Kenapa Smartphone Lokal Kalah Saing di Pasar Indonesia?

- Dominasi brand global dengan sumber daya besar, seperti Samsung, Xiaomi, dan Infinix
- Brand Image dan persepsi konsumen yang lebih memilih produk luar negeri
- Ketergantungan pada komponen impor yang membuat biaya produksi tinggi
Di tengah gempuran merek-merek global seperti Samsung, Xiaomi, dan OPPO, kehadiran smartphone lokal Indonesia seperti Advan kian terpinggirkan. Meski pernah merasakan masa kejayaan, kini brand lokal kesulitan mempertahankan eksistensinya di pasar yang semakin kompetitif. Konsumen pun lebih banyak menjatuhkan pilihan pada produk asing yang dianggap lebih unggul dalam berbagai aspek.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, kenapa smartphone buatan dalam negeri tidak mampu bersaing secara maksimal? Jawabannya tidak sesederhana kualitas produk semata, melainkan berkaitan dengan banyak faktor saling terhubung. Berikut tujuh alasan utama smartphone lokal kalah saing di pasar Indonesia.
1. Dominasi brand global dengan sumber daya besar

Brand global seperti Samsung, Xiaomi, dan Infinix memiliki anggaran besar untuk riset, inovasi, dan pemasaran. Mereka mampu merilis produk berkualitas tinggi dengan teknologi terkini secara konsisten. Skala produksi mereka juga sangat besar, sehingga bisa menekan harga jual. Sementara itu, brand lokal seperti Advan kesulitan mengikuti kecepatan dan daya saing tersebut.
2. Brand Image dan persepsi konsumen

Sebagian besar konsumen Indonesia masih memandang produk luar negeri lebih bergengsi dan berkualitas. Merek lokal sering diasosiasikan dengan produk murah dan kualitas seadanya. Hal ini membuat smartphone lokal sulit meyakinkan segmen menengah dan atas. Akibatnya, daya tarik produk lokal menjadi sangat terbatas.
3. Ketergantungan pada komponen impor

Meski dirakit di Indonesia, sebagian besar komponen smartphone lokal masih harus diimpor. Inilah yang membuat biaya produksi tetap tinggi dan tidak jauh berbeda dari produk asing. Karena tidak memiliki keuntungan biaya signifikan, mereka kesulitan bersaing dalam hal harga maupun fitur. Selain itu, fluktuasi nilai tukar rupiah juga memengaruhi stabilitas harga produk lokal.
4. Minimnya inovasi dan diferensiasi produk

Smartphone lokal biasanya hanya meniru tren pasar tanpa menghadirkan fitur baru yang unik. Produk yang dikeluarkan cenderung memiliki desain dan spesifikasi mirip dengan merek lain, tanpa nilai tambah. Konsumen pun tidak melihat alasan kuat untuk memilih brand lokal dibanding brand global. Padahal, inovasi adalah kunci untuk menciptakan daya tarik yang berkelanjutan.
5. Distribusi dan dukungan purna jual terbatas

Merek global biasanya memiliki jaringan servis center yang luas dan sistem garansi terpercaya. Sebaliknya, merek lokal kerap mengalami keterbatasan dalam layanan purna jual, termasuk ketersediaan suku cadang. Masalah ini menurunkan kepercayaan konsumen terhadap keandalan produk lokal dalam jangka panjang. Konsumen pun lebih memilih produk dengan dukungan layanan yang jelas dan mudah diakses.
6. Pemasaran yang kurang agresif dan konsisten

Brand lokal cenderung kurang aktif dalam melakukan promosi besar-besaran di berbagai platform. Mereka kalah dari brand global yang gencar beriklan melalui media sosial, influencer, dan kampanye offline. Akibatnya, eksistensi merek lokal menjadi kurang dikenal di kalangan konsumen muda. Minimnya brand awareness juga membuat daya saing semakin menurun.
7. Persaingan sengit di segmen entry-level

Segmen harga terjangkau yang menjadi fokus brand lokal justru dipenuhi oleh brand global dengan produk berkualitas tinggi. Sebagai contoh, Xiaomi dan TECNO mampu memberikan spesifikasi tinggi dengan harga kompetitif. Brand lokal jadi terjebak dalam persaingan harga ketat tanpa bisa menawarkan keunggulan teknologi.
Meski terus berjuang, tetap saja smartphone lokal kalah saing di pasar Indonesia. Merek lokal jauh tertinggal dari brand China dan Korea Selatan. Agar bisa bangkit, brand lokal perlu mengubah strategi dengan fokus pada inovasi, kualitas layanan, dan membangun kembali kepercayaan konsumen. Menariknya, Advan kini justru berhasil di segmen Laptop. Selain itu, Mito juga sukses dalam menjual peralatan elektronik seperti air fryer.