Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Apa yang terlintas dalam pikiranmu jika mendengar Kota Malang? Kota dengan banyak perguruan tinggi dan jadi salah satu pusat pendidikan di Jawa Timur. Selain itu, salah satu penyokong wisatawan yang ingin menikmati keindahan Kabupaten Malang, Kota Batu, maupun Pasuruan.
Malang juga terus berbenah dan melestarikan bangunan cagar budaya, seperti membuat kawasan Kayutangan Heritage. Gak jauh dari kawasan itu, terdapat bangunan cagar budaya yang gak kalah menarik, Klenteng Eng An Kiong. Klenteng tersebut terletak di Jalan Laksamana Martadinata No. 1, Kota Lama, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
Klenteng ikonik ini ternyata menggabungkan arsitektur khas China dan Eropa lho. Apalagi usianya tengah menuju 2 abad dan masih berdiri hingga saat ini. Mau tahu lebih lanjut? Daripada penasaran, yuk, cari tahu faktanya!
1. Didirikan pada 1825, jadi klenteng tertua di Malang
Klenteng Eng An Kiong (instagram.com/rinidentist) Klenteng Eng An Kiong didirikan oleh Liutenant Kwee Sam Hway pada 1825. Usia bangunan tersebut sudah mencapai 198 tahun, hampir 2 abad, yang menjadikannya sebagai klenteng tertua di Malang. Selain itu, dipercaya sebagai peninggalan sejarah keturunan ketujuh Jenderal Dinasti Ming. Ya, Liutenant Kwee Sam Hway merupakan orang militer.
Klenteng itu dibangun dalam dua periode, yakni pada tahun 1825 dan 1895-1934. Pada periode pertama, berupa pembangunan ruang tengah. Sementara, pada periode kedua, membangunan bagian lain hingga selesai.
Eng An Kiong berarti istana keselamatan dalam keabadian Tuhan dan bertujuan sebagai persembahan kepada Dewa Bumi. Terdapat patung Dewa Bumi yang dibawa dari China menggunakan kayu jati berlapis emas dan masih ada hingga saat ini.
Baca Juga: Klenteng Sam Poo Kong: Lokasi, Harga Tiket, dan Fasilitas
2. Didominasi arsitektur khas tradisional China dan sedikit gaya Eropa
Klenteng Eng An Kiong (instagram.com/iswa_suwardi) Bangunan Klenteng Eng An Kiong berdiri di atas tanah seluas 5.000 meter persegi. Terdapat 99 rupang atau kiem siem, patung dewa-dewi di seluruh sudut ruangan. Sedangkan arsitekturnya kental dengan gaya tradisional China dan sedikit sentuhan Eropa.
Bentuk atap lengkung menjadi salah satu ciri khas arsitektur China, yang disebut atap pelana sejajar gavel. Bentuk tersebut tidak hanya pada bangunan klenteng, tapi sejak gerbang masuk, kamu bisa mendapatinya. Sedangkan gaya Eropa, dapat kamu temui pada kerangka bangunan.
Pada bagian depan, terdapat pilar-pila pilar yang berhiaskan ukiran, seperti ukiran naga di setiap sudut bangunan. Naga menggambarkan keperkasaan bagi orang Tionghoa. Kamu juga dapat melihat altar dengan berbagai persembahan yang tertata rapi.
Klenteng tersebut didominasi warna merah dan kuning keemasan. Warna merah mewakili makna kehidupan, kebahagiaan, serta keberanian. Sedangkan warna kuning keemasan bermakna keagungan.
3. Hampir 90 persen bangunan masih terjaga keasliannya
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Klenteng Eng An Kiong (instagram.com/bon.di.au) Kamu ingin melihat keaslian klenteng yang hampir 2 abad ini? Tenang, sekitar 90 persen bangunannya masih terjaga keasliannya. Hal ini termasuk pilar yang masih kokoh sejak awal berdirinya.
Kamu juga masih dapat menemukan prasasti berbahasa Mandarin di dalam klenteng. Prasasti tersebut menunjukkan tahun pembangunan dan nama-nama orang yang turut memberikan sumbangan untuk membangun klenteng.
Apalagi, saat ini Klenteng Eng An Kiong menjadi salah satu gedung lawas di Malang yang menjadi cagar budaya. Sehingga semakin terjaga kelestariannya, bersama beberapa tempat ibadah lain, seperti Gereja Katedral St. Perawan Maria dari Gunung Karmel (Gereja Idjen) dan Gereja Paroki Hati Kudus Yesus Kayutangan.
4. Termasuk dalam daftar klenteng Tri Dharma
Klenteng Eng An Kiong (instagram.com/apriliani_iswati) Kamu beranggapan bahwa klenteng menjadi tempat ibadah hanya bagi pemeluk agama Konghucu? Ternyata tidak demikian, sebagian klenteng merupakan Klenteng Tri Dharma. Klenteng tersebut menjadi tempat ibadah bagi tiga agama berbeda, yaitu Budha, Tao, dan Konghucu.
Berbeda dengan vihara, sebagian vihara menambahkan patung Budha dan stupa. Ada pula yang mirip dengan klenteng, tapi arsitekturnya berbeda. Vihara yang bergaya khas China, umumnya sudah berbaur dengan kearifan lokal.
Keberagaman agama dan budaya di klenteng tersebut menjadi keunikan tersendiri yang mampu menarik perhatian wisatawan. Apalagi, kamu dapat melihat ritual keagamaan yang berbeda di satu tempat. Gak heran kalau Klenteng Eng An Kiong gak hanya jadi tempat ibadah, tapi juga destinasi wisata religi maupun budaya.
Baca Juga: Imlek, Klenteng Tjoe Tik Kiong Tulungagung Bikin Toa Kim