Gambar Susunan Kata Donald Trump (https://www.pexels.com/id-id/foto/30918022/)
Di tengah persaingan pasar yang ketat, hubungan antara Apple dan Indonesia juga mencerminkan sebuah "kompromi yang fair". Apple dengan basis pelanggan dominan di Indonesia, telah menempatkan investasi dalam bentuk pusat riset dan pengembangan (R&D), bahkan memproduksi aksesori seperti AirTag di Tanah Air.
Namun, di balik kompromi ini, terhampar tantangan besar bagi Indonesia terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Meskipun ada investasi awal yang lebih tinggi, porsi produksi yang ada di negara kita masih terbilang kecil.
"Ini tugas pemerintah membuat talenta yang nantinya bisa membuat SDM kita setara dengan pekerja di Foxconn, yang mempu bekerja tanpa henti dan teliti. Jadi investasi ini menurut saya adalah hal baik yang sudah dimulai, hanya kalau bagi kita sepertinya belum fair karena terlalu kecil, kan. Tapi menurut saya nanti pemerintah akan melakukan evaluasi," imbuhnya.
Belajar dari negara lain menjadi krusial. Vietnam adalah contoh nyata bagaimana sebuah negara mampu menarik relokasi investasi dari China. Negara tetangga itu berhasil membentuk ekosistem yang memenuhi kualifikasi dan kebutuhan investasi Apple.
"Vietnam mereka memang konsentrasi untuk itu. Bagaimana mereka membentuk satu ekosistem yang kemudian Apple bisa invest dan terpenuhi kualifikasi mereka. Kalau menurut saya kita mesti mempersiapkan diri belajar, terutama dari Vietnam. Karena dari Cina juga pindahnya ke Vietnam, bukan ke Indonesia," pungkas Agung.
Penjelasannya menggarisbawahi pentingnya perbaikan multibidang di Indonesia untuk menciptakan lingkungan yang menarik bagi investasi manufaktur teknologi global.