Mengapa Mayat di Gunung Everest Tidak Dipindahkan?

Gunung Everest dikenal sebagai puncak tertinggi di dunia yang menjadi impian para pendaki untuk ditaklukkan. Dari kejauhan, puncak ini terlihat sangat cantik dengan salju abadi yang menyelimutinya.
Namun, di balik pesona dan keindahannya, Everest juga menyimpan kisah tragis dari para pendaki yang "abadi" di sana. Mereka "tertidur" nyenyak di beberapa titik pendakian dan tidak akan pernah turun kembali. Yup, para pendaki tersebut sudah meninggal dunia dan jenazahnya tidak dipindahkan.
Fenomena ini sering menimbulkan pertanyaan di benak banyak orang, mengapa mayat-mayat tersebut tidak dievakuasi? Kamu pasti penasaran dengan jawabannya, kan?
Melansir berbagai sumber, berikut penjelasan dan alasan mengapa mayat di Gunung Everest tidak dipindahkan.
1. Medan dan cuaca yang sangat ekstrem

Melansir BBC News, sejak upaya pendakian pertama ke Gunung Everest hingga sekarang, sekitar 300 orang pendaki meninggal di beberapa jalur pendakian. Dari jumlah tersebut, dua pertiganya diperkirakan masih terkubur di tumpukan salju dan es.
Mayat-mayat pendaki dibiarkan begitu saja di tempatnya meninggal. Lantas, mengapa mereka tidak dipindahkan?
Jawabannya karena kondisi medan yang sangat ekstrem. Seperti diketahui, Gunung Everest tingginya lebih dari 8.800 meter di atas permukaan laut. Tak jarang, kondisi cuacanya tidak bisa diprediksi, suhunya mencapai minus puluhan derajat Celsius, dan oksigen di ketinggian tertentu sangat tipis.
Dalam kondisi tersebut, tubuh para pendaki yang sudah meninggal dapat membeku dengan cepat, sehingga menjadi sangat berat dan sulit dipindahkan. Selain itu, jalur pendakian juga sangat menantang dan banyak tebing atau dan jurang curam.
2. Membahayakan nyawa tim penyelamat

Mengevakuasi mayat dalam kondisi cuaca ekstrem dan medan yang curam dapat membahayakan nyawa tim penyelamat. Membawa tubuh sendiri saja rasanya berat, apalagi harus membawa mayat beku yang beratnya bisa dua kali lipat dari berat tubuh sendiri.
Sudah banyak kasus tim penyelamat kehilangan nyawa saat mencoba mengevakuasi mayat dari Gunung Everest. Hal ini membuat banyak pendaki, keluarga, dan tim penyelamat tidak mau mengambil risiko besar.
Dalam beberapa kasus, ada mayat yang berhasil dibawa turun atas permintaan keluarga. Namun, hal ini tergantung titik atau tempat meninggalnya. Jika kondisinya memungkinkan dan bisa dijangkau tim penyelamat, mayat tersebut bisa dibawah turun.
Untuk kasus mayat yang tergantung di tebing, terperosok di jurang, atau di zona yang oksigennya tipis, tentu tidak mungkin dipindahkan, apalagi dibawa turun. Mayat tersebut akan dibiarkan begitu saja di sana.
3. Biaya evakuasi sangat mahal

Memindahkan mayat dari Gunung Everest tidak hanya sulit, tetapi juga membutuhkan biaya sangat besar dan mahal. Operasi penyelamatan di gunung ini bisa menghabiskan biaya puluhan hingga ratusan ribu Dolar alias miliaran Rupiah.
Melansir CNN News, para ahli mengatakan biayanya US$40 ribu US$80 ribu (sekitar Rp652 juta-Rp1,3 miliar) untuk satu orang mayat. Biaya ini mencakup sumber daya manusia, sherpa, penggunaan peralatan khusus, hingga helikopter yang akan diterbangkan dari ketinggian tertentu.
Tidak semua keluarga pendaki yang meninggal memiliki dana untuk membiayai proses ini. Jadi, mereka memilih untuk membiarkan mayat orang-orang yang dicintai tetap abadi di pelukan Gunung Everest.
4. Tubuh pendaki yang membeku menjadi monumen atau penanda

Tubuh pendaki yang meninggal di Gunung Everest tidak mengalami pembusukan. Mereka awet secara alami selama bertahun-tahun, karena suhu yang sangat rendah dan dingin. Banyak mayat yang menjadi "monumen" atau penanda bagi pendaki lainnya. Salah satu yang paling populer adalah mayat "Green Boots."
Sesuai dengan namanya, Green Boots ini mengenakan sepatu gunung berwarna hijau terang. Ia adalah seorang laki-laki bernama Tsewang Paljor dan berusia 28 tahun yang meninggal pada Mei 1996. Selama hampir tiga dekade, mayat ini menjadi penanda (landmark) jalur dan penunjuk arah bagi pendaki yang melintasinya.
Nah, ternyata ada banyak alasan mengapa mayat-mayat di Gunung Everest tidak dipindahkan, dari faktor cuaca, kesulitan, hingga biaya. Mereka yang meninggal juga akan menjadi pengingat akan kegigihan dan keberanian dalam menempuh risiko yang besar.