Kamu mungkin sudah pernah mendengar istilah jaringan 'seamless' yang dihadirkan oleh operator telekomunikasi terbesar di Indonesia. Namun, boleh jadi, kamu belum benar-benar mengerti alasan kenapa harus menggunakannya.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan kualitas layanan yang diberikan. Walaupun pembahasannya akan cenderung sangat teknis, setidaknya kamu jadi punya gambaran kenapa paling tidak perliu sekali mencoba layanan ini. Berikut ini ulasan selengkapnya!
Jumlah pengguna, kapasitas dan trafik adalah tiga faktor yang sangat tidak bisa dilepaskan dalam hubungannya dengan kualitas layanan internet yang diberikan. Untuk lebih mudah, ibaratkan saja kapasitas sebagai sebuah jalan dan pengguna sebagai mobil.
Ketika jalan yang hanya memiliki lebar sepanjang 5 meter diisi oleh satu buah mobil, tentu si pengendara bisa lebih leluasa untuk berkendara. Namun, ketika mobil-mobil lain semakin banyak yang menggunakan jalan tersebut, tentu trafiknya akan semakin tinggi, bukan? Mobil jadi tidak lebih leluasa dalam melakukan mobilitas dan mengalami kemacetan yang membosankan.
Nah, ini pula yang terjadi pada jaringan telekomunikasi. Semakin banyak pengguna yang melakukan akses internet pada waktu yang bersamaan, tentu jadi semakin lemot (walaupun boleh jadi kurang terlalu dirasakan). Tidak percaya? Coba saja lakukan uji kecepatan pada peak hours dan di luar waktu tersebut. Paling tidak, kamu bisa merasakan perbedaan antara subuh dan siang hari atau pada saat hari-hari libur nasional seperti lebaran.
Sebagai pengguna, kamu pun memilih untuk bersikap 'tidak mau tahu', kan? Pokoknya, internetan harus lancar. Kalau lemot apalagi sampai down, pasti langsung mutung, kan?
Untuk mengantisipasi ini, operator pun harus memutar otak dan mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Namun, sebagai alterantif, teknologi traffic offloading bisa digunakan.
Secara sederhana, traffic offloading merupakan sebuah cara untuk 'menumpangkan' data dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Seperti contoh, bila jaringan 4G sebuah operator di suatu cluster sudah penuh, maka pengguna yang baru akan mengisi saluran ini bisa dipindahkan ke jaringan 3G (atau sebaliknya) dari operator yang sama.
Selain menggunakan jaringan internal, sebuah operator bisa juga bekerja sama dengan operator atau layanan ISP lainnya. Dengan begitu, ketika seorang pengguna operator A mencoba masuk di layanan cluster operator A tersebut tetapi penuh, secara otomatis bisa dialihkan ke jaringan operator B atau ISP lain yang ada di cluster tersebut.
Studi tentang traffic offloading sudah banyak dilakukan sebetulnya.Sayangnya, di Indonesia sendiri, baru ada satu operator yang telah menerapkan layanan ini. Tanpa sudah disebutkan pun, kamu tahu penyedia layanan mana yang telah menggunakan skema traffic offloading ini.
Walau begitu, perlu diketahui, layanan yang sekarang ada belum maksimal. Idealnya, layanan traffic offloading bisa dilakukan secara otomatis. Namun yang sekarang berjalan, pengguna masih harus melakukan pemindahan ini secara manual walaupun hal tersebut boleh-boleh saja dilakukan.
Di samping itu, masih belum ada proses komunikasi yang cukup antara jaringan yang satu dan lainnya. Ketika pengguna mencoba menyetujui pemindahan jaringan tersebut (karena masih dilakukan secara manual), layanan yang akan dituju belum memberikan informasi mengenai kondisinya sendiri apakah sama-sama penuh atau tidak. Dengan begitu, belum ada jaminan pasti 100% apakah ketika telah menggunakan jaringan seamless bisa menjadikan kecepatan transfer jadi lebih maksimal.
Hingga kini, belum ada laporan resmi yang menyatakan kepuasan maupun data perbandingan antara penggunaan seamless dan layanan umum lainnya. Walau begitu, keberadaan konsep traffic offloading dengan dua penyedia layanan telekomunikasi ini bisa jadi angin segar, baik bagi pengguna maupun operator lain.
Pasalnya, traffic offloading merupakan solusi yang cukup memudahkan bagi operator. Dibandingkan harus membangun BTS atau kembali melakukan reuse frequency yang semakin padat, melakukan sinergi dua jaringan akan lebih menguntungkan.
Tertarik mencoba?