5 Alasan Sebaiknya Gak Membawa Balita Saat Traveling Low Budget

- Perlengkapan balita cenderung banyak dan tidak praktis untuk traveling low budget.
- Destinasi liburan hemat tidak selalu ramah anak kecil, kurangnya fasilitas dan keamanan.
- Perjalanan panjang dan repot bisa melelahkan balita, biaya tambahan tak terduga juga bisa merusak rencana berhemat.
Liburan adalah salah satu cara paling menyenangkan untuk rehat sejenak dari rutinitas. Tapi, ketika kamu sudah menjadi orangtua, banyak hal perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk traveling, terutama saat kamu membawa anak yang masih balita. Apalagi jika kamu berencana melakukan liburan low budget, di mana segala hal harus dipadatkan dalam anggaran terbatas. Dalam kondisi seperti ini, membawa balita bisa jadi bukan keputusan terbaik.
Bukan berarti balita tidak boleh diajak liburan, ya. Tapi, ada tipe liburan tertentu yang memang kurang ramah untuk anak usia dini, termasuk liburan hemat yang biasanya menuntut kepraktisan, fleksibilitas, dan ketahanan fisik. Alih-alih jadi quality time, liburan justru bisa berubah jadi sumber stres kalau tidak direncanakan dengan matang. Berikut ini lima alasan kuat kenapa sebaiknya kamu menunda dulu membawa balita saat traveling low budget.
1. Perlengkapan balita cenderung banyak dan tidak praktis

Efisiensi adalah kunci utama saat traveling low budget. Kamu harus membawa barang secukupnya supaya bisa berpindah tempat dengan cepat dan ringan. Tapi kalau membawa balita, kamu harus siap dengan perlengkapan ekstra seperti popok, susu formula, botol steril, baju ganti dalam jumlah banyak, tisu basah, peralatan makan, stroller, bahkan mainan atau bantal favorit mereka. Semua barang ini tentu saja menambah beban bawaan, baik secara fisik maupun logistik.
Banyak penginapan atau transportasi hemat tidak menyediakan fasilitas yang mendukung kebutuhan balita. Misalnya, hostel murah mungkin tidak punya akses ke dapur untuk mensterilkan botol susu, atau kereta ekonomi yang penuh sesak membuat kamu kesulitan menenangkan anak yang rewel. Jadi, membawa balita dalam kondisi serba terbatas malah bisa menyulitkan, baik untuk orangtua maupun si kecil.
2. Destinasi hemat tidak selalu ramah anak kecil

Destinasi liburan low budget biasanya mencakup tempat-tempat yang murah meriah, seperti pantai tersembunyi, bukit, air terjun, atau camping ground. Meskipun indah dan seru buat orang dewasa, banyak dari tempat ini tidak menyediakan fasilitas yang memadai untuk anak kecil, seperti toilet bersih, tempat mengganti popok, area istirahat, atau bahkan jalur aman untuk berjalan. Balita yang masih belajar berjalan atau butuh tempat nyaman akan merasa kesulitan di tempat seperti itu.
Selain itu, medan yang sulit, cuaca yang tak menentu, atau kurangnya keamanan di tempat wisata murah juga berisiko bagi anak kecil. Mereka bisa mudah kelelahan, kedinginan, atau bahkan terluka. Bukannya menikmati waktu liburan, kamu justru harus ekstra waspada setiap saat, dan hal ini bisa bikin waktu bersantai jadi hilang sama sekali. Anak pun tidak benar-benar mendapatkan pengalaman liburan yang menyenangkan.
3. Perjalanan panjang dan repot bisa melelahkan balita

Salah satu ciri khas dari liburan hemat adalah menggunakan transportasi umum atau kendaraan dengan harga termurah. Tapi sayangnya, moda transportasi seperti ini sering kali memakan waktu lebih lama, tidak terlalu nyaman, dan kurang fleksibel. Untuk orang dewasa, ini masih bisa ditoleransi. Tapi untuk balita, kondisi seperti ini bisa sangat melelahkan dan membuat mereka cepat rewel atau bahkan jatuh sakit.
Anak usia dini punya ritme tubuh yang masih butuh banyak istirahat dan stabilitas. Perjalanan panjang tanpa fasilitas memadai bisa memicu rasa tidak nyaman, dan kamu harus siap menghadapi tantrum atau kelelahan yang berlebihan. Belum lagi kalau kamu harus transit berkali-kali atau berpindah-pindah kendaraan, energi dan konsentrasi kamu akan terkuras lebih banyak untuk menjaga mereka tetap aman dan nyaman.
4. Biaya tambahan tak terduga bisa merusak rencana untuk berhemat

Walaupun niatnya traveling hemat, kehadiran balita bisa membuat kamu mengeluarkan uang lebih banyak dari yang direncanakan. Misalnya, kamu harus beli makanan khusus, menyewa kendaraan pribadi karena transportasi umum terlalu melelahkan, atau mengganti penginapan dengan yang lebih nyaman demi kenyamanan si kecil. Ini semua adalah pengeluaran tambahan yang tidak selalu bisa diprediksi sebelumnya.
Di samping itu, ada juga risiko situasi darurat seperti anak demam, muntah di perjalanan, atau kehilangan perlengkapan penting seperti botol susu atau mainan favorit. Kamu mungkin harus beli ulang barang-barang itu dengan harga lebih mahal di tempat wisata. Akhirnya, rencana liburan hemat pun jadi berantakan, karena realita di lapangan menuntut pengeluaran lebih besar demi menjaga kenyamanan dan kesehatan anak.
5. Aktivitas dan waktu liburan jadi tidak fleksibel

Liburan low budget biasanya menuntut itinerary yang padat agar bisa mengeksplor banyak tempat sekaligus dalam waktu terbatas. Namun, ritme hidup balita sangat berbeda. Mereka butuh tidur siang, makan teratur, dan waktu istirahat lebih banyak. Kamu tidak bisa memaksa mereka ikut naik turun bukit atau jalan kaki berjam-jam hanya karena ingin menghemat ongkos.
Hasilnya, kamu harus terus menyesuaikan jadwal dengan kondisi anak, dan itu membuat banyak rencana terpaksa dibatalkan atau diubah. Bahkan waktu makan pun bisa jadi tantangan kalau kamu berada di tempat yang tidak menjual makanan ramah anak. Pada akhirnya, bukan hanya si kecil yang tidak nyaman. Kamu juga bisa merasa lelah secara fisik dan psikis karena tidak bisa benar-benar menikmati liburan seperti yang direncanakan.
Liburan hemat memang menyenangkan, tapi tidak selalu cocok untuk balita. Demi kenyamanan dan keamanan bersama, ada baiknya menunda dulu atau memilih jenis liburan yang lebih ramah anak. Yang paling penting dari liburan adalah semua orang bisa menikmati waktu bersama tanpa stres dan repot berlebihan.