[REVIEW] The Callisto Protocol—Indah, tapi Berpotensi Menjengkelkan

Bisa menjadi alternatif baru bagi pencinta game horor

Ketika penulis memainkan game horor bertema luar angkasa, seperti Dead Space, Prey, dan Returnal, ada kesan kuat bahwa mereka bakal pakem dengan elemen aksi yang cukup kental. Untungnya, serial Dead Space masih menyajikan kisah horor yang dark, mencekam, dan jauh dari kata repetitif.

Lalu bagaimana ketika karya besar lainnya mengambil tema yang mirip dengan deretan judul di atas? Ya, ia adalah The Callisto Protocol, jagoan baru dari Striking Distance Studios yang sudah dirilis pada 2 Desember 2022 oleh KRAFTON. Kenapa penulis menyamakan game ini dengan Dead Space yang legendaris itu? Well, itu karena ia memang berdiri di atas fondasi yang sama.

Bukan berarti sama persis, lho. Hal ini membuktikan bahwa Glen Schofield—orang di balik Dead Space dan The Callisto Protocol—mampu membawa dua karya yang mirip, tapi tidak identik. Jadi, bagaimana ulasan atau review The Callisto Protocol kali ini? Yuk, simak sebelum kamu membeli!

1. Pengalaman mencekam yang antiklimaks di bulan Jupiter

[REVIEW] The Callisto Protocol—Indah, tapi Berpotensi MenjengkelkanThe Callisto Protocol ternyata bisa menghadirkan nuansa yang cukup mencekam. (dok. Striking Distance Studios/The Callisto Protocol)

Oh, ya, sebelum penulis melangkah lebih jauh ke review kali ini, ada baiknya kamu mengetahui latar game ini. Sesuai judulnya, The Callisto Protocol terjadi di sebuah wilayah asing bernama Callisto. Nah, di dunia nyata, Callisto sendiri merujuk pada satelit alam (bulan) yang ada di Planet Jupiter.

Begitu juga dengan game ini, bulan Jupiter tersebut dijadikan tempat utama dari petualangan Jacob Lee, pemeran utama yang bakal kamu mainkan. Sayangnya, pengalaman Jacob cenderung sial di sana. Sebetulnya, ia merupakan salah satu tahanan di Penjara Callisto yang memiliki keamanan tingkat tinggi.

Hanya saja, entah kenapa pada suatu hari, hampir semua orang yang ada di sana berubah menjadi monster. Yup, sudah bisa ditebak, kamu bakal ditugaskan untuk menjadi penyintas di tengah ganasnya lingkungan yang ada. Cerita macam ini memang lekat dengan karya Glen Schofield lain yang berjudul Dead Space.

Hanya saja, dalam Dead Space, tempat yang menjadi latar adalah wahana luar angkasa USG Ishimura yang bertugas di Pertambangan Planet Aegis VII. Kembali ke The Callisto Protocol, kamu akan bertarung jarak dekat dengan makhluk-makhluk aneh yang tentunya bakal membunuh siapa saja. Uniknya, di sini, alih-alih hanya mengandalkan senjata api atau laser, pemain bisa melakukan baku hantam dengan monster yang ada.

Tak seru rasanya jika game horor tidak disisipkan elemen mengerikan dan mengejutkan. Di sini, kamu gak perlu khawatir karena developer sudah memasukkan begitu banyak elemen yang bakal membuat jantungmu menari. Akan tetapi, Striking Distance Studios selaku pengembang sepertinya gak mau begitu saja membuat tema horor ini begitu hambar.

Kedalaman narasi cerita masih diperhitungkan, misalnya ketika kamu terlibat dalam penyelidikan terhadap perusahaan raksasa bernama The United Jupiter Company. Jacob harus menyelidiki kenapa wabah maut tersebut sampai lepas di Callisto. Bisa jadi, ada unsur kesengajaan di sana yang ujungnya menjadikan narapidana sebagai bahan uji coba.

Akan tetapi, di mata penulis, kisah horor dalam game ini masih terasa kurang maksimal dan antiklimaks. Alih-alih bisa konsisten menghadirkan rasa takut yang mencekam, gradasi cerita dari awal ke pertengahan hingga akhir masih terasa kaku. Oke, penulis paham bahwa game ini memang ditujukan sebagai survival horor yang kental.

Namun, tak ada salahnya jika ia juga disuntikkan dengan premis dan narasi yang jauh lebih berbobot lagi. Tak perlu sedalam RPG, dijabarkan layaknya Resident Evil saja itu sudah lebih dari cukup. Ada beberapa cara unik yang sebenarnya sudah dilakukan dengan baik oleh developer, seperti menghadirkan efek jump scare yang intens dan suara-suara lain yang tak kalah creepy.

Hanya saja, ketika semua itu disandingkan dengan kemampuan Jacob Lee yang gak kaleng-kaleng, kok kayaknya suasana yang ada jadi lebih datar. Tetap mencekam, sih, tapi masih ada yang kurang. Setelah diselidiki, ternyata kemampuan karakter utama yang setara, bahkan lebih kuat dibandingkan lawannya, menjadi salah satu faktor game ini menuju antiklimaks.

2. Pertarungan brutal menjadi andalan dalam game ini

[REVIEW] The Callisto Protocol—Indah, tapi Berpotensi MenjengkelkanMekanisme pertarungan dalam game The Callisto Protocol cukup mudah dilakukan. (dok. Striking Distance Studios/The Callisto Protocol)

Dalam poin nomor dua ini menjadi alasan kuat kenapa The Callisto Protocol dinilai sebagai game horor mencekam yang justru antiklimaks. Ya, meski tampak keren dan brutal, menghancurkan monster dengan gaya pertarungan jarak dekat malah akan mengaburkan fakta bahwa sang protagonis itu hanya sosok penyintas biasa.

Coba sekarang bayangkan ketika kamu berada di tempat asing dengan ratusan monster yang siap memakanmu hidup-hidup. Meskipun dibekali senjata lengkap, belum tentu kamu bisa melawan mereka semua tanpa rasa takut. Well, hal inilah yang dilewatkan oleh developer. Kamu gak bakal takut lagi menghadapi mereka karena posisimu berada di level yang terlalu kuat.

Seburuk apa pun tampang makhluk aneh itu, mereka bisa kamu bunuh secara mudahnya dengan beberapa kali serangan jarak dekat. Memang masih ada yang mematikan, tapi lagi-lagi bisa kita atasi dengan cukup mudah. Hal ini tentu sangat berbeda dengan Dead Space yang memang penuh kejutan dan skill terbatas dari protagonis utama.

Bukan itu saja, lho. Kamu bakal cukup heran ketika Jacob bisa menggerakkan barang atau objek dari jarak jauh. Keahlian telekinesis ini melengkapi kemampuan Jacob yang sudah kadung terlalu kuat pada awal-awal permainan. Apakah hal ini buruk? Kalau bagi penulis, ya. Semua elemen super yang disertakan di game ini membuat rasa mencekam yang dibangun di awal cerita menjadi jauh lebih mudah dilewati.

Dalam The Callisto Protocol juga disertakan peningkatan level dan pohon skill yang akan meningkatkan daya juang kita beserta semua senjata yang ada. Pada intinya, jika sudah menguasai pertarungan jarak dekat dengan baik, kamu bisa mengalahkan hampir semua monster yang ada.

Namun, perlu diingat bahwa gamer tetap disarankan melawan mereka satu per satu. Hal ini akan memudahkan kita untuk membunuh monster tanpa takut kehabisan sumber daya. Pertarungan brutal ala keroyokan hanya akan membuat Jacob mudah tewas. Jika ingin merobohkan mereka secara diam-diam juga bisa, yakni dengan aksi stealth yang bisa diperagakan oleh Jacob sejak awal.

Baca Juga: [REVIEW] The Dark Pictures Anthology: The Devil in Me—Tak Menyeramkan

3. Jangan salah, hampir semua elemen dalam game ini bisa membuat kita jengkel

[REVIEW] The Callisto Protocol—Indah, tapi Berpotensi MenjengkelkanThe Callisto Protocol punya segudang aksi yang malah menjengkelkan. (dok. Striking Distance Studios/The Callisto Protocol)

Mungkin ini pandangan relatif dari penulis. Dalam game ini, aksi-aksi yang ada justru bisa membuat kita jengkel, marah, frustrasi, dan hilang kesabaran. Lho, kok bisa? Bukankah tadi sudah dijelaskan bahwa pertarungan jarak dekatnya cukup memudahkan kita? Kalau bicara soal pertarungan jarak dekatnya, itu memang cukup mengasyikkan.

Sayangnya elemen aksi yang lain benar-benar membuat penulis jengkel dan tak habis pikir. Pertama, sistem inventarisnya ribet. Kalau ingin memutar kaset atau rekaman yang dibutuhkan secara mendadak, kamu harus masuk ke inventaris dan memilihnya secara manual. Masalahnya, mana kita ingat dengan rekaman yang begitu banyaknya. Kedua, adanya sistem combat yang lemot.

Alih-alih dapat dilakukan dengan tangkas dan adaptif, gerakan dari Jacob sering blunder dan tanpa arah. Untungnya, kita masih diizinkan menggunakan mekanisme auto-dodge dalam setelan default jika memang malas untuk menghindari serangan secara manual. Ketiga, minimnya petunjuk bakal membuat siapa saja yang memainkan game ini dapat kehilangan akal sehat.

Ya, visualisasi (HUD) dalam The Callisto Protocol terkesan sangat polos, bahkan tanpa tampilan tambahan di layar. Ini bukan game 2D yang bisa dilakukan tanpa kompas atau petunjuk arah. Mungkin maksudnya baik, yakni membuat sudut pandang pemain menjadi lebih lapang. Sayangnya, tanpa kompas di layar, kita betul-betul dibuat pusing dengan lingkungan yang penuh labirin.

Berikutnya, bug dan crash yang terjadi di mana-mana membuat penulis cukup malas untuk memainkan game ini lagi. Berharap game ini mampu berjalan stabil pada angka 60 fps rasanya agak mustahil. Padahal, VGA RTX 3060 dan prosesor Intel Core i7 generasi baru yang digunakan sudah di atas spesifikasi yang direkomendasikan.

Dengan VGA dan prosesor kelas atas pun, game ini masih berjalan pada frame rate yang sering terjun bebas kisaran 30-an fps. Jadi, bisa dibayangkan, game besar yang seharusnya menampilkan grafik indah di mata, itu semua tidak dieksekusi dengan maksimal. Mudah-mudahan ke depannya ada perbaikan teknis yang dilakukan oleh developer berkenaan dengan kestabilan angka fps.

4. Tampilan visual indah ditambah audio mumpuni

[REVIEW] The Callisto Protocol—Indah, tapi Berpotensi MenjengkelkanThe Callisto Protocol memiliki tampilan visual indah dan audio yang cukup mumpuni. (dok. Striking Distance Studios/The Callisto Protocol)

Penulis akui bahwa The Callisto Protocol memiliki tampilan visual yang indah dan cukup memanjakan mata. Desain lingkungan yang dark dan detail beserta varian monster yang cukup banyak membuat kita bakal menilai bahwa game ini masih memiliki potensi yang tersembunyi.

Tak mengherankan, sih, karena karya yang juga digarap oleh Scott Whitney ini memang dirilis untuk PS5 dan Xbox Series X/S. Game ini juga menampakkan detail khas ala Unreal Engine 4 yang terkenal dengan pencahayaan kompleks. Hanya saja, ini kembali lagi ke masalah bug yang ada. Di beberapa bagian, penulis mendapati frame rate bisa jeblok di bawah 30 fps.

Tentu saja hal ini mengurangi keasyikan dalam bermain. Penulis harap ada sedikit perbaikan dari developer untuk versi PC-nya karena biasanya versi konsol jarang ditemukan persoalan macam ini. Spesifikasi yang dibutuhkan adalah RAM 16 GB, VGA setara RTX 2060, prosesor Intel Core i5 seri 12 atau di atasnya. Sediakan juga kapasitas 80 GB di HDD atau SSD.

Nah, berikutnya soal audio. Tak banyak yang bisa penulis jabarkan di sini. Namun, secara umum, developer sudah memasukkan berbagai macam gaya audio yang mumpuni di sini. Mulai dari suasana mencekam hingga raungan monster cukup bagus meski ada beberapa suara yang terdengar agak berlebihan.

5. Sangat cocok buat gamer yang kebal terhadap rasa frustrasi

[REVIEW] The Callisto Protocol—Indah, tapi Berpotensi MenjengkelkanThe Callisto Protocol cocok buatmu yang kebal terhadap rasa frustrasi. (dok. Striking Distance Studios/The Callisto Protocol)

Kendati memiliki sistem combat dan pertarungan yang ideal (mudah) dilakukan, game ini rupanya malah memberikan segudang elemen yang bisa membuat kita frustrasi. Mungkin bagi banyak orang terkesan remeh, tapi di mata penulis, elemen kecil yang penting bisa menjadi nilai tambah yang cukup masif.

The Callisto Protocol hadir dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ia tampil indah karena ditenagai dengan Unreal Engine 4. Detail lingkungan dan monster yang ada cukup bagus dan menakutkan. Hanya saja, kelebihan itu harus ditutupi dengan banyaknya elemen yang membuat kita jengkel.

Itu sebabnya, kendati berdiri di atas fondasi yang sama dengan Dead Space, ia sama sekali berbeda. Sama karena ia berjalan di balik tema yang mirip, tapi berbeda karena mereka berdua sangat tidak identik. Jelas di mata penulis, Dead Space masih lebih bagus karena mampu menyajikan apa yang tak dimiliki oleh The Callisto Protocol.

Di luar itu semua, jika suka dengan horor luar angkasa yang cenderung gelap dan mencekam, game ini masih bisa menjadi alternatif sampingan untuk kamu koleksi. Akan tetapi, khusus untuk versi PC-nya, mungkin lebih baik jika kamu menunggu update atau perbaikan yang bakal dilakukan developer.

Bagaimana penilaian dari penulis? Skor 3/5 penulis berikan untuk The Callisto Protocol yang mencekam dan membuat kita jengkel. Jika tertarik membelinya untuk PC, kamu bisa dapatkan game ini di Steam dengan harga Rp599 ribu. So, semoga review The Callisto Protocol ini bisa menjadi bahan pertimbangan, ya.

https://www.youtube.com/embed/gghRJv_tdb0

Baca Juga: [REVIEW] Doraemon SOS: Friends of the Great Kingdom—Penuh Misteri

Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya