Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

AI untuk Belajar: Bermanfaat atau Berbahaya? Ini Jawabannya!

ilustrasi DeepSeek (pexels.com/Matheus Bertelli)
Intinya sih...
  • AI mengubah sistem pembelajaran menjadi lebih personal dan adaptif, membuka peluang belajar yang lebih fleksibel tanpa batasan waktu.
  • AI membantu menyediakan soal latihan dan koreksi jawaban, membuat proses pembelajaran menjadi lebih efektif bagi siswa dan mahasiswa.
  • AI membuka peluang eksplorasi dan inovasi, meningkatkan kreativitas pelajar dalam menulis dengan bimbingan yang tepat.

Belakangan ini, tren Artificial Intelligence (AI) terus berkembang seiring pesatnya kemajuan teknologi. Hampir di setiap aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan, AI telah diadopsi secara luas, mulai dari mencari referensi dengan cepat hingga menjadi asisten belajar pribadi. Peserta didik dan pengajar kini memanfaatkan alat seperti ChatGPT, Gemini, Copilot, dan DeepSeek, untuk mendukung proses pembelajaran secara efisien.

Namun, di balik segala kemudahan dan efisiensi yang diberikan, ada harga mahal yang mungkin tidak kita sadari. Apakah AI benar-benar membantu proses pengajaran? Ataukah semua kenyamanan ini hanyalah ilusi semata? Simak kebenaran seputar penggunaan AI untuk belajar pada ulasan di bawah ini!

1. AI mengubah sistem pembelajaran menjadi lebih personal dan adaptif

ilustrasi belajar di kampus (pexels.com/Yan Krukau)

AI telah mentransformasi dunia pendidikan dari yang awalnya serba manual menjadi serba otomatis. Teknologi ini mampu menganalisis cara belajar siswa, lalu menyesuaikannya dengan topik pembelajaran. Makanya, tak heran jika banyak pelajar mengandalkan AI untuk memahami materi sesuai dengan gaya belajar masing-masing.

Mereka tidak perlu lagi menunggu jadwal kelas berikutnya atau kehadiran pengajar ke kelas. Cukup dengan membuka ChatGPT dan aplikasi AI lainnya, mereka bisa mengakses berbagai materi pelajaran secara bebas. Singkatnya, AI telah membuka peluang belajar yang lebih fleksibel tanpa batasan waktu.

2. AI membantu menyediakan soal latihan dan koreksi jawaban

ilustrasi belajar (pexels.com/Zen Chung)

AI tak hanya berguna untuk menyajikan konten pembelajaran, tapi juga dapat menjadi sarana berlatih yang efektif bagi siswa dan mahasiswa. Dengan bantuan AI, mereka cukup mengetikkan prompt untuk mendapatkan soal latihan sesuai materi yang diinginkan. Setelah dikerjakan, mereka tinggal mengerjakan soal tersebut dan meminta umpan balik (feedback) kepada AI guna mengukur sejauh mana pemahamannya.

Salah satu contoh penerapan AI dalam pembuatan soal latihan adalah Quizlet. Cukup dengan mengunggah catatan atau presentasi yang berisi materi ajar, Quizlet secara otomatis akan menyusunnya menjadi daftar soal. Aplikasi ini juga dilengkapi dengan fitur Quizlet Q-Chat, yang memungkinkan pengguna berdialog dengan chatbot untuk mendapatkan penjelasan dan koreksi secara real-time.

3. AI membuka peluang eksplorasi dan inovasi

ilustrasi berdiskusi (pexels.com/Gustavo Fring)

Sebuah studi dari Oregon State University mengungkap bahwa aplikasi AI dapat meningkatkan kreativitas pelajar dalam menulis, asalkan penggunaannya dibimbing dengan baik. Dari 31 mahasiswa yang diteliti, ditemukan bahwa pemakaian AI tanpa arahan justru menurunkan kreativitas pada siswa yang tergolong kreatif. Sebaliknya, mahasiswa yang mendapatkan panduan menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan berkreasi.

Hal serupa juga dijelaskan Simmen dalam artikelnya, "AI and Creativity: A Pedagogy of Wonder". Ia menekankan bahwa pendekatan pedagogy of wonder dapat mendorong rasa ingin tahu dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah secara inovatif. Menurutnya, AI berperan sebagai pemicu semangat belajar dan eksplorasi yang dapat memperkaya ilmu pengetahuan.

4. Tapi, masih banyak pelajar memilih AI sebagai solusi instan

ilustrasi belajar (pexels.com/Tim Gouw)

Teknologi AI memang menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas sekolah maupun kampus. Namun, perlu diingat bahwa ketergantungan yang berlebihan justru dapat menghambat kemampuan berpikir kritis. Alih-alih menjadikannya sebagai asisten belajar, tak sedikit yang menganggap AI sebagai shortcut untuk menyelesaikan soal tanpa usaha sendiri.

Eric Klopfer, profesor asal Massachusetts Institute of Technology (MIT), pernah membagi siswa menjadi tiga kelompok untuk mengerjakan tugas dengan alat bantu yang berbeda, yaitu ChatGPT, Code Llama, dan Google Search. Hasilnya, kelompok yang menggunakan ChatGPT memang menyelesaikan tugas paling cepat, tapi kelompok Google Search dan sebagian kelompok Code Llama justru menunjukkan pemahaman yang lebih baik baik terhadap proses penyelesaian soal. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungannya terhadap AI, semakin rendah pula dorongannya untuk belajar.

5. Ketergantungan pada AI dapat menghambat perkembangan kognitif

ilustrasi berpikir (pexels.com/Christina Morillo)

Penelitian Eric Klopfer tadi dapat dikaitkan dengan salah satu dampak penggunaan AI yang berlebihan, yakni penurunan kemampuan kognitif. Kognitif mencangkup kemampuan berpikir, belajar, dan memahami. Ketika pelajar terlalu dimanjakan oleh AI, mereka berisiko kehilangan kesempatan untuk mengasah daya pikir yang tajam.

Dalam laporan yang bertajuk "AI Tools in Society: Impacts on Cognitive Offloading and the Future of Critical Thinking", Gerlich menegaskan bahwa ketergantungan jangka panjang dapat menurunkan retensi memori, fleksibilitas berpikir, serta kemampuan memecahkan masalah. Akibatnya, pelajar tumbuh menjadi pribadi yang pasif dan sepenuhnya bergantung pada teknologi. Jika dibiarkan, kebiasaan ini berpotensi memicu fenomena cognitive offloading, yaitu kecenderungan menyerahkan tugas-tugas kognitif kepada AI, alih-alih menyelesaikannya secara mandiri.

6. AI sering disalahgunakan untuk kecurangan akademik

ilustrasi bekerja sama ketika ujian (pexels.com/RDNE Stock project)

Banyak mahasiswa tidak bijak dalam memanfaatkan AI untuk menyusun karya ilmiah. Alhasil, tak sedikit yang terjebak dalam kasus plagiarisme karena menyalin mentah hasil dari AI tanpa memahami isi dan melakukan parafrase terlebih dahulu. Mirisnya, investigasi The Guardian menemukan fakta bahwa selama tahun akademik 2023/2024, sebanyak 7 ribu mahasiswa di Inggris terbukti melakukan kecurangan akademik dengan menggunakan ChatGPT dan aplikasi AI lainnya.

Padahal, penggunaan AI dalam penyusunan karya ilmiah sebetulnya sah-sah saja, asalkan dilakukan secara bertanggung jawab. Misalnya, AI dapat dimanfaatkan untuk brainstorming ide penelitian atau mencari referensi awal, dengan catatan informasi yang diperoleh tetap diverifikasi melalui sumber terpercaya. Penting juga untuk memahami kebijakan kampusmu terkait penggunaan AI dan jangan ragu berdiskusi dengan teman, dosen, atau senior agar penggunaannya tetap etis.

Keberadaan AI dalam dunia pendidikan ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia bisa menjadi mitra belajar yang hebat. Sayangnya, penggunaan AI untuk belajar jika berlebihan justru melemahkan kemampuan bernalar kritis dan mengurangi kemandirian belajar. Untuk mengatasi hal ini, biasakan terlebih dahulu berusaha semaksimal mungkin sebelum meminta tolong ChatGPT, Gemini, Copilot, dan berbagai alat bantu AI lainnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us