Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
pexels.com/Tara Winstead

Surat edaran mengenai etika penggunaan dan pemanfaatan Artificial Intelligence (AI/kecerdasan buatan) telah dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Nantinya ini digunakan sebagai pedoman bagi pelaku usaha pemrograman berbasis kecerdasan artifisial, juga Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di lingkup publik maupun privat.

Panduan etika ini diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan aktivitas teknologi yang lebih efektif. Ini juga sebagai bentuk mitigasi dari dampak dan kerugian yang ditimbulkan sehingga ancaman AI dapat diminimalisir.

Surat edaran ini memuat tiga kebijakan yaitu nilai etika, pelaksanaan nilai etika, dan tanggung jawab dalam pemanfaatan dan pengembangan AI. Berikut adalah isi dari surat edaran tersebut:

Pihak-pihak yang dituju

Menkominfo Budi Arie Setiadi saat berkunjung ke kantor IDN Media HQ pada Jumat (8/12/2023). (IDN Times/Tata Firza)

Penyelenggaraan kemampuan kecerdasan artifisial mencakup kegiatan konsultasi, analisis, dan pemrograman. Sedangkan penggunaan teknologi AI termasuk ke dalam subset dari machine learning, natural language processing, expert system, deep learning, robotics, neural networks, dan subset lainnya.

"Kehadiran AI membawa berbagai tantangan mulai dari bias, halusinasi AI, misinformasi, hingga ancaman hilangnya beberapa sektor pekerjaan akibat otomasi AI. Oleh karena itu upaya tata kelola AI semakin diperlukan agar pemanfaatan teknologi ini dapat dilakukan secara aman dan produktif," ujar Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi pada Jumat (22/12/2023).

Surat edaran menteri ini ditujukan untuk:

  • PSE: setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha dan masyarakat yang menyediakan, mengelola atau mengoperasikan Sistem Elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.
  • Pelaku usaha aktivitas pemrograman berbasis kecerdasan artifisial pada Kode Baku Lapangan Usaha Indonesia 62015.

Nilai etika AI

Ilustrasi manusia bersentuhan dengan robot (pexels.com/Tara Winstead)

Penyelenggaraan teknologi AI perlu memperhatikan nilai etika kecerdasan artifisial, meliputi:

  1. Inklusivitas
    Penyelenggaraan AI perlu memperhatikan nilai kesetaraan, keadilan dan perdamaian dalam menghasilkan informasi maupun inovasi untuk kepentingan bersama.
  2. Kemanusiaan
    Penyelenggaraan AI perlu memperhatikan nilai kemanusiaan dengan tetap saling menjaga hak asasi manusia, hubungan sosial, kepercayaan yang dianut serta pendapat atau pemikiran setiap orang.
  3. Keamanan
    Penyelenggaraan teknologi anyar itu juga perlu memperhatikan aspek keamanan pengguna dan data yang digunakan agar dapat menjaga privasi, data pribadi dan mengutamakan hak pengguna Sistem Elektronik (SE) agar tidak ada pihak yang dirugikan.
  4. Aksesibilitas
    Penyelenggaraan kecerdasan artifisial bersifat inklusif dan tidak diskriminatif. Setiap pengguna memiliki hak yang sama dalam mengakses penyelenggaraan teknologi berbasis AI untuk kepentingannya dengan tetap menjaga prinsip etika yang berlaku.
  5. Transparansi
    Penyelenggaraan perlu dilandasi dengan transparansi data yang digunakan untuk menghindari penyalahgunaan data dalam mengembangkan inovasi teknologi. Pelaku usaha dan PSE dapat memberikan akses kepada pengguna yang berhak untuk mengetahui penyelenggaraan data dalam pengembangan teknologi berbasis AI.
  6. Kredibilitas dan akuntabilitas
    Penggunaan teknologi ini perlu mengutamakan kemampuan dalam pengambilan keputusan dari informasi atau inovasi yang dihasilkan. Informasi yang didapat dari AI harus dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan ketika disebarkan kepada publik.
  7. Perlindungan data pribadi
    Penyelenggaraan AI harus memastikan perlindungan data pribadi yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  8. Pembangunan dan lingkungan berkelanjutan
    Penyelenggaraan kecerdasan artifisial mempertimbangkan dengan cermat dampak yang ditimbulkan terhadap manusia, lingkungan dan makhluk hidup lainnya untuk mencapai keberlanjutan dan kesejahteraan sosial.
  9. Kekayaan intelektual
    Penggelaran AI juga harus tunduk pada prinsip perlindungan Hak Kekayaan Intelektual sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan dan tanggung jawab

pixabay

1. Pelaksanaan

  • Penyelenggaraan AI dilandasi dengan etika dan kode etik yang berlaku bagi pelaku usaha dan PSE.
  • Pelaksanaan program edukasi terkait penyelenggaraan kecerdasan artfisial tidak terbatas pada pengembangan kompetensi teknis, studi aspek etika, humaniter dan sosial yang dilakukan untuk masyarakat. Sebagai tanggung jawab pengembang turut mengembangkan sumber daya manusia di Indonesia.
  • Penyelenggaraan kemampuan pemrograman berbasis AI sebagai pendukung aktivitas manusia.
  • Pengawasan dilakukan oleh pemerintah, penyelenggara dan pengguna untuk mencegah adanya penyalahgunaan atau pemanfaatan teknologi berbasis AI yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Pemanfaatan fasilitas kecerdasan buatan untuk meningkatkan kreativitas pengguna dalam menyelesaikan permasalahan dan pekerjaan.
  • Penyelenggaraan AI harus saling menjaga privasi data sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

2. Tanggung jawab

  • Memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam penyelenggaraan kecerdasan artifisial, khususnya yang terkait dengan penggunaan data.
  • Memastikan AI tidak diselenggarakan sebagai penentu kebijakan atau pengambil keputusan yang menyangkut kemanusiaan.
  • Mencegah adanya rasisme dan segala bentuk tindakan yang merugikan manusia.
  • Menyelenggarakan AI untuk peningkatan kemampuan berinovasi dan pemecahan masalah.
  • Melaksanakan kewajiban regulasi penyelenggaraan AI dengan tujuan menjaga keamanan dan hak pengguna di media digital.
  • Memberikan informasi yang berkaitan dengan pengembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan oleh pengembang untuk mencegah dampak negatif dan kerugian dari teknologi yang dihasilkan terhadap pengguna, Kominfo atau publik.
  • Memperhatikan manajemen risiko dan manajemen krisis dalam pengembangan kecerdasan artifisial.

Editorial Team