5 Culture Shock saat Pertama Berkunjung ke Kalimantan Selatan

Dari bapupur basah hingga suara sirine pemadam kebakaran

Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Oleh karena itu, provinsi yang mendapat julukan Seribu Sungai ini mulai banyak penggemar dan menjadi destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi saat liburan.

Apakah kamu berencana berkunjung ke Kalimantan Selatan dalam waktu dekat? Jika berkunjung di Kalimantan Selatan menjadi pengalaman pertama kamu, jangan cemas dan kaget jika mengalami culture shock terhadap perbedaan lingkungan dan budaya selama berada di sana.

Kebetulan, artikel berikut akan membahas beberapa culture shock yang mungkin kamu alami ketika pertama kali berkunjung di Kalimantan Selatan. Catat ya. Barangkali kamu mengalaminya juga!

1. Tradisi bapupur basah atau memakai bedak dingin

5 Culture Shock saat Pertama Berkunjung ke Kalimantan Selatanilustrasi perempuan bapupur basah (instagram.com/meikhraru)

Salah satu kearifan lokal masyarakat Kalimantan Selatan adalah tradisi bapupur basah. Bapupur basah adalah mengoleskan bedak yang telah dibasahi atau dicampur dengan air ke seluruh wajah. Tujuannya adalah untuk melindungi wajah dari teriknya matahari agar tidak terasa panas dan menghitam.

Sampai saat ini, kebiasaan bapupur basah ini masih sering kita temui di Kalimantan Selatan pada perempuan-perempuan saat berdagang di pasar, mengendarai motor, atau beraktivitas di siang hari. Mereka terlihat biasa saja melakukan berbagai aktivitas di luar rumah sambil bapupur basah.

Namun, bagi orang luar yang tak terbiasa melihat perempuan bapupur, akan kaget melihat wajah putih penuh dengan bedak basah yang telah mengering.

2. Kapuhunan atau kapohonan

5 Culture Shock saat Pertama Berkunjung ke Kalimantan Selatanilustrasi mencicipi makanan (pixabay.com/congerdesign)

Banyak kepercayaan masyarakat Kalimantan Selatan terkait kehidupan sehari-hari yang diwariskan secara turun temurun. Salah satu kepercayaan masyarakat asli Kalimantan tersebut adalah pantangan atau pamali menolak jamuan makanan atau minuman yang sudah ditawarkan oleh tuan rumah saat bertamu. Menolak jamuan dari tuan rumah dipercaya bisa menyebabkan kesialan yang biasa disebut kepuhunan atau kapohonan. 

Namun dalam budaya Jawa, langsung menyantap makanan yang disuguhkan merupakan suatu hal yang tidak sopan. Lantas, bagaimana solusinya jika kita diberi jamuan makanan dan minuman saat bertamu namun sedang tidak ingin makan? Sebagai penghormatan kepada tuan rumah, sebaiknya kita menyentuh makanan dan minuman tersebut atau cukup mencicip sedikit saja agar tidak kapuhunan.

3. Harga serba mahal

5 Culture Shock saat Pertama Berkunjung ke Kalimantan Selatanilustrasi mengecek tagihan belanja (pixabay.com/geralt)

Sebagian besar orang mungkin mengira bahwa biaya hidup di ibukota paling tinggi di antara daerah Indonesia lainnya. Namun, ternyata biaya hidup di pulau Kalimantan juga tak kalah tinggi. Bahkan, jika dibandingkan dengan pulau lain di Indonesia seperti Jawa, biaya hidup di Kalimantan tergolong cukup mahal, apalagi harga makanannya.

Mahalnya harga makanan di Kalimantan disebabkan karena pulau tersebut tidak memproduksi bahan baku pangan, tapi mendatangkan langsung dari Pulau Jawa maupun Pulau Sulawesi. Akibatnya, harga barang kebutuhan menjadi lebih mahal karena dikenakan biaya tambahan logistik.

Jika kamu berencana berkunjung ke Kalimantan, pastikan sudah memiliki persiapan dan pertimbangan keuangan yang matang.

Baca Juga: Resep Kue Putri Keraton Kukus Khas Kalimantan Selatan

4. Banyak olahan makanan menggunakan bumbu habang (merah)

5 Culture Shock saat Pertama Berkunjung ke Kalimantan Selatanilustrasi bumbu masak merah (pixabay.com/phuonghoangthuy)

Di Kalimantan Selatan terutama Banjarmasin, sering kali dijumpai olahan makanan berwarna merah. Saat berjalan-jalan ke pasar, banyak pegadang menawarkan berbagai menu makanan seperti ayam, ikan, tahu, dan tempe bakar, serta nasi goreng berwarna merah seperti diberi pewarna makanan. Ternyata, warna merah tersebut berasal dari bumbu masak habang (merah) dengan bahan dasar cabai merah yang dikeringkan.

Saat melihat olahan makanan menggunakan bumbu masak habang, hal pertama yang terbesit adalah rasanya yang pedas. Akan tetapi rasa makanan berwarna merah itu sama sekali tidak pedas, justru cita rasanya adalah cenderung manis. Ternyata, rasa manis tersebut berasal dari gula merah yang ditambahkan dalam bumbu habang.

5. Penggunaan bahasa Banjar dalam percakapan sehari-hari

5 Culture Shock saat Pertama Berkunjung ke Kalimantan Selatanilustrasi masyarakat Kalimantan Selatan (instagram.com/shierlynangoy)

Berbeda dari provinsi Kalimantan lainnya yang didominasi suku Dayak, sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan didominasi oleh suku Banjar. Oleh karena itu, bahasa Banjar lebih dominan digunakan dalam percakapan dan pergaulan sehari-hari oleh masyarakat di Kalimantan Selatan dan sekitarnya .

Bahasa Banjar memiliki beberapa kemiripan dengan bahasa Indonesia, namun ada ciri khas yang unik dan spesifik sehingga membuat keduanya nampak berbeda. Ciri khas bahasa Banjar adalah dalam setiap akhir kalimat sebuah percakapan selalu diakhiri dengan imbuhan pang, nah, kah, lah, atau gin. 

Selain itu, bahasa Banjar juga memiliki tingkat kesopanan dalam berinteraksi. Ada beberapa tingkatan kata ganti orang untuk menunjukkan rasa hormat dalam berbicara bahasa Banjar seperti halnya bahasa Jawa. Contoh tingkat kesopanan dalam tersebut adalah kata ulun (tingkatan sopan) dan unda atau sorang (tingkatan agak kasar) yang menggantikan kata aku, serta pian (tingkatan sopan) dan nyawa (tingkatan agak kasar)  yang menggantikan kata kamu.

6. Sering mendengar bunyi sirine pemadam kebakaran

5 Culture Shock saat Pertama Berkunjung ke Kalimantan Selatanilustrasi mobil pemadam kebakaran (pixabay.com/Alexas_Fotos)

Pemadam kebakaran cukup eksis di Provinsi Kalimantan Selatan terutama di Kota Banjarmasin. Dilansir situs Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Banjarmasin (DPKP) edisi 8 Desember 2015, Kota Banjarmasin telah 2 kali mendapatkan penghargaan MURI sebagai kota yang memiliki banyak pemadam kebakaran. Oleh karena itu, Banjarmasin tidak hanya dikenal sebagai kota Seribu Sungai, tetapi juga sebagai kota Seribu Pemadam Kebakaran.

Setiap ada kebakaran, jalanan akan dipenuhi dengan pemadam kebakaran. Barisan-barisan pemadam tersebut merupakan unit relawan yang tumbuh dan berkembang dalam pengelolaan mandiri masyarakat tanpa dibayar seperser pun. Jadi, jangan panik ketika sedang berada di jalan tiba-tiba bertemu dan berpapasan serta mendengar bunyi sirine pemadam kebakaran.

Demikian beberapa culture shock yang mungkin kamu alami ketika berkunjung ke Kalimantan Selatan. Apakah kamu pernah mengalaminya juga? Atau kamu mengalami culture shock yang berbeda? Bagikan pengalamanmu di kolom komentar ya!

Baca Juga: 7 Fakta Sup Mutiara Khas Kalimantan Selatan yang Ramai Isian

diah nur fitriana Photo Verified Writer diah nur fitriana

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febrianti Diah Kusumaningrum

Berita Terkini Lainnya