Apa yang Terjadi pada Tubuh Kita saat Mendaki Gunung?

- Napas, jantung, dan otak mengaktifkan mode darurat saat mendaki gunung
- Risiko dehidrasi dan penguapan air dari dalam tubuh meningkat di ketinggian
- Kelelahan fisik dan otot dapat meningkatkan risiko cedera dan menurunkan kewaspadaan
Bagi sebagian besar orang, mendaki gunung adalah sarana melepas penat sekaligus menguji batas diri. Lebih daripada itu, sebenarnya tubuhmu sedang menjalankan proses biologis yang jauh lebih rumit. Perubahan ketinggian, suhu, hingga ritme pernapasan membuat sistem tubuh harus cepat beradaptasi dengan kondisi yang jauh berbeda dari keseharian kita di dataran rendah.
Namun, justru di sinilah menariknya mendaki, karena setiap meter yang kita naiki mengajak tubuh memasuki situasi baru yang memengaruhi energi, fokus, dan ketahanan fisik. Agar kita bisa memahami pengalaman mendaki dengan lebih utuh dan demi pendakian yang lebih aman, penting untuk tahu apa saja yang terjadi di dalam tubuh selama mendaki gunung.
1. Napas, jantung, dan otak mengaktifkan mode darurat

Salah satu perubahan paling drastis saat naik ke ketinggian adalah menurunnya tekanan udara dan kadar oksigen. Semakin tinggi tempatmu mendaki, makin tipis udaranya, sehingga oksigen yang didapatkan tubuh pun lebih sedikit. Untuk mengimbanginya, tubuh akan mempercepat pernapasan dan detak jantung supaya suplai oksigen ke organ vital tetap terjaga. Ini sebabnya terkadang napas kita terasa lebih berat.
Selain itu, di ketinggian tertentu, beberapa orang juga bisa mengalami penyakit ketinggian (altitude sickness) dengan gejala seperti sakit kepala, mual, pusing, lelah berlebih, terutama jika naik terlalu cepat tanpa adaptasi yang memadai. Otot juga gak mendapat energi optimal karena oksigen yang terbatas. Aktivitas fisik jadi lebih terasa berat, stamina cepat terkuras. Itulah kenapa penting memberi waktu tubuh untuk adaptasi biar gak kaget, terutama jika mendaki ke ketinggian signifikan.
2. Risiko dehidrasi dan penguapan air dari dalam tubuh

Saat mendaki, tubuh bekerja lebih keras dari biasanya. Otot dipakai terus, tubuh berkeringat, napas lebih cepat, semua itu bisa bikin cairan tubuh cepat berkurang sehingga berisiko dehidrasi. Dehidrasi bisa menurunkan performa, meningkatkan kelelahan, mengganggu konsentrasi, bahkan bisa memicu kram otot, pusing, atau gangguan kesehatan yang lebih serius.
Ditambah, di ketinggian, udara biasanya lebih kering, sehingga mempercepat penguapan air lewat napas dan kulit. Karena tubuh butuh lebih banyak energi dan cairan untuk mendukung aktivitas dan adaptasi lingkungan, minumlah air secara berkala. Catat kondisi tubuh dan jangan abaikan rasa lelah atau dehidrasi ringan.
3. Kelelahan fisik dan otot

Mendaki berarti membawa beban perbekalan dan juga beban tubuh sendiri. Semua ini menuntut kekuatan, ketahanan, dan keseimbangan tubuh. Pemakaian otot yang intens selama pendakian, bisa meningkatkan risiko keseleo, cedera lutut atau engsel sendi, juga sakit punggung, terutama jika teknik jalan, beban, atau jeda istirahat yang kurang ideal.
Intinya, kelelahan fisik bisa menurunkan kewaspadaan, koordinasi, dan mood. Solusinya, bawa beban seperlunya, sesuaikan kecepatan dengan kondisi tubuh, istirahat cukup, stretching ringan, dan jangan memaksa tubuh melampaui batas.
4. Risiko hipotermia, paparan sinar UV, dan radiasi

Gunung membawa variabel alam yang sulit diprediksi: suhu berubah cepat, angin kencang, kelembapan rendah, hujan mendadak, kabut, hingga radiasi matahari lebih kuat di ketinggian. Suhu yang rendah bikin tubuh cepat kehilangan panas, tubuh harus bekerja untuk menjaga suhu internal, sehingga butuh energi tambahan. Jika gak siap, maka tubuh berisiko hipotermia.
Sinar matahari yang lebih kuat juga bikin kulit dan mata rentan terkena paparan sinar UV dan radiasi. Jalur licin, hujan mendadak, hingga kabut, juga bisa menyebabkan kecelakaan atau bikin perjalanan jadi lebih berat. Solusinya, bawalah pakaian lapis (layering), jaket waterproof, pelindung mata dan kulit, persiapan cuaca, dan peralatan darurat.
5. Daya tahan tubuh meningkat dan melatih kedisiplinan

Meskipun ada risiko, mendaki dengan persiapan baik juga memberikan manfaat besar bagi tubuh dan mental. Di antaranya melatih jantung, paru, otot kaki, keseimbangan, yang pada akhirnya bisa meningkatkan daya tahan tubuh.
Udara segar, pemandangan alam, dan aktivitas fisik membantu melepas stres, meningkatkan mood, dan memberi rasa pencapaian. Mendaki gunung juga memengaruhi kesadaran tubuh dan melatih kedisiplinan.
Mendaki gunung adalah perpaduan antara keindahan alam dan tantangan bagi tubuh kita. Tapi dengan persiapan, kesadaran, dan penghormatan terhadap alam serta diri sendiri, mendaki bisa jadi pengalaman yang memperkuat tubuh dan mental. Karena mendaki bukan hanya soal mencapai puncak, tapi soal menjaga tubuh agar selamat dan sehat di perjalanan.


















