Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengejar Matahari di Bukit Tanarara Waingapu

Bukit Tanarara, Waingapu, Sumba Timur
Bukit Tanarara, Waingapu, Sumba Timur. (IDN Times/Rochmanudin)
Intinya sih...
  • Pengalaman perjalanan ke Bukit Tanarara yang memukau
  • Sunrise yang super megah di Bukit Tanarara
  • Anak-anak sekolah menjadi potret tersendiri di balik keindahan Bukit Tanarara
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sumba Timur, IDN Times - Pukul 04.00 WIT, semua teman-teman sudah siap di mobil, tinggal satu orang masih di kamar hotel masih salat subuh. Untung tak lama setelah ditelepon panitia, dia segera muncul di lobi Hotel Myze, tempat kami menginap. Persis mau summit saat mendaki gunung.

Sekitar pukul 04.15 WIT, kami berangkat. Agenda hari kedua ini, Rabu, 26 November 2025, yang ditunggu-tunggu teman-teman, wisata ke Bukit Tanarara di Desa Maubokul, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.

Rombongan kami yang berjumlah sekitar 15 orang, sebagian 'tidur ayam' di mobil. Maklum, mata masih sepet. Lagi pula perjalanan ke destinasi wisata yang digandrungi wisatawan mancanegara dan lokal itu, sekitar 45 menit dari penginapan kami. Lumayan buat merem sejenak.

1. Terhipnotis sunrise

Bukit Tanarara, Sumba Timur
Bukit Tanarara, Sumba Timur (IDN Times/Rochmanudin)

Perjalanan ke Bukit Tanarara terbilang nyaman, hanya sesekali naik turun, dan beberapa kali tikungan tajam. Selebihnya jalanan lurus, sehingga kami lebih nyaman selama di perjalanan.

Kontur jalan aspal juga relatif halus, hanya beberapa kali kita melintasi jalan aspal kasar. Jadi tidur ayam kami gak terlalu terganggu. Saya sendiri tak bisa tidur, gak sabaran sampai di Bukit Tanarara.

Pengemudi sedikit ngegas, supaya tidak terlambat. Karena jika terlambat, kami bakal kehilangan momen saat sunrise di Bukit Tarara. Waku sudah menunjukkan pukul 04.45, langit mulai terang, siluet bukit-bukit dan pepohonan mulai terlihat. Cantik. Beberapa kali saya mengabadikan dengan kamera ponsel.

Sekitar pukul 04.50, kami akhirnya sampai di Bukit Tanarara. Begitu kaki melangkah dari mobil, saya tak bisa berkata-kata. Terpukau. Hanya terucap satu kata "masyaallah". Begitu megah karya sang Ilahi. Sejauh mata memandang terlihat puluhan bukit-bukit savana nan luas.

Semua terkagum melihat lukisan savana Bukit Tanarara. Tak jauh dari saya, seorang wisatawan asing terdengar menyebut Bukit Tanarara seperti latar film Jurassic Park (1993).

"Cantik sekali, seperti di film Jurassic Park," ucap wisatawan asing itu.

Sekilas mirip Bukit Teletubbies Labuan Bajo atau Gunung Prau Dieng. Tapi ini versi yang lebih luasnya. Bukit savana di Bukit Tanarara tak terhitung jumlahnya. Sejauh mata memandang, 360 derajat.

Di ujung bukit semburat cahaya matahari keemasan mulai terlihat. Melengkapi kemegahan lukisan alam ini. Kami seperti diburu waktu, berlomba-lomba mengambil angle foto terbaik. Semua spot dipenuhi pengunjung yang sibuk mengabadikan momen indah ini. Saya juga tak mau ketinggalan.

Kami saling bergantian memotret. Bahkan, tak sedikit yang membawa juru kamera, seperti influncer yang memang bagian dari rombongan kami. Jumlah mereka bahkan lebih banyak dari kami.

2. Sexy Road yang memukau

Bukit Tanarara, Waingapu, Sumba Timur
Bukit Tanarara, Waingapu, Sumba Timur. (IDN Times/Rochmanudin)

Tak terasa, hampir satu jam kami berada di Bukit Tanarara. Kami beralih ke spot lain yang dikenal dengan sebutan Sexy Road. Jaraknya sekitar 1-2 kilometer dari tempat semula. Sesuai namanya, spot ini menonjolkan view jalan yang indah dengan latar gelombang bukit savana. Berkelok, sedikit turun dan menanjak.

Mobil kami menepi di lahan kosong yang cukup untuk memarkir lima minibus, karena memang tak ada tempat parkir. Persis di belakang tempat parkir jurang yang dalam. Jalanan di Bukit Tanarara memang agak sempit, hanya cukup untuk berpapasan dua minibus.

Perlu ekstra hati-hati memang, apalagi jika belum terbiasa berkendara di jalan sempit. Memang sih tak banyak pengendara motor atau truk yang melintas di bukit ini. Karenanya, kami bisa berfoto di tengah jalan. Bahkan, bisa berlama-lama di tengah jalan. Tentu tak ada polusi di sini. Udaranya sejuk.

Di Sexy Road, kami juga tak mau kehilangan momen. Kami saling bergantian memotret dengan angle terbaik. Umumnya kami foto dengan sudut pandang, seperti sedang berjalan kaki di tengah jalanan beraspal yang sepi. Tapi sesekali kami foto berjalan rombongan menapaki aspal yang halus itu.

3. Di balik keindahan Bukit Tanarara

Bukit Tanarara, Waingapu, Sumba Timur.
Anak-anak warga lereng Bukit Tanarara berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki berkilo-kilometer ke sekolah. (IDN Times/Rochmanudin)

Di tengah kesibukan rombongan kami yang sedang sibuk memotret, ada momen yang menurut kami janggal. Tak selaras dengan kindahan alam Bukit Tanarara. Di ujung jalan muncul serombongan anak-anak sekolah warga lereng Bukit Tanarara.

Dari jauh langkah mereka terlihat ragu melintasi rombongan kami. Pelajar SD dan SMP Negeri Satu Atap Hiliwuku, Kecamatan Matawai La Pawu, Sumba Timur itu seperti canggung karena keberadaan kami. Kami berusaha menyapa mereka dengan ramah.

Mereka biasa berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki berkilo-kilometer dari rumah. Biasanya mereka berangkat sekitar pukul 06.00, karena jam masuk sekolah pukul 07.00. Yang membuat kami miris, di antara mereka ada yang tidak memakai sepatu. Tapi menurut mereka, sepatunya disimpan di sekolah.

Tak tahu persis alasan meninggalkan sepatu di sekolah. Kami tak mau mengganggu perjalanan mereka, meski sebenarnya kami ingin ngobrol banyak dengan mereka. Takut mereka terlambat di sekolah. Teman serombongan kami ada yang keheranan, bertanya-tanya.

"Kok masih ada sih ke sekolah jalan kaki? Kenapa mereka gak diantar orangtuanya? Emang gak ada angkutan ke sekolah? Kenapa gak bangun sekolah di sekitar perkampungan warga? Kenapa gak belajar via darling?" ujar teman rombongan kami, seraya menatap anak-anak sekolah di ujung jalan.

Sekitar 30 menit kami jeprat-jepret mengabadikan momen di Sexy Road, kami akhirnya kembali ke penginapan. Kami mendahului anak-anak sekolah yang tadi bertemu kami. Kami kembali menyapa mereka.

"Mereka sudah biasa jalan kaki ke sekolah, kalau diajak numpang di mobil gak mau," ujar pengemudi mobil rombongan kami.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in Travel

See More

Mengejar Matahari di Bukit Tanarara Waingapu

28 Nov 2025, 12:02 WIBTravel