Pro-Kontra Starlink Elon Musk yang akan Masuk Indonesia

Dinilai sarat akan privilege

Internet satelit milik Elon Musk, Starlink tengah menuai polemik. Pasalnya layanan tersebut akan masuk Indonesia secara komersial pada 2024, menambah pesaing di industri telekomunikasi.

Diketahui bahwa operator seluler dan pengusaha penyedia layanan internet di Indonesia tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan. Di tengah melambatnya pertumbuhan industri, mereka juga mendapatkan beban regulatory charge yang besar.

Layanan milik orang terkaya di dunia itu akan dimulai dengan SMS sebelum menambahkan layanan suara dan data, serta konektivitas IoT (internet of things) pada 2025. Kehadiran Starlink dinilai sarat dengan privilege, yang akan membuat industri selular semakin tidak sehat.

Fenomena ini menjadi pembahasan dalam Selular Business Forum 2023 dengan tema 'Polemik Layanan Telepon & Internet Satelit, Siapa Untung Siapa Buntung?' di Jakarta, pada Senin (27/11/2023).

Teknologi Starlink

Pro-Kontra Starlink Elon Musk yang akan Masuk IndonesiaStarlink.com

Sebelum membahas mengenai pro-kontra Starlink, mari kita ketahui terlebih dulu mengetahui soal teknologinya. Satelit merupakan layanan non-terestrial. Sementara Starlink termasuk pada satelit orbit rendah (LEO) yang mempunyai ribuan konstelasi satelit dengan kapasitas yang sangat besar.

Hingga kini Elon Musk telah mengirim lebih dari 4.000 satelit dari target 12.000. Satu satelit saja memiliki kapasitas peak data rate 21,36 Gbps. Dikatakan bahwa coverage-nya bisa menjangkau seluruh Indonesia, termasuk wilayah 3T (tertringgal, terdepan, terluar).

Perangkat tersebut beroperasi pada frekuensi Ku dan Ka Band, belum beroperasi pada frekuensi seluler. User equipment-nya berupa CPE yang dipasang di outdoor untuk bisa terhubung ke router untuk business-to-consumer (B2C).

Antar satelit bisa berkomunikasi menggunakan teknologi laser. Dikatakan juga bahwa Starlink dikendalikan oleh ground segment yang ada di Amerika Serikat.

"Starlink memiliki kemampuan data yang setara dengan satelit HTS (High Throughput Satellite) dan 5G, sehingga implementasi di Indonesia harus mempertimbangkan perlingungan kepada bisnis incumbent dan equal playing field," kata Marwan O. Baasir, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (ATSI).

Menurut riset GSMA 2023, kecepatan Starlink bisa menembus di atas 100 Mbps, sedangkan fixed broadband 28,28 Mbps dan mobile broadband yang hanya 24,65 Mbps.

Sedangkan untuk harga, mobile broadband dibanderol di bawah Rp40 ribu per bulan, sedangkan fixed broadband Rp 300 ribu per bulan dan di bawah Rp 8 juta untuk layanan satelit.

Baca Juga: Kementerian kominfo Beri Hak Labuh Starlink, Satelit Milik Elon Musk

Poin-poin pro dan kontra

Pro-Kontra Starlink Elon Musk yang akan Masuk Indonesiailustrasi internet (unsplash.com/Mika Baumeister)

Aju Widya Sari, Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut bahwa wilayah geografis negara kita sangat penuh tantangan, membuat sinyal absen di banyak wilayah.

"Masih sekitar 70 persen jaringan 4G. Mengapa 4G? Karena jaringan itu jadi basis internet yang lebih memuaskan dibandingkan jaringan 5G, yang investasinya lebih besar sehingga masih butuh beberapa tahun lagi untuk bisa menikmatinya," imbuh Aju.

Biaya infrastruktur untuk membangun jaringan internet di Indonesia sangat tinggi. Oleh sebab itu pemerintah beralih ke satelit internet. Saat ini sebanyak 1.020 desa yang mengajukan permohonan untuk penanganan desa blankspot (tanpa internet) dan kemungkinan masih banyak dari jumlah ini.

Adapun poin-poin pro terkait Starlink adalah sebagai berikut:

  • Starlink telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia dan mempunyai kapasitas data rate yang besar, sehingga bisa dimanfaatkan untuk mendukung percepatan layanan internet broadband di wilayah yang belum terjangkau layanan broadband terestrial.
  • Atas kemampuannya itu, penyelenggara seluler juga bisa menggunakannya sebagai backhaul.
  • Starlink sendiri telah memiliki mitra di Indonesia, yakni Telkomsat untuk business-to-business (B2B).

Sedangkan hal yang memberatkan, seperti:

  • Jika tidak diatur secara tepat, bisnis Elon Musk itu berpotensi mengancam penyelenggara telekomunikasi nasional.
  • Harga berlangganan dan UE CPE masih mahal.
  • Belum mengantongi izin penyelenggara jasa ISP (internet service provider) di Indonesia.
  • Masih menggunakan IP Global sehingga berpotensi adanya pelanggaran perlindungan data pribadi dan kedaulatan negara.

Implementasi Starlink di Indonesia perlu diregulasikan secara tepat, mengacu pada peraturan perundang-undangan sehingga tidak mengancam keberlangsungan usaha penyelenggara saat ini dan lebih diprioritaskan sebagai layanan komplemen di wilayah 3T dan blankspot.

Masukan untuk pemerintah

Pro-Kontra Starlink Elon Musk yang akan Masuk Indonesiailustrasi internet (IDN Times/Nathan Manaloe)

Pengamat Telekomunikasi, Agung Harsoyo memberi sejumlah catatan yang bisa menjadi pertimbangan untuk kebijakan satelit internet. Menurutnya pemerintah jangan memberikan izin baru sebelum dilakukan kajian yang menyeluruh dan cermat oleh seluruh stakeholder terkait kepentingan nasional.

“Bekerjasama dalam memberikan layanan telekomunikasi untuk wilayah unserved dan underserved sebagai prioritas utama. Memulai penerapan collaborative regulation di sektor telekomunikasi, transaksi keuangan, pertahanan-keamanan, layanan kesehatan dan pendidikan," jelasnya.

Sementara ATSI meresponnya dengan hal-hal di bawah ini:

  • Starlink harus kerjasama dengan penyelenggara satelit Indonesia
  • Layanan itu harus memiliki izin landing right (hak labuh) dan izin jartup (jaringan tertutup) untuk layanan backhaul
  • Starlink harus menggunakan alokasi penomoran IP Indonesia
  • Perusahaan Elon Musk itu harus membangun server dan DRC di Indonesia serta mengikuti regulasi lawfull interception di Indonesia
  • Sebagai penyelenggara jasa, Starlink harus dikenakan kewajiban untuk membayar BHP (biaya hak penggunaan) telekomunikasi dan US0 (universal service obligation).

Baca Juga: 9 Juli Hari Satelit Palapa: Sejarah dan Perkembangan Teknologi Satelit

Topik:

  • Achmad Fatkhur Rozi

Berita Terkini Lainnya