Menyusur Kota Kuno nan Mewah Belanda di Perut Hutan Sumatera

Desa Lebong Tandai pernah dijuluki The Little Batavia

The Little Batavia, demikian Desa Lebong Tandai di Kabupaten Bengkulu Utara dijuluki pada masa pendudukan Belanda di Indonesia. Letaknya tersuruk di perut hutan dan dikelilingi bukit batu raksasa yang berisi urat emas dan perak.

Pada masa itu, desa ini tersohor karena kehidupannya yang gemerlap dan mewah. Segala fasilitas tersedia, mulai dari rumah pekerja, listrik yang menyala sepanjang hari, rumah sakit, tempat ibadah, dan bahkan sampai ke tempat hiburan malam.

Namun kini, desa yang pernah menjadi lumbung emas Kerajaan Belanda selama puluhan tahun dan tempat muasalnya emas di puncak Monas Jakarta itu, telah perlahan memudar.

Bangunan mewah untuk para pekerja dan orang Eropa yang bertebaran di desa ini, sebagian besar telah hancur dijarah. Kereta api yang pernah menjadi nadi di desa ini bahkan habis dicuri oleh warga. Kemegahan The Little Batavia itu kini telah tenggelam dilarung waktu.

1. Roller Coaster mengerikan

Menyusur Kota Kuno nan Mewah Belanda di Perut Hutan SumateraIDN Times/Harry Siswoyo

Lebong Tandai hanya bisa diakses dengan menaiki Molek, singkatan dari Motor Lori Ekspress. Kendaraan ini adalah hasil modifikasi bangkai lori emas milik Belanda. Dapur pacunya menggunakan mesin mobil dan tertanam di tengah molek, tepatnya di sela kaki penumpang.

Bentuk molek persis kotak dengan ukuran 3x1 meter. Daya tampungnya hanya 12 orang, yakni 10 penumpang dan dua lagi untuk sopir dan kernet. Kecepatannya bisa mencapai 60 kilometer per jam dan mengandalkan rel tua yang membentang sepanjang 33 kilometer dari Desa Air Tenang ke Lebong Tandai.

Bagaimana rasa menaikinya? Bayangkan saja sedang naik Roller Coaster, tapi tanpa pengaman dan meluncur di atas rel yang lapuk. Menantang bukan?

2. Stasiun Ronggeng

Menyusur Kota Kuno nan Mewah Belanda di Perut Hutan SumateraIDN Times/Harry Siswoyo

Jangan bayangkan tempat ini seperti stasiun kereta di Jakarta atau dimana pun. Sebab bentuknya hanya sebuah tanah lapang di tengah hutan dengan dua bangunan terbuat dari papan untuk tempat sekadar berteduh menunggu molek pengganti.

Mengenai nama Ronggeng. Muasalnya karena tanah lapang ini pernah digunakan oleh Belanda pada masa lalu untuk menonton seni tari Ronggeng bersama para pekerja dan warga. Dari situlah muncul nama Stasiun Ronggeng, yang kini berfungsi sebagai tempat transit penumpang.

Dari desa keberangkatan, Air Tenang ke Stasiun Ronggeng, penumpang mesti membayar Rp25 ribu. Lalu dari Ronggeng ke Lebong Tandai bayar lagi dengan harga serupa.

3. Merayap di rel tua

Menyusur Kota Kuno nan Mewah Belanda di Perut Hutan SumateraIDN Times/Harry Siswoyo

Lama perjalanan dari Desa Air Tenang Kecamatan Napal Putih ke Desa Lebong Tandai mencapai 6 jam perjalanan dengan molek. Lori tua ini merayap di atas rel yang mengular sepanjang 33 kilometer.

Ia akan menembus hutan, melipir tebing, menyisir sungai deras dan bahkan menembus batu. Sepanjang jalan kita akan disuguhkan pemandangan menakjubkan, sekaligus juga menegangkan. Apalagi ketika molek terpaksa keluar rel karena beberapa bautnya yang telah copot dan hilang dimakan zaman.

Baca Juga: 5 Kota Kuno di Bawah Laut, Kisahnya Sangat Misterius!

4. Pelacur dan billiard

Menyusur Kota Kuno nan Mewah Belanda di Perut Hutan SumateraIDN Times/Harry Siswoyo

Setiba di Lebong Tandai, kita akan disuguhkan barisan bangunan permanen. Cukup mewah untuk ukuran desa yang tersempil jauh dari peradaban kota. Warung-warung kecil bertebaran di setiap rumah, lalu alat penangkap siaran televisi saling berebut ruang di atap-atap rumah.

Di tengah desa, terlihat sebuah bangunan dengan gerbang bertulis Berlian Kuning, berada di tengah-tengah aliran Sungai Lusang. Rumah bercat putih kusam inilah yang dulu menjadi pusat hiburan pekerja tambang dan orang Belanda.

Mulai dari pelacur, permainan billiard sampai dengan pentas tari Ronggeng yang erotik tiap saban malam bergemuruh dan menjadi pemikat para pekerja agar tetap betah di Desa Lebong Tandai.

5. Lubang emas

Menyusur Kota Kuno nan Mewah Belanda di Perut Hutan SumateraIDN Times/Harry Siswoyo

Puluhan lubang tambang berisi emas berserakan di Lebong Tandai. Berton-ton emas telah diangkut Belanda ke tanah mereka pada masa 1901-1942. Tercatat setidaknya 72 persen kebutuhan emas Kerajaan Belanda pernah dikeruk dari desa ini.

Konon lubang-lubang ini menembus hingga ratusan meter ke perut bumi, dan pernah penuh sesak dengan para kuli tambang yang bergelimang lumpur.

Namun demikian, kini lubang-lubang itu telah mengering dari emas. Belanda telah mengerik habis urat-uratnya dan hanya menyisakan secuil, itu pun buat pekerja yang beruntung.

6. Berisik Glundung

Menyusur Kota Kuno nan Mewah Belanda di Perut Hutan SumateraIDN Times/Harry Siswoyo

Alat tradisional ini karya warga Lebong Tandai untuk memisahkan emas dari batu. Cara kerjanya sebenanrnya hanya memutar batuan emas dengan air dalam sebuah tabung besi tebal sepanjang 90 sentimeter. Besi inilah yang dinamakan glundung, yang diputar dengan bantuan tenaga kincir air.

Biasanya proses mengglundung emas butuh waktu sekurangnya dua hari per tabung. Baru kemudian dibongkar dan dipisahkan antara air dan emas yang telah terikat dalam cairan raksa.

Baca Juga: Jelajah Kampoeng Heritage Malang, Kompleks Vintage Peninggalan Belanda

Harry Siswoyo Photo Writer Harry Siswoyo

Lahir dan besar di Bengkulu. Pernah bekerja di surat kabar harian, kontributor majalah dan portal berita di Jakarta. Saat ini, berdomisili di Bengkulu dan bekerja sebagai penulis lepas untuk beberapa media.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Agustin Fatimah

Berita Terkini Lainnya