Perbedaan Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang, Sudah Tahu?

Gaya arsitektur hingga festival yang digelar berbeda

Temple dan shrine keduanya merupakan kuil yang banyak dijumpai saat berkunjung ke Jepang. Sederhananya, temple merupakan kuil Buddha dan shrine merupakan kuil Shinto. Sesuai dugaanmu, mayoritas orang Jepang menganut dua agama tersebut.

Tahukah kamu kalau kuil Buddha dan kuil Shinto bisa memiliki peraturan berbeda? Keduanya juga memiliki ciri khas bangunan masing-masing yang disesuaikan dengan cara beribadahnya.

Biar kamu gak keliru, beberapa perbedaan kuil Buddha dan kuil Shinto di Jepang ini sudah sepatutnya diketahui. Simak ulasannya sampai selesai, ya!

Baca Juga: 5 Fakta Fushimi Inari Taisha, Jajaran Gerbang Oranye Estetik di Kyoto

1. Asal-usul dan sejarah

Perbedaan Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang, Sudah Tahu?Kiyomizu-dera dan Heian-jingu Shrine (unsplash.com/shirley_ffunsplash.com/shpetimujkani)

Asal-usul kuil Buddha bermula dari masuknya agama Buddha yang berasal dari India dan menyebar ke berbagai negara. Dilansir World History, agama Buddha masuk ke Jepang pada 538 dari kerajaan Baekje (Paekche) di Korea. Hal ini khususnya diadopsi oleh klan Soga yang memiliki akar Korea dan dipraktikkan oleh imigran Korea yang saat itu banyak di Jepang.

Agama Buddha mendapat dukungan resmi pemerintah Jepang pada masa Kaisar Yomei (585—587), meski beberapa klan bangsawan masih menentangnya. Setelah resmi diadopsi, para biksu, cendekiawan, dan pelajar secara teratur dikirim ke China untuk mempelajari ajaran Buddha. Seiring berkembangnya agama Buddha di Jepang, maka dibangunlah kuil Buddha pertama yang dikenal sebagai Asuka-dera di Prefektur Nara.

Asuka-dera juga menjadi rumah bagi patung Buddha Agung (Daibutsu) tertua di Jepang. Kuil tersebut terletak di pedesaan, Desa Asuka dan diyakini didirikan pada 588 oleh Soga no Umako. Ia merupakan tokoh berpengaruh dari klan Soga yang mendukung pengenalan dan penyebaran agama Buddha di Jepang.

Berbeda dengan agama dan kuil Shinto yang lebih dahulu dikenal oleh penduduk Jepang kuno, Shinto tidak memiliki pendiri dan tidak ada kitab suci resmi dalam arti sebenarnya, dan tidak ada dogma yang tetap. Namun, keyakinan panduannya tetap dipertahankan selama berabad-abad.

Berbeda dengan kuil Buddha, kuil Shinto pertama yang dibangun di Jepang masih menjadi misteri. Saat ini bangunan kuil Shinto tertua dan penting di Jepang adalah Izumo Taisha yang dibangun pada 1744. Kuil ini diyakini sebagai tempat bertemunya para dewa setiap tahunnya pada bulan Oktober.

2. Penyebutan dalam bahasa Jepang

Perbedaan Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang, Sudah Tahu?Kuil Kinkaku-ji dan Hakone Shrine Haiden (commons.m.wikimedia.org/Basile_Morincommons.m.wikimedia.org/RSSFSO)

Jika diamati lebih lanjut, penyebutan kuil Buddha dan Shinto dalam bahasa Jepang juga berbeda. Kuil Buddha biasanya diberi tambahan “ji” atau “otera” (お寺). Kadang, pengucapannya tera menjadi dera di akhir kalimat, seperti Kuil Kiyomizu-dera. Sedangkan nama kuil lainnya berubah menjadi ji seperti kuil Kinkaku-ji, kata in juga mengindikasikan kuil Buddha, seperti Kuil Byodo-in.

Sedangkan kuil Shinto menggunakan tambahan “jinja” (神社) dalam kosakata bahasa Jepang. Contohnya saja, Kuil Shinto Yasaka yang menjadi Yasaka-jinja. Khusus kuil Shinto besar menggunakan “taisha” (大社) dalam penyebutannya, seperti Fushimi Inari Taisha. Kata lainnya yang digunakan untuk menyebut kuil Shinto, yakni “jingu” (神宮) seperti Meiji-jingu. 

3. Gaya arsitektur

Perbedaan Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang, Sudah Tahu?pintu gerbang kuil Buddha dan kuil Shinto (unsplash.com/rpwallacecommons.wikimedia.org/小石川人晃)

Perbedaan lain antara kuil Buddha dan kuil Shinto di Jepang juga dapat dilihat dari gaya arsitektur dan tata letak bangunannya. Pada pintu gerbang kuil Buddha memiliki gaya arsitektur dipengaruhi China. Hal ini tergantung banyaknya zona untuk mencapai area utama kuil.

Setiap gerbang biasanya terdapat sepasang patung dewa yang tampak menakutkan duduk di kedua sisi gerbang. Gerbang kuil Buddha juga memiliki struktur yang lebih kompleks disebut sanmin. Sejumlah kuil Buddha terdapat kuburan di dalam areanya.

Arsitektur bangunan utama kuil Buddha cenderung lebih rumit dan penuh hiasan. Biasanya terbuat dari kayu, atap melengkung, dan ubin dekoratif. Kuil Buddha di Jepang kerap dihiasi dengan patung, lukisan, dan taman Zen yang dirancang untuk kontemplasi dan meditasi.

Kuil Shinto mudah dikenali dengan adanya torii, gerbang utama berwarna merah menyala atau hitam. Strukturnya lebih sederhana daripada pintu gerbang kuil Buddha. Di area pintu masuk terdapat patung Dewa penjaga yang wujudnya dapat berupa anjing, singa atau rubah.

Arsitektur dan desain kuil Shinto lebih sederhana dan natural. Bangunan utama biasanya terbuat dari kayu, beratap jerami atau kulit kayu cemara. Sering kali dibuat menyatu dan harmonis dengan alam sekitarnya.

Kuil Shinto kerap berlokasi di lingkungan hutan dan memiliki jalan menuju tempat ibadah di luar ruangan. Taman di sekitar kuil Shinto kurang formal dibanding kuil Buddha. Hal ini akan mendorong rasa keterhubungan dengan alam dan dewa.

Baca Juga: 10 Kuil Shinto yang Wajib Dikunjungi Saat ke Jepang

4. Etika memasuki kuil

Perbedaan Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang, Sudah Tahu?ilustrasi membersihkan diri di temizuya sebelum masuk kuil (commons.wikimedia.org/H.Hmoderato)

Kuil Buddha tidak seketat kuil Shinto dalam hal ritual doa maupun peraturan yang berlaku. Namun, pengunjung tetap harus tenang dan menghormati. Biasnya, kuil Buddha memiliki temizuya, tempat untuk menyucikan diri. Pengunjung perlu mencuci tangan dan membersihkan mulut sebelum memasuki altar dan bagian lain yang disucikan.

Cara beribadah di kuil Buddha dengan menyalakan dupa dan memasukkan koin ke kotak persembahan. Setelah menyalakan dupa dan memadamkan apinya dengan mengibaskan tangan, taruhlah dupa dalam pembakaran. Kemudian, pertemukan kedua telapak tangan untuk berdoa dalam keheningan.

Beberapa kuil Buddha juga memberlakukan aturan untuk melepaskan alas kaki ketika memasuki bangunan utama. Biasanya sudah tersedia rak di pintu masuk atau kamu bisa membawanya dalam tas plastik. Pengunjung juga perlu berhati-hati dengan tanda yang melarang pengambilan foto di dalam kuil Buddha.

Sebelum kamu masuk ke kuil Shinto, pengunjung wajib membungkuk sekali di depan gerbang torii. Pengunjung sebaiknya tidak berjalan langsung melalui gerbang yang berada tepat di tengah. Melainkan, berjalanlah melewati sedikit ke kiri atau ke kanan dari jalur tengah.

Mirip di kuil Buddha, pengunjung harus membersihkan tangan, kaki, dan berkumur di pendopo air temizuya. Kemudian sesampainya di altar, lempar koin ke kotak persembahan dengan tenang. Setelah itu, bunyikan lonceng, membungkuklah dua kali dan tepuk tangan dua kali. Baru mengucapkan doa dan membungkuk sekali lagi setelah selesai.

5. Festival dan upacara

Perbedaan Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang, Sudah Tahu?tari tradisional dalam Festival Obon dan kunjungan pertama saat tahun baru (commons.wikimedia.org/Mason_tang_photographyfreepik.com/freepik)

Kuil Buddha dan kuil Shinto memiliki agenda tahunan sebagai lokasi digelarnya festival serta upacara dengan tujuan masing-masing. Festival di Kuil Buddha biasanya dikaitkan dengan peringatan keagamaan, seperti kelahiran Buddha, pencerahan, atau masuknya parinirwana (kematian). Festival agama Buddha biasanya termasuk pembacaan sutra, persembahan barang, dan partisipasi dalam upacara keagamaan.

Salah satu contoh festival penting, yakni Obon. Festival ini diyakini sebagai kembalinya roh nenek moyang dan mengunjungi kerabat mereka. Selama Obon, lentera dinyalakan di kuil dan akan menampilkan tari tradisional. 

Sedangkan kuil Shinto cenderung lebih fokus pada alam dan komunitas lokal. Festival yang mereka merupakan peristiwa musiman, seperti datangnya musim semi, panen, atau siklus pembaharuan alam. Gak heran, kalau Jepang menggelar banyak festival meriah setiah tahunnya.

Salah satu festival yang terkenal, yakni Hatsumode, kunjungan kuil pertama di Tahun Baru. Pada kunjungan ini, para umat mengungkapkan harapan mereka untuk tahun yang akan datang dan menerima jimat keberuntungan. Contoh lainnya, ada Shichi Go San, festival untuk merayakan pertumbuhan anak-anak pada usia, 3, 5, dan 7 tahun.

Sekarang kamu sudah tahu perbedaan kuil Buddha dan kuil Shinto di Jepang. Meski tampak mudah dibedakan, tapi sejumlah kuil Buddha maupun kuil Shinto sudah mengalami akulturasi. Hal ini membuat keduanya semakin sulit dibedakan para wisatawan.

Baca Juga: 10 Fakta Wat Arun, Salah Satu Kuil Buddha Tertua yang Masih Berdiri

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya