[REVIEW] Atlas Fallen—RPG dengan Narasi dan Gameplay yang Tanggung

Pertempuran besar yang jauh dari kata epik

Pada 10 Agustus 2023 lalu, Deck13 melalui Focus Entertainment telah merilis sebuah game aksi RPG berjudul Atlas Fallen. Game ini dirilis untuk berbagai platform modern, mulai dari PS5, Xbox Series X/S, hingga Microsoft Windows (PC). Tentunya, gamer juga cukup mengantisipasi game ini dengan berbagai macam pertanyaan dan ekspektasi sejak beberapa bulan lalu.

Nah, berbekal narasi yang dibuat megah, developer tentu berharap bahwa Atlas Fallen mampu menjadi game epik dalam balutan RPG pada umumnya. Melalui trailer dan konsep prajual mereka, developer seolah ingin menyatakan bahwa game ini juga layak disandingkan dengan RPG besar garapan developer raksasa lainnya, semacam Square Enix, BioWare, atau Bethesda Game Studios.

Lalu, bagaimana penilaian penulis terhadap game ini? Apa yang membuatnya layak untuk dibeli dan dimainkan? Apa pula yang membuatnya menjadi karya yang tak lolos kritikan tajam dari gamer? Sebelum membeli dan memainkannya, ada baiknya simak review Atlas Fallen berikut ini, ya.

1. Dunia Atlas yang dipenuhi dengan pasir dan aura jahat

[REVIEW] Atlas Fallen—RPG dengan Narasi dan Gameplay yang TanggungAtlas Fallen bakal mengizinkanmu untuk melawan kekuatan dewa. (dok. Focus Entertainment/Atlas Fallen)

Jika dilihat dari narasi dan konsep yang dihadirkan oleh developer, Atlas Fallen sejatinya tidak cukup berbeda dengan game lain yang mengusung tema dewa. Ya, perlawanan manusia terhadap para dewa sudah ditunjukkan dengan epik dalam beberapa game AAA yang keren dan penuh penghargaan.

Kamu bisa tengok God of War, Mortal Kombat, ELDEN RING, dan game bertema superhero dari DC atau Marvel. Atlas Fallen juga demikian, ia berkutat pada kisah perlawanan manusia terhadap dewa jahat yang sudah mengubah dunia menjadi pasir dan penuh dengan kematian. Ada sumber kekuatan besar tersembunyi yang begitu diburu oleh para dewa sehingga mereka rela mengubah dunia Atlas menjadi tempat yang tidak layak dihuni.

Tentunya kamu sebagai karakter utama berada di sisi manusia. Kisahmu dalam game ini akan diawali sebagai budak tak dikenal. Kamu akan ditugaskan untuk membebaskan budak lain yang tak terhitung jumlahnya. Seiring dengan berjalannya waktu, gamer akan menemukan berbagai macam senjata dan benda-benda berkekuatan dahsyat dari para dewa yang dipakai untuk melawan dewa itu sendiri.

Apa kamu sudah cukup familier dengan plot cerita seperti ini? Jika ya, harapan dan ekspektasimu hanya akan mentok pada kisah yang terlalu dangkal tersebut. Kenapa penulis menyatakan demikian? Itu karena kisah yang seharusnya megah dan luas hanya dijabarkan secara sederhana oleh developer.

Jadi, jangan harap bahwa kisah yang dihamparkan dalam Atlas Fallen bisa semegah God of War atau RPG lainnya. Bahkan, dalam beberapa kasus, narasi yang penulis ikuti terasa begitu tanggung dan antiklimaks. Bisa jadi ini merupakan penilaian yang terkesan sepihak. Well, mungkin ada benarnya mengingat penulis juga termasuk gamer pencinta RPG kelas berat yang sudah memainkan PC sejak 1990-an.

Namun, ketika memainkan sebuah game berbasis RPG, narasi wajib menjadi sisi terkuat untuk dijadikan nilai jual. Tak peduli apakah sebuah game berjalan di atas basis RPG murni atau aksi, ia tetap harus mengedepankan narasi dan plot cerita sebagai poin yang paling ditonjolkan. Beruntung ada beberapa poin cerita dalam game ini yang masih cukup menghibur.

2. Lagi, mekanisme gameplay sama-sama tanggung

[REVIEW] Atlas Fallen—RPG dengan Narasi dan Gameplay yang TanggungMekanisme permainan game Atlas Fallen juga terkesan tidak maksimal. (dok. Focus Entertainment/Atlas Fallen)

Bicara soal mekanisme gameplay, game ini sebenarnya memuat beberapa elemen pergerakan yang terhitung kompleks. Bahkan, tim pengembang sudah memasukkan banyak sekali metode atau gaya pertempuran sesuai dengan karakter dan kostum yang kamu gunakan. Hanya saja, hal itu masih terkesan repetitif karena tidak diaplikasikan secara maksimal.

Bermain online secara co-op dan multiplayer mungkin akan meningkatkan keseruan dalam bermain. Namun, perlu diingat bahwa bermain dengan cara ini malah hanya menambah beban permainan akibat kesan repetitif yang sudah begitu kuat sejak awal game ini dimainkan. Oke, beberapa hal janggal tersebut masih bisa dimaklumi di mata penulis.

Lantas, mekanisme apa lagi yang menjadi kelemahan utama dalam Atlas Fallen? Jawabannya adalah dunia yang betul-betul sepi. Rasanya tak salah jika gamer pencinta RPG akan mengira bahwa game ini bakal memiliki banyak NPC dan misi sampingan layaknya The Witcher 3: Wild Hunt, The Elder Scrolls: Skyrim, dan serial Dragon Age.

Dalam game ini, kamu hanya bergerak dari satu titik ke titik lainnya untuk melawan musuh di tengah benua luas yang sangat sepi. Tak ada pemandangan dan kisah lain, kecuali misi utama untuk mengalahkan entitas jahat di dunia kosong yang penuh dengan pasir. Bisa kamu bayangkan, game aksi RPG yang nyaris tanpa NPC dan misi sampingan bakal membuatmu betul-betul bosan.

Untungnya, konsep pertarungan dalam Atlas Fallen sudah digarap dengan cukup bagus. Meski tidak terkesan megah dan epik, ia masih merepresentasikan adu kekuatan dengan berbagai kombinasi dan senjata unik. Sayangnya, begitu musuh sudah dikalahkan, ada perasaan bosan yang kembali menyerang kita untuk berlari dan saling berlompatan di tengah dunia tandus.

Baca Juga: 7 Game Remake yang Raih Skor Metacritic Lebih Buruk dari Game Aslinya

3. Grafik dan audio tidak istimewa

[REVIEW] Atlas Fallen—RPG dengan Narasi dan Gameplay yang TanggungGrafik dan audio dalam game Atlas Fallen terasa tidak istimewa. (dok. Focus Entertainment/Atlas Fallen)

Dirilis untuk konsol terbaru, PS5 dan Xbox Series X, rupanya tidak membuat Atlas Fallen tampil wah dan bombastis. Kualitas visualnya bisa dikatakan tidak istimewa dan biasa-biasa saja. Ia tidak terlalu memukau jika dibandingkan dengan aksi RPG lain, seperti Horizon Forbidden West, Red Dead Redemption 2, dan ELDEN RING.

Untuk versi PC-nya pun juga demikian. Ya, kendati sudah dalam setelan grafik maksimal, ia masih belum mampu memanjakan mata kita. Bahkan, masih ada bug dan eror yang kerap terjadi di mana-mana. Dalam beberapa adegan pertarungan, frame rate juga sering drop pada angka yang cukup rendah meskipun kita menggunakan kartu grafik kelas atas.

Spesifikasi PC yang dibutuhkan untuk menjalankan game ini adalah prosesor Intel Core i7 Generasi 9 atau 10, RAM 16 GB, VGA sekelas GTX 1660 Super atau RTX 2060, dan kapasitas SSD sebanyak 40 GB. Secara umum, spesifikasi PC ini masih cukup ramah. Sayangnya, game Atlas Fallen tidak sanggup konsisten pada angka fps yang stabil.

Lalu, bagaimana dengan audio dan semua suara yang dibuat oleh developer? Well, ia masih terdengar bagus meski sama-sama tidak istimewa. Percakapan antarkarakter tidak begitu kaku. Hanya saja, masih ada suara aneh dan renyah yang terdengar di beberapa adegan, seperti ketika berseluncur dari atas bebatuan atau tebing hingga saat pertarungan dengan musuh di dunia pasir.

4. Identik dengan karya Deck13 lainnya

[REVIEW] Atlas Fallen—RPG dengan Narasi dan Gameplay yang TanggungAtlas Fallen terlihat cukup identik dengan karya Deck13 lainnya. (dok. Focus Entertainment/Atlas Fallen)

Atlas Fallen sendiri disutradarai oleh Jan Klose dan dirancang oleh Jeremy Hartvick. Bisa dikatakan bahwa game ini sebetulnya cukup mirip dengan karya Deck13 sebelumnya, seperti Lords of the Fallen, The Surge, dan The Surge 2. Kebetulan beberapa game besar dari Deck13 ini disutradarai oleh orang yang sama.

Uniknya, menurut Jeremy Hartvick, game dengan konsep pertarungan yang cepat ini sebetulnya tidak berdiri pada konsep Soulslike seperti dua game sebelumnya. Developer juga cukup terinspirasi dengan game AAA lain, seperi God of War dan serial Horizon yang terbukti sudah mendulang kesuksesan dari sisi penjualan.

Namun, jika sudah pernah mencoba memainkan Lords of the Fallen dan The Surge, sepertinya tak ada alasan untuk tidak menyamakan mereka. Pengembang asal Jerman tersebut juga sukses mengaplikasikan model atau gaya pertarungan yang sistem pergerakannya pernah digunakan dalam The Surge dan The Surge 2.

5. Tidak cocok bagi gamer veteran yang menyukai RPG kelas berat

[REVIEW] Atlas Fallen—RPG dengan Narasi dan Gameplay yang TanggungAtlas Fallen memang menyenangkan, tapi masih jauh dari harapan penggemar RPG. (dok. Focus Entertainment/Atlas Fallen)

Jika menginginkan game aksi yang betul-betul mengedepankan mekanisme pertempuran yang meriah dan menyenangkan, Atlas Fallen bisa dipilih untuk mengisi waktu luangmu. Namun, bagi gamer yang mengedepankan narasi, gameplay kompleks, dan grafik, mungkin game ini bukan pilihan tepat.

Kelebihan yang ada dalam game ini:

  • Gaya pertarungannya meriah dan cukup mengasyikkan untuk dimainkan.
  • Audio terdengar bagus meskipun bukan dalam takaran yang istimewa.
  • Ia bisa dimainkan di PC dengan spesifikasi menengah.
  • Keberadaan senjata dan kostum bisa dimodifikasi sesuai selera gamer.

Namun, Atlas Fallen juga memiliki beberapa kelemahan utama:

  • Narasi sangat sederhana dan tidak memberikan klimaks bagi pemain.
  • Gaya penyampaian cerita begitu repetitif.
  • Mekanisme gameplay tanggung.
  • Ia hanya mengedepankan aksi ketimbang RPG.
  • Latar dunia sangat sepi dan membosankan.
  • Kehadiran NPC dan misi sampingan minim.
  • Kualitas grafik terlihat biasa-biasa saja.
  • Masih banyak bug atau eror yang cukup mengganggu performa permainan.

Nah, game ini dijual di Steam dengan harga Rp400 ribuan (belum termasuk konten tambahan). Adapun, PlayStation Store menjual game Atlas Fallen seharga Rp800 ribuan. Bagaimana dengan skor akhirnya? Penulis memberikan nilai 3/5 untuk Atlas Fallen, sebuah game aksi RPG dari Deck13 dan Focus Entertainment.

https://www.youtube.com/embed/NTkr0NTdHqk

Baca Juga: 7 Game Remake yang Raih Skor Metacritic Lebih Buruk dari Game Aslinya

Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya