"Masih ada hampir 20% masyarakat kita yang belum menikmati layanan internet. Daerah 3T hanya menyumbang 1,91%. Tapi mereka tetap bagian dari Indonesia yang harus kita layani bersama,” ujarnya
Survei APJII 2025: Wilayah 3T Hanya Sumbang 1,91% Pengguna Internet

Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) resmi meluncurkan Hasil Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2025 pada Rabu (6/8/2025). Survei ini diluncurkan dalam ajang Digital Transformation Indonesia Conference & Expo (DTI-CX) di Jakarta International Convention Center, GBK.
Ketua Umum APJII, Muhammad Arif, mengungkapkan tingkat penetrasi internet nasional kini mencapai 80,66% atau sekitar 229,4 juta jiwa dari total populasi 284 juta. Meski menjadi capaian yang menggembirakan, Arif menegaskan tantangan terbesar bukan sekadar angka, melainkan memastikan tak ada masyarakat yang tertinggal dari akses digital.
1. Kesenjangan akses di wilayah 3T

Dalam paparannya, Arif menyoroti fakta bahwa wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) hanya menyumbang 1,91% dari total pengguna internet nasional. Artinya, hampir 20% masyarakat Indonesia masih belum menikmati layanan internet.
Arif menegaskan bahwa meski jumlahnya kecil, masyarakat 3T tetap bagian dari Indonesia yang berhak atas layanan digital yang setara. Kondisi ini menjadi pengingat bahwa ketahanan digital tidak boleh menjadi privilese wilayah perkotaan saja.
Pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat perlu bersinergi untuk memastikan letak geografis tidak menjadi penghalang dalam mengakses peluang di era transformasi digital.
2. Dominasi mobile dan pertumbuhan fixed broadband
Akses internet di Indonesia masih didominasi perangkat mobile, yang digunakan oleh 83,39% pengguna dengan koneksi utama melalui data seluler sebesar 74,27%. Meski demikian, adopsi internet tetap (fixed broadband) menunjukkan lonjakan signifikan, dari 27,4% pada 2024 menjadi 38,7% pada 2025.
Arif menilai peningkatan ini sebagai bukti membaiknya infrastruktur broadband nasional. Dari sisi tarif, ia menyebut harga layanan kini sudah sangat terjangkau dan hampir menyentuh batas bawah. Menurutnya, ini bisa membuka peluang penetrasi yang lebih merata di seluruh lapisan masyarakat.
"Kalau soal harga, menurut kami di sisi operator, sudah sangat affordable, bahkan sudah hampir menyentuh batas bawah,” jelasnya
3. Metodologi survei dan definisi indikator

Sekretaris Umum APJII, Zulfadly Syam, memaparkan bahwa survei ini disusun dengan margin of error 1% dan melibatkan 8.700 responden dari 38 provinsi menggunakan metode multistage random sampling. Ia menjelaskan, indikator “penetrasi” mengukur persentase penduduk di suatu wilayah yang tersambung ke internet.
Di sisi lain, “kontribusi” menunjukkan besarnya porsi pengguna dari wilayah tersebut terhadap total pengguna internet nasional. Pendekatan ini memastikan hasil survei memiliki akurasi tinggi sekaligus memberikan gambaran jelas tentang distribusi dan proporsi penggunaan internet di seluruh Indonesia.
Temuan APJII 2025 menunjukkan bahwa kemajuan digital Indonesia tidak cukup diukur dari persentase konektivitas semata. Tantangan terbesarnya adalah memastikan seluruh warga bisa terhubung dan berdaya di era internet.