Impor Melonjak Jelang Tarif Trump, Ekonomi AS Tertekan!

- Belanja konsumen AS melemah signifikan, hanya tumbuh 0,5 persen.
- Klaim pengangguran AS tembus level tertinggi sejak 2021, total orang yang menerima tunjangan pengangguran naik menjadi 1,974 juta orang.
- Investasi bisnis tetap tumbuh meski ada ketidakpastian tarif, pesanan baru untuk barang tahan lama di AS melonjak 16,4 persen bulan lalu.
Jakarta, IDN Times – Sejumlah data terbaru pada Kamis (26/6/2025), menunjukkan perekonomian Amerika Serikat (AS) mulai tertekan akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump. Produk domestik bruto (PDB), yang menjadi ukuran output ekonomi paling luas, terkontraksi 0,5 persen secara tahunan dari Januari hingga Maret 2025, menurut estimasi akhir Departemen Perdagangan AS. Angka itu lebih buruk dibanding penurunan 0,2 persen sebelumnya dan menjadi kontraksi ekonomi pertama dalam tiga tahun, membalikkan pertumbuhan 2,4 persen pada kuartal IV-2024.
Dilansir dari ABC News, lonjakan impor menjadi pemicu utama penurunan PDB tersebut, di mana impor naik 37,9 persen, laju tercepat sejak 2020, karena bisnis bergegas menimbun barang sebelum tarif Trump berlaku. Data ini memicu penurunan PDB hampir 4,7 poin persentase. Survei ekonom FactSet memperkirakan lonjakan impor tidak akan berulang dan pertumbuhan PDB berpotensi pulih ke 3 persen pada kuartal II.
1. Belanja konsumen AS melemah signifikan

Belanja konsumen di AS mengalami pelemahan tajam selama kuartal I-2025. Pertumbuhan belanja hanya mencapai 0,5 persen, turun drastis dibanding laju kuat 4 persen pada akhir 2024 dan juga lebih rendah dari estimasi awal Departemen Perdagangan sebesar 1,2 persen. Capaian ini menjadi laju belanja terendah dalam lebih dari empat tahun.
Selain itu, kategori dalam data PDB yang mencerminkan kekuatan dasar ekonomi, termasuk belanja konsumen dan investasi swasta namun tidak memasukkan ekspor, inventaris, dan belanja pemerintah, juga menunjukkan perlambatan. Indikator ini hanya tumbuh 1,9 persen dari Januari hingga Maret, turun dari 2,9 persen di kuartal sebelumnya dan juga lebih rendah dari estimasi awal 2,5 persen. Ryan Sweet dari Oxford Economics menyebut penurunan indikator tersebut mengkhawatirkan, namun ia tidak memproyeksikan perubahan besar dalam perkiraan jangka pendeknya.
2. Klaim pengangguran AS tembus level tertinggi sejak 2021

Dilansir dari CNN Internasional, data terbaru dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan tren peningkatan klaim pengangguran di negara itu. Jumlah warga yang menerima tunjangan pengangguran selama minimal satu minggu naik sebanyak 37 ribu menjadi total 1,974 juta orang. Capaian ini menjadi yang tertinggi sejak 6 November 2021.
Presiden Federal Reserve San Francisco, Mary Daly, menyatakan bahwa kenaikan klaim pengangguran tersebut mencerminkan melambatnya perekrutan tenaga kerja. Menurutnya, tren itu menunjukkan ekonomi sedang bergerak menuju tingkat pertumbuhan yang lebih berkelanjutan, meski ia tidak melihat ada sinyal pasar tenaga kerja sedang melemah.
3. Investasi bisnis tetap tumbuh meski ada ketidakpastian tarif

Di tengah ketidakpastian akibat perang tarif Trump dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak serta belanja di Senat AS, investasi bisnis masih menunjukkan pertumbuhan positif. Pesanan baru untuk barang tahan lama di AS melonjak 16,4 persen bulan lalu, didorong permintaan peralatan transportasi setelah China memangkas tarif ekspor AS dari 125 persen menjadi 10 persen, sementara AS menurunkan tarif atas ekspor China dari 145 persen menjadi 30 persen.
Indikator lain yang mencerminkan investasi bisnis, yakni pesanan barang modal non-pertahanan tidak termasuk pesawat, naik 1,7 persen pada Mei dibanding bulan sebelumnya, setelah sempat turun 1,4 persen pada April. Meski begitu, ketidakpastian tarif tetap membayangi karena Trump hanya menunda sebagian tarif tertinggi terkait negosiasi perdagangan.
Dilansir dari DW, tenggat waktu penerapan tarif yang lebih tinggi akan jatuh pada Juli mendatang, sedangkan tarif untuk Uni Eropa sebesar 50 persen ditangguhkan hingga 9 Juli. Dalam KTT NATO, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut perang dagang itu sebagai penyimpangan dan meminta agar semua tarif dihapus setelah blok NATO sepakat mengalokasikan 5 persen PDB mereka untuk belanja pertahanan.