecil dan efisien untuk smartphone dan laptop, tapi juga berisiko tinggi. Jika rusak, korselet, atau terkena panas berlebih, baterai ini bisa memicu kebakaran.

Mungkin kamu sudah tak asing dengan kasus smartphone meledak akibat thermal runaway. Untuk meminimalisir risiko tersebut, regulasi pengiriman diterapkan guna membatasi ukuran baterai yang boleh dikirim lewat jalur logistik biasa. Baterai lithium-ion juga wajib lolos uji keselamatan seperti UN38.3, meliputi pengujian terhadap ketinggian, getaran, dan suhu ekstrem.

Melalui pembatasan energi maksimum per sel sebesar 20Wh untuk proses pengiriman, pihak transportasi berusaha menekan potensi kebakaran besar di truk, kapal, atau ruang kargo pesawat. Kebijakan ini juga membantu menurunkan biaya asuransi. Artinya, baterai berkapasitas lebih besar tidak dilarang. Namun, jika melebihi ambang batas (sekitar 5.300mAh per sel), pengirimannya perlu kemasan tambahan, dokumen khusus, dan penanganan kargo terpisah demi menjaga keselamatan manusia serta lingkungan.

3. OnePlus maupun OPPO menggunakan skema split-cell untuk mencapai kapasitas baterai lebih besar

OnePlus 13 (oneplus.com)

Beberapa smartphone telah menggunakan desain split-cell selama beberapa tahun terakhir untuk mendukung pengisian daya cepat yang lebih efisien. Teknologi ini paling kentara pada merek-merek di bawah naungan BBK, seperti OnePlus dan OPPO. Kamu masih bisa menemukan smartphone bermodal baterai jumbo 6.000mAh seperti OnePlus 13 di pasar Amerika Serikat atau OPPO Find X8 Pro yang tetap membawa baterai 5.910mAh saat dirilis di Eropa.

Namun, solusi ini tentu tidak murah. Desain split-cell tidak hanya membutuhkan dua atau lebih sel baterai, tetapi juga memerlukan sirkuit khusus agar proses pengisian dan pengosongan daya tetap aman. Tidak semua produsen bersedia berinvestasi pada teknologi seperti ini. Itulah sebabnya merek seperti Apple, Google, dan Samsung belum mengikuti langkah para pesaing asal China dalam menghadirkan baterai sebesar itu.

Sebenarnya, konsep menggabungkan beberapa sel baterai bukan hal baru. Laptop sudah lama mengandalkan banyak sel kecil yang disusun agar tetap berada di bawah batas 100Wh sehingga jarang menghadapi kendala pengiriman. Jika ingin peningkatan signifikan dalam hal kapasitas baterai smartphone, pendekatan ini bisa menjadi arah yang perlu ditempuh.

Bila konsumen menginginkan smartphone dengan daya tahan lebih tinggi, produsen dihadapkan pada tiga pilihan. Pertama, membayar lebih untuk desain split-cell. Kedua, menanggung biaya serta risiko logistik pengiriman baterai besar. Ketiga, memproduksi perangkat secara lokal. Sayangnya, opsi ketiga belum sepenuhnya bisa diwujudkan. Alhasil, kita perlu menerima bahwa terobosan seperti baterai silikon-karbon belum bisa dinikmati sepenuhnya karena terbentur regulasi dan hambatan distribusi.

Jadi, kalau kamu melihat smartphone yang dirilis di India atau China punya baterai lebih besar, jangan buru-buru iri dulu. Ternyata, bukan soal teknologinya yang lebih canggih, tapi karena mereka diuntungkan oleh aturan perdagangan internasional yang lebih longgar. Ini lantaran kebanyakan produk di sana diproduksi dan dijual secara lokal. Mereka tak perlu melewati proses pengiriman lintas negara yang begitu rumit. Sementara di wilayah lain seperti Eropa dan Amerika Utara, regulasi soal baterai jauh lebih ketat demi alasan keselamatan dan berdampak langsung pada kapasitas baterai yang bisa dihadirkan dalam sebuah smartphone.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team