ilustrasi pengguna bermain ponsel (unsplash.com/Jonas Leupe)
Meski menonton kembali Instagram Stories dapat memberikan manfaat, kebiasaan ini bisa menjadi sangat adiktif jika tidak dikendalikan. Media sosial memang dirancang untuk menarik perhatian penggunanya melalui algoritma yang terus menyesuaikan konten berdasarkan preferensi dan interaksi sebelumnya. Akibatnya, makin sering kamu mengecek Instagram Stories, semakin sulit pula untuk menghentikannya.
Psikolog Zoe Mallett menjelaskan bahwa media sosial dirancang untuk memicu pelepasan dopamin yang membuat pengguna terus-menerus ingin memeriksa apakah mereka mendapatkan respons yang diharapkan. Ada rasa penasaran yang muncul. Apakah ada hal baru yang bisa dilihat atau bagaimana reaksi orang lain terhadap unggahan yang kamu bagikan. Semakin sering kamu melihat Stories, semakin besar kemungkinan terjebak dalam siklus ketergantungan terhadap media sosial.
Penelitian dari Bournemouth University pada 2023 juga menemukan bahwa orang dewasa muda yang menggunakan media sosial secara pasif (hanya menjelajahi konten orang lain) lebih rentan mengalami kecemasan dan depresi dibandingkan mereka yang aktif membagikan kontennya. Ini menunjukkan bahwa bukan Instagram Stories itu sendiri yang membuat kamu kecanduan, melainkan dirimu yang kecanduan akan perasaan yang bakal didapatkan saat melakukannya.
Keinginan untuk selalu memeriksa Stories juga dapat memengaruhi kesehatan mental. Rasa cemas jika tidak ada yang melihat atau mengomentari postingan dapat meningkatkan stres dan ketidakpuasan diri. Ketergantungan pada pengakuan eksternal seperti ini, jika dibiarkan, dapat berdampak negatif pada kepercayaan diri dan kesejahteraan emosional. Oleh karena itu, meskipun media sosial bisa menjadi sarana hiburan dan komunikasi, penting untuk menggunakannya secara bijak agar tidak terjebak dalam kebiasaan yang merugikan.
Melihat kembali cerita yang diabadikan di Instagram Stories bukanlah hal yang aneh. Sebaliknya, ini mencerminkan perasaan terhadap diri sendiri, interaksi sosial, serta keinginan untuk mendapatkan validasi dan perhatian. Kebiasaan ini bukan sekadar tanda narsisme atau haus akan pengakuan, tetapi juga cara untuk memahami bagaimana orang lain melihat dirimu bahkan sekadar merayakan momen indah dalam hidup.
Namun, seperti halnya segala sesuatu di dunia digital, penting bagi tiap pengguna untuk mengontrol kebiasaan ini dengan bijak. Pastikan bahwa kebiasaan ini tidak membuatmu terjebak dalam pencarian validasi sosial yang berlebihan. Meski menyenangkan untuk melihat kembali cerita yang telah diunggah, selalu ingat untuk tetap fokus pada kehidupan nyata dan membangun hubungan yang lebih bermakna di luar dunia maya.