Peran AI dalam Pencegahan dan Penanggulangan Banjir di Sumatra

- Peringatan dini dan prediksi banjir menggunakan AI
- Model machine learning bisa memprediksi risiko banjir secara akurat dengan data historis curah hujan, kondisi sungai, elevasi tanah, dan data spasial lain
- Sistem prediksi berbasis SIG dan algoritma machine learning bisa membantu menentukan prioritas mitigasi dan merancang rencana tanggap darurat
- Pemantauan citra satelit dan analisis perubahan tutupan lahan
- Citra multitemporal digunakan untuk menganalisis perubahan tutupan lahan dan distribusi banjir di DAS Barito
- Model segmentasi citra banjir dapat membedakan area rawan
Banjir yang melanda tiga provinsi di Sumatra yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada 25 November 2025 menjadi pukulan berat menjelang penghujung tahun. Curah hujan yang tinggi dan terus-menerus selama beberapa hari membuat sungai-sungai meluap dan beberapa lereng perbukitan mengalami longsor. Hingga saat ini, bencana banjir dan longsor tersebut belum ditetapkan sebagai bencana nasional. Padahal, ratusan desa terdampak, infrastruktur vital terputus, dan bencana ini telah menelan banyak korban jiwa. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 30 November 2025 yang dikutip IDN Times, Selasa (2/12/2025), tercatat 604 orang meninggal dunia.
Cuaca ekstrem yang dipicu oleh siklus tropis Senyar menjadi penyebab awal bencana ini. Namun, siapa sangka jika fenomena hidrometeorologi ini merupakan pola berulang yang kian meningkat signifikan selama 16 tahun terakhir. Perpaduan faktor alam dan aktivitas manusia jelas berperan dalam mengakumulasi risiko yang ada. Di sinilah peran Artificial Intelligence (AI) menjadi krusial sebagai alat untuk memperkuat sistem mitigasi bencana. Kemampuannya mengolah data dari berbagai sumber, seperti catatan banjir historis, kondisi topografi, dan citra satelit memungkinkan identifikasi risiko lebih tepat dan respons lebih cepat dibanding metode konvensional. Lalu, sejauh mana AI berperan dalam memitigasi penanggulangan banjir di Sumatra? Simak perspektif selengkapnya berikut!
1. Peringatan dini dan prediksi banjir menggunakan AI

Berbagai model machine learning kini digunakan untuk memprediksi risiko banjir secara lebih akurat. Model ini memanfaatkan data historis curah hujan, kondisi sungai, elevasi tanah, dan data spasial lain yang dikumpulkan selama bertahun-tahun. Misalnya, temuan Jailani dan Dita tahun 2025 dalam jurnal INTECOMS menerapkan pendekatan hybrid machine learning yang mengombinasikan Long Short-Term Memory (LSTM) dan Random Forest. Studi tersebut memanfaatkan data geospasial dan temporal dari Petabencana.id antara Januari 2018 hingga Februari 2024 untuk membangun kerangka prediksi banjir. Integrasi kedalaman banjir dan catatan historis memungkinkan model meramalkan kejadian berikutnya dengan akurasi pelatihan mencapai 99 persen.
Selain itu, sistem prediksi berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) yang terpadu bersama algoritma machine learning juga dikembangkan untuk memperkuat mitigasi. Penelitian Putra et al., tahun 2024 dalam jurnal Khazanah Informatika menggunakan algoritma klasifikasi dengan data latih dari curah hujan 12 bulan terakhir. Pendekatan ini dapat mengidentifikasi area rawan banjir dan memetakan tingkat risiko secara lebih spesifik. Jika diterapkan di Sumatra, model ini dapat membantu pemerintah daerah menentukan prioritas mitigasi, mengalokasikan sumber daya, dan merancang rencana tanggap darurat lebih tepat waktu dan berbasis data.
2. Pemantauan citra satelit dan analisis perubahan tutupan lahan

AI memiliki keunggulan besar dalam memproses citra satelit dan mendeteksi perubahan tutupan lahan secara otomatis. Studi Priyatna et al., tahun 2023 dari Universitas Indonesia menunjukkan bagaimana citra multitemporal Sentinel-1 dan Landsat-8 dapat digunakan untuk menganalisis perubahan tutupan lahan dan distribusi banjir di DAS (Daerah Aliran Sungai) Barito. Algoritma Otsu digunakan untuk mengidentifikasi dataran banjir dari Sentinel-1, sementara metode change detection dan algoritma Random Forest digunakan untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan. Pendekatan ini mampu mengidentifikasi genangan atau area terdampak banjir secara cepat dan efisien yang mana dapat melampaui proses manual yang memakan waktu.
Kemajuan teknologi deep learning semakin memperkuat kemampuan deteksi tersebut. Model segmentasi citra banjir kini mampu membedakan antara area tergenang dan daratan dengan tingkat akurasi sangat tinggi, sehingga peta banjir real-time dapat dibuat lebih cepat. Studi Hyunho Lee dan Wenwen Li tahun 2025 dalam publikasi arXiv menegaskan bahwa Geospatial Artificial Intelligence (GeoAI) mampu mengintegrasikan analitik AI dan data satelit untuk mendeteksi banjir, menilai dampaknya, dan memberikan hasil berupa peta luas banjir dan estimasi ketidakpastian. Pendekatan ini sangat berguna bagi manajemen bencana dan pengambilan keputusan berbasis spasial.
3. Pelibatan masyarakat dan respons cepat melalui platform urun daya (crowdsourcing)

Teknologi AI juga memperkuat partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana. Salah satu contohnya adalah platform PetaBencana.id, yang menggunakan chatbot berbasis AI untuk memantau media sosial dan menerima laporan banjir secara real-time. Melalui Twitter, Telegram, atau Facebook, chatbot ini mampu mendeteksi unggahan terkait banjir dan mendorong warga untuk melaporkan kondisi, seperti ketinggian air, foto lokasi, dan akses jalan.
Mekanisme urun daya ini memudahkan petugas dan warga memantau peta genangan atau titik rawan dalam hitungan menit. Informasi yang terkumpul sangat penting, terutama bagi wilayah yang sulit dijangkau stasiun pemantauan atau ketika banjir terjadi tiba-tiba. Pendekatan ini mengisi celah ground-truth dan menjadi penghubung antara masyarakat dan lembaga seperti Basarnas, BNPB, maupun BPBD setempat, khususnya di daerah-daerah rawan banjir di Sumatra.
4. Menilai eksposur wilayah dan kerentanan infrastruktur dalam menentukan prioritas penanganan

Pemanfaatan AI dan data spasial memungkinkan identifikasi wilayah berisiko tinggi berdasarkan berbagai variabel, seperti tutupan lahan, elevasi, histori banjir, dan pola penggunaan lahan. Melansir Medcom, Orbita Roswintiarti, Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjelaskan bahwa teknologi smart sensing dapat memantau pemukiman dan risiko banjir secara efektif. Dalam risetnya, tim menggunakan citra satelit SPOT-6 beresolusi 1,5 meter untuk mendeteksi permukiman kumuh. Data lain seperti jaringan jalan, sungai, dan rel kereta diambil dari OpenStreetMap, lalu divalidasi melalui observasi lapangan. Data tersebut menjadi dasar dalam menilai eksposur wilayah dan kerentanan infrastruktur, termasuk kepadatan penduduk dan kualitas drainase.
Penelitian Andi Besse Rimba dan tim di Makassar dalam jurnal MDPI tahun 2023 menunjukkan bagaimana data satelit dan digital elevation model (DEM) dapat digabungkan dengan rencana tata ruang dan jaringan drainase yang ada. Hasilnya memetakan daerah tergenang, mengidentifikasi area dengan risiko tinggi, serta menilai apakah sistem drainase dan tata ruang sudah efektif. Temuan ini menegaskan pentingnya pemerintah memprioritaskan perbaikan drainase dan penataan ruang terutama di wilayah rendah dan padat penduduk.
5. Tantangan dan keberhasilan pemanfaatan AI untuk penanganan banjir di Sumatra

Meskipun potensinya besar, pemanfaatan AI dalam mitigasi banjir masih menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan pertama adalah ketersediaan data. Di banyak wilayah pedalaman Sumatra, data cuaca, elevasi, dan catatan historis banjir sering kali tidak lengkap atau kurang detail sehingga model AI berpotensi kehilangan presisi. Data spasial yang akurat menjadi fondasi utama agar sistem prediksi dapat bekerja optimal.
Tantangan kedua berkaitan dengan koordinasi dan kesiapan kelembagaan. Agar AI efektif, diperlukan kerja sama terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BPBD/BNPB, komunitas, hingga masyarakat. Tanpa koordinasi ini, sistem AI berisiko kehilangan konteks lokal atau tidak efektif saat peringatan bencana dikeluarkan. Selain itu, kapasitas SDM, infrastruktur komunikasi, dan kesiapan teknologi masih perlu ditingkatkan.
Penting dicatat bahwa AI bukan solusi tunggal untuk mengatasi banjir. Pengelolaan tata guna lahan, sistem drainase baik, dan kebijakan mitigasi iklim tetap menjadi komponen utama. AI berperan sebagai penguat yang mampu mempercepat peringatan dini, memetakan dampak secara real-time, dan menghubungkan masyarakat ke instansi terkait seperti BNPB, BPBD, pemerintah daerah, dan komunitas lokal. Melalui data yang memadai, AI memiliki potensi besar meningkatkan ketahanan wilayah rawan banjir di Sumatra.


















